Part 2

861 36 0
                                    

Setelah Ravael dan Jeannie makan, mereka memutuskan untuk pulang karena mereka tidak mau menganggu Kakak-Kakak yang lain.

Di mansion, Jeannie ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Setelah itu dia hanya bersantai ria di kamarnya, dia bingung harus ngapain.

Mau bantu Kakak-Kakaknya kerja juga percuma, mereka tidak akan mengizinkan Adik-Adiknya kerja sebelum lulus S3. Sekarang dia sudah lulus S1 tetap saja dia harus melanjutkan kuliahnya sampai S3.

Tidak sepusing itu kuliah, dia pintar bahkan sangat pintar jadi kuliah sampai S3 bukan masalah. Jadi permasalahannya itu, setelah dia lulus nanti ambil perusahaan apa?

Dia malas berdiam diri di sebuah ruangan, dia pengen kebebasan tanpa mengharuskan dia stay. Mungkin dia akan mengambil alih perusahaan percetakan komik, atau agensi.

Walau dia tidak punya bakat apa pun di bidang tari atau vocal, dia sangat tahu teknik-teknik tersebut tanpa diajari atau les. Dia hanya malas mengasah saja, kalau dia mengasah bisa-bisa dia dimasukkan menjadi soloist.

Akhirnya dia ada ide juga, daripada dia bosan mending dia menggambar animasi dengan begitu waktu bisa berjalan cepat. Kalau dia diam saja, waktu berjalan sangat lambat.

Seminggu kemudian, hari ini hari wisuda mereka. Semua Kakak-Kakaknya datang sendiri tanpa pasangan untuk memberikan ucapan selamat, tradisi mereka memang aneh masa ke sini tanpa pasangan.

Setelah mengucapkan selamat, mereka merayakan dengan makan-makan di restoran Jayden dan Jordan yang hari ini sengaja ditutup karena keduanya tahu perayaan ini selalu di restoran keduanya.

Sehabis makan-makan, mereka kembali ke aktivitas masing-masing dan Ravael mengantarkan Jeannie pulang lebih dulu sebelum dia merayakan kelulusannya dengan sang tunangan.

Di mansion, Jeannie bosan sendirian, Kakak-Kakaknya merayakan dengan tunangan dan pacar masing-masing membuat dia ditinggal sendiri. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi sendiri, dia mengambil mobil sport kesayangan dia.

Walau umur dia belum legal 17 tahun, dia sudah memiliki sim sendiri karena dia lolos ujian mengemudi dengan baik. Tujuan dia ke jembatan, tempat sepi dan indah untuk melihat pemandangan.

Saat Jeannie pergi tanpa pengawasan kesembilan Kakaknya, dia selalu diawasi bodyguard dari jarak jauh supaya dia tetap aman walau tidak perlu juga.

Setibanya 500 meter sebelum jembatan, dia menghentikan mobilnya karena dia melihat seorang gadis yang sudah berdiri di atas jembatan dengan niat bunuh diri.

Dia bergegas keluar dan menghampiri gadis tersebut, entah dorongan dari mana dia bisa sepeduli ini ke orang yang belum dia kenal.

Padahal dia bisa saja membiarkan gadis itu mati dengan meloncat, apalagi arus sungai di bawah jembatan ini sangat deras.

"Kalau mau bunuh diri kenapa ragu? Langsung terjun saja, mati 'kan," kata Jeannie datar.

Kehadiran Jeannie membuat gadis itu kaget dan menunduk melihat dia, gadis itu tidak menyadari orang lain berada di sini padahal di sini sangat amat sepi.

"Kenapa diam? Takut? Takut tapi sok gaya mau bunuh diri," sindir Jeannie tepat sasaran, membuat gadis itu ragu.

"Turun sini, semua tidak akan selesai jika mengakhiri hidup," tegas Jeannie sambil mengulurkan tangannya.

Gadis itu sedikit berjongkok dan menerima uluran tangan dari Jeannie, setelah itu dia membawa gadis tersebut ke tempat lain supaya mereka bisa duduk.

Untung saja dia tahu daerah sini, jadi dia tidak perlu susah payah menemukan tempat untuk duduk dan mengobrol.

"Siapa namamu?" tanya Jeannie ke gadis di sampingnya.

"Yovela," balas Yovela singkat.

"Nama yang bagus, aku Jeannie, ceritakan masalahmu siapa tahu aku bisa membantu," kata Jeannie santai membuat Yovela menoleh ke arahnya.

"Kamu bisa membantuku?" tanya Yovela ragu.

"Kalau kamu tidak cerita mana bisa aku bantu," balas Jeannie apa adanya.

Jeannie mengatakan yang sejujurnya, dia bukan paranormal yang bisa tahu masalah orang lain tanpa memberitahu terlebih dulu. Kalau dia tahu, ngapain juga dia bertanya? Kalau Yovela tidak memberitahunya, gimana dia bisa membantu?

Yovela ragu menceritakan masalahnya ke Jeannie, gadis yang baru dia kenal beberapa menit. Tidak ada yang bisa dia percaya, dia saja sudah berkali-kali dihianati.

"Tidak mau bercerita? Ragu? Takut? Baiklah, kamu yang memaksaku melakukan cara ini," kata Jeannie beruntun, Yovela dibuat bingung olehnya.

Jeannie mengambil ponselnya dan dia mencari nomor detektif keluarga mereka, jika mereka butuh data penting tinggal telepon saja maka data yang mereka minta langsung didapat.

Mereka minta data bukan untuk hal negatif, mereka minta data supaya mereka bisa membantu orang lain yang kesulitan seperti saat ini.

"Tolong cari semua informasi tentang Yovela, gadis yang hari ini saya temui."

"Baik, Nona."

Setelah itu Jeannie memutuskan panggilannya, Yovela yang mendengar dia bicara menjadi kaget lalu dia menatap Yovela dengan wajah biasa-biasa saja.

"Kamu tidak bercerita, gimana aku bisa membantumu? Cara termudah, yah cari informasi," kata Jeannie yang terbilang santai.

Yovela tidak habis pikir, sekaya apa gadis di depannya. Bagaimana bisa Jeannie sesantai ini mengatakan hal itu? Bukannya takut, dia malah kuatir jika masalahnya terungkap.

Jeannie tidak peduli dengan reaksi Yovela, dia menganggap hal ini biasa saja. Dia melakukan hal yang benar, kecuali dia mencuri uang barulah dia salah.

Ting!

Ponsel Jeannie berbunyi, dia segera membuka lock screen dan membaca pesan dari detektif yang baru beberapa menit dia telepon tadi.

Yovela Lee, anak kelima dari lima bersaudara. Keluarga yang miskin membuat kedua orang tuanya terlilit hutang, untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Ah lebih tepatnya orang tua mereka berhutang juga untuk judi, karena kalah terus membuat hutang mereka menumpuk.

Yovela masih sekolah kelas 2 SMA dengan bantuan beasiswa, pernah dihianati sahabatnya yang bernama Skyela Aquaris gara-gara merebut pacarnya yang baru 3 bulan.

Pacar Yovela yang bernama Alvino Sebastian pun hanya main-main tepat 3 bulan, hubungan mereka kandas karena Yovela hanya dijadikan bahan taruhan.

Tidak hanya masalah pertemanan, percintaan, bahkan keluarga pun bermasalah. Keluarga yang selalu ribut, Kakak-Kakaknya tidak pernah menolongnya dalam masalah.

Paling parah, Yovela hampir diperkosa sama Kakak keduanya yang bernama Reimond Lee, sejak saat itu hubungan Yovela dengan Kakak laki-lakinya merenggang.

Sekarang Yovela ingin bunuh diri karena dirinya menjadi jaminan hutang tersebut, jika orang tuanya tidak membayar besok maka dia akan dijadikan istri atau dijual menjadi bitch.

Jeannie yang melihat laporan dari anak buahnya menjadi paham kenapa Yovela ingin mengakhiri dirinya, walau dia tahu kalau Yovela tidak akan melakukan hal itu.

"Aku bisa membantumu, membayar semua hutang keluargamu dan membuatmu bebas. Tapi, semua itu tidak lah gratis," kata Jeannie, Yovela diam saja karena dirinya bingung.

TBC...

27. HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang