Part 17 - Sosok Lain Sifat Dari Anindya -

5 3 0
                                    

.
.
Happy Reading

"Satu hal yang membuat ku berat melepaskan mu adalah kenangan. Kenangan yang sudah kita ciptakan harus terkubur tanpa alasan yang jelas".

PELUH keringat begitu bercucuran di pelipisnya dan seluruh tubuhnya. Anindya di hukum habis habisan membereskan semua tradisi Rumah, mulai dari mencuci baju, menyapu, bahkan semuanya ia kerjakan sampai Rumah nya berubah menjadi kinclong kayak paras Oppa Oppa Korea.

Berkali kali juga Anindya mengeluh, karna jujur saja ia tak pernah mengerjakan tugas sebanyak itu dalam waktu bersamaan. Bayangkan saja, Anindya yang suka malas malasan di kasur sambil nonton drakor tiba tiba tubuhnya harus menerima siksaan. Jadi lah sekarang tubuhnya begitu tersiksa.

Mama nya sekarang yang tadi nya terus mengawasi nya sekarang sudah tak ada, dia  sudah pergi karna ada urusan mendadak entah apa yang penting ia tak perduli.

Tangan Anindya mengibas ngibas di samping wajahnya guna memberikan udara untuk mengusir gerah. Tubuhnya begitu terduduk di sofa dengan menyerosot.

"Akhirnya lega juga. Lama lama di siksa gue mati muda kali". Celetuknya. Dia langsung mengambil posisi nyaman, lalu menyalakan televisi. Masa bodo dengan tubuh nya yang penuh keringat.

Seorang pembisnis muda yang baru menginjak usia 18 tahun telah mengembangkan perusahaan yang memiliki potensi yang begitu unggul. Beliau telah mendirikan cabang cabang di seluruh penjuru Indonesia. Kini pembisnis muda tersebut semakin gencar mendapatkan kerja sama di berbagai perusahaan karna kerja nya yang begitu bisa dia andalkan membuat perusahaan lain begitu puas dengan hasilnya. -------

Anindya berdecak sebal. "Ck, songong banget. Punya perusahaan yang sebesar gitu juga di beberin ke TV. Gimana kalo perusahaan nya bangkrut, apa kabar nanti? Hilihh". Cibir nya.

Memang Anindya orang yang tak punya Tata Krama. Bukannya memuji dia malah mencaci.

Entah kenapa perasaan nya langsung kesal begitu saja melihat berita itu, dengan segera dia mematikan Televisi nya. Ia tahu ia masih berumur sama, tapi melihat dia sukses di umur sama membuat rasa iri begitu muncul.

Bagaimana bisa di umur nya sekarang mendirikan sebuah perusahaan? Bahkan cukup umur pun belum.

Pikirannya langsung negatif thinking. Anindya beranjak dari duduk nya, lalu kembali ke Kamar untuk sekedar mandi berdandan natural. Setelah nya dia pergi keluar rumah, bodo amat jika nanti ia menerima Omelan lagi. Yang pasti ia butuh kebebasan sekarang. Memang anak ngak tahu diri!!

Bukan Anindya jika ngak tahu diri!!

Mata Anindya menoleh pada rumah tetangga nya siapa lagi kalo bukan Arhan. Ah ngomong ngomong tentang anak itu, semenjak di D.O ia tak pernah ketemu dengan nya. Bahkan di Rumahnya pun ia tak pernah.

"Ehh Bunda". Sapa Anindya sok akrab pada Bunda Arhan yang tadinya sedang menyiram tanaman kini tatapan nya terarah padanya.

"Anindya. Loh masih di D.O?". Tanya nya membuat Anindya hanya mengangguk sambil nyengir. Membuat Bunda Laina menggeleng kan kepalanya.

"Kamu itu jangan buat masalah mulu, kasian Mama mu. Lagian apa untungnya buat masalah, yang ada kamu rugi loh. Masa muda kamu jangan buat seneng seneng aja, buat belajar kek. Atau apa, biar nanti di masa depan kehidupan kamu terjamin". Ucap Bunda Laina lembut namun mampu membuat Anindya diam tak berkata.

"Aku mau pergi". Ucap Anindya mengalihkan pembicaraan. "Hmmm... Tolong kasih tahu Mama kalo Tasya keluar sebentar ada urusan". Ucapnya. Biasanya Anindya tak seperti ini. Namun dalam diri nya ia mengatakan itu takut jika nanti Mama khawatir. Awal nya tak perduli, namun perasaan bersalah selalu hinggap meski di lain waktu akan hilang lagi.

AnindyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang