19

5K 710 65
                                    

Ini sudah hari ketiga dan moodnya bukan semakin membaik tapi malah sebaliknya, berdebat dengan ibunya tak pernah menang ditambah si anak sulung yang tak mau mengalah. 

"Papa nggak tinggal lagi sama nenek."

Bukan urusan mama, jawab Fara dalam hati.

"Kemarin aku lihat isi kulkas di apartemen juga kosong," kata Ardi lagi. 

Terserah bapakmu, kenapa nggak belanja?

"Kalau papa sakit gimana?"

Ya mampus!

Ardi belum berhenti, dengan caranya ia membuat mama mengerti.

"Kadang Papa sempat beli makan sebelum ke sekolah."

Suka-suka bapakmu.

"Papa pasti nggak pernah makan teratur." kini suara anak itu parau. "Tiap malam papa juga tidur sendiri."

Sekarang Ardi menangis.

"Bagaimana kalau terjadi sesuatu malam-malam dan tidak ada yang tahu?"

"Sekarang ada HP, nggak susah lagi. Lagian papamu nggak sekarat Ardi."

"Kalau sempat, kalau nggak?" anak itu terisak membayangkan kalau sampai hal buruk itu terjadi.

"Kata nenek kalau Mama mau dengar saran nenek pasti papa bisa balik ke sini."

Fara paling tidak suka drama tapi anaknya tidak sedang membuat drama karena akhir-akhir ini Ardi terlalu berusaha keras agar permintaannya dikabulkan.

"Papa juga masih sayang sama Mama, kenapa papa tidak boleh tinggal di sini?" air mata Ardi membuat hati Farah sakit. "Tiap pagi mama masak buat aku dan Dillaa, siang disiapin bekal, malamnya juga makan enak. Tapi papa?"

"Papa masih sehat, uang papa juga banyak jadi bisa beli makanan enak." Fara memberikan jawaban yang mudah dipahami oleh putranya.

Tapi jawaban sang bunda malah membuat si anak sedih. "Kalaupun beli nggak enak makan sendiri, kalau papa tidak boleh tinggal di sini sekarang gantian aku dan Dilla yang tinggal sama Papa."

"Baiklah. Sana! Tinggal sama papamu, tidak usah pulang lagi. Bawa semua bajumu ke sana."

Bu Mukarramah yang mendengar obrolan anak dan cucunya itu ikut kesal, ini tidak seperti pembicaraan ibu dan anak melainkan teman sebayanya. Kekanakan sekali mama Ardi!

Ardi mengangguk. "Baik, Mama jangan pernah ke sana. Nggak usah lihat aku sama Dilla lagi!" Ardi berlari ke kamar. Lalu ketika di pintu dia berhenti dan berteriak pada Fara. "Telepon papa sekarang suruh jemput kami."

Setelah pintu kamar tertutup bu Mukarramah menegur Fara. "Menurutmu itu sudah benar?"

"Anak sama bapak sama saja, sama-sama ngeselin!" Fara menyeka air matanya. 

"Kalau kamu nggak keras kepala tidak akan seperti ini, coba dengerin kata orang tua."

"Aku nggak mau balik lagi sama papanya, dipaksa juga nggak mau!" 

"Kalau begitu terima saja apa kata Ardi, anakmu itu sudah besar udah ngerti rasa sakit!"

Fara menelungkupkan wajahnya di meja makan. Hari ini Ardi dan Dilla pulang lebih awal karena gurunya rapat tapi karena pembicaraan ini Ardi tidak makan, anaknya pasti lapar.

Tidak lama Ardi keluar dengan sebuah tas jinjing yang entah diambil dari mana.

"Mau ke mana kamu?"

Ardi tidak menjawab ia meletakkan tas di depan kamarnya dan menuju ke kamar sang adik. Di sana ia memberitahu Dilla bahwa mereka akan tinggal di apartemen bersama papannya.

Bu Mukarramah juga sedih melihat keberanian Ardi, anak itu sudah lama memendam kecewa yang selalu disampaikan namun tidak pernah digubris sang ibu.

Karena tas Dilla kecil jadi adiknya hanya membawa sebagian pakaian, yang penting buku pelajaran tidak ketinggalan.

"Oh, kalian mau pergi?" Fara menatap kedua annaknya.

Ardi tidak mengangguk tapi memberikan jawabannya. "Sebelum ke pondok aku juga ingin tinggal sama Papa, selama ini sudah tinggal sama mama rasanya tidak adil buat papa."

Dilla tidak menjawab dia tidak tahu apa-apa tapi sedih melihat kakaknya menangis sampai terisak begitu. 

"Telepon papa." kata Ardi terbata dan sesenggukan, ia tidak mengancam mamanya Ardi benar-benar ingin tinggal dengan papa.

"Kalian tidak peduli lagi pada Mama?"

"Mama yang tidak mau peduli papa!" Ardi berteriak tapi karena sedari tadi menangis suaranya tidak terdengar besar.

"Telepon papa sekarang," pinta Ardi lagi.

Fara bangun untuk mengambil ponselnya di kamar, sepeninggalnya Ardi jatuh tidak sadarkan diri. Teriakan Dilla dan ibunya tiba-tiba membuat Fara berbalik.

Kini tangisan Fara semakin menjadi, ia menepuk pipi Ardi dan memeluknya tapi si anak tetap tidak membuka mata. Suhu tubuh Ardi teramat panas, ini sangat tiba-tiba dan membuatnya panik.

"Ambil HP Mama di kamar," titah Fara pada Dilla.

Dilla berlari ke kamar mamanya.

******

Bukan dari Fara tapi dari ibu mertuanyaAydin mengetahui pertengkaran Fara dan Ardi hingga anaknya pingsan. Sekarang dia berada di sebuah klinik tempat putra sulungnya dirawat.

"Masuklah," kata ibu mengusap mata senjanya.

Ia berharap dan berdoa yang terbaik untuk Fara dan Aydin demi cucunya.

Aydin masuk dan melihat Fara duduk di sebuah bangku tepatnya di samping sang putra. 

"Kalau itu permintaannya biarkan dia tinggal bersamaku." 

"Dia tidak bisa jauh dariku," kata Fara terisak. Walaupun Ardi keras kepala ingin tinggal dengan Aydin  itu adalah bentuk kecewanya atas permintaan yang tak pernah dikabulkan. "Sesekali kalau dia terbangun tengah malam yang dicarinya aku, bukan Mas."

Iya, Aydin tahu itu. "Lalu bagaimana?"

"Mas saja yang pulang ke rumah."

"Dengan status seperti ini?" tanya Aydin.

"Sekarang aku tidak bisa berpikir apa-apa, ikuti saja dulu kemauannya."  

"Eum." Iya, sekarang keinginan untuk kebaikan putranya lebih penting, semoga saja dengan seiringnya berjalan waktu mama Ardi mau membuka diri lagi.

Setelah kejadian pagi kemarin mantan suami istri itu belum bicara. Jika pikiran Aydin tenang maka isi kepala Fara cukup rame hingga membuatnya lelah untuk berpikir.

"Dia sampai sakit begini, artinya dia sudah memikirkannya berhari-hari belum lagi dengan tugas sekolah, kasihan sekali kamu Nak."

Fara menangis lagi. Pulang sekolah bukan makan yang ditanyakan tapi papanya, artinya anak itu begitu mengkhawatirkan sang ayah.

Masih kecil tapi sudah dihadapkan pada permasalahan serius yang sayangnya permasalahan itu tidak bisa diterima karena itu Ardi terus meminta ibunya kembali dengan papa.

"Pulang dan bawa semua pakaian Mas agar dia percaya, tetaplah seperti itu karena hanya dengan cara ini luka hatinya sembuh."

Aydin tersentuh mendengar kata-kata si mantan. Sebelum menceraikan Fara dia sudah memprediksi hal buruk ini, tapi saat itu Fara tidak ingin mempertahankan lagi rumah tangga mereka.

...

Mantan istriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang