Part 3

788 34 0
                                    

Jeannie yang melihat Yovela diam saja, dia menghela nafas. Dia tidak tahu kalau dia berurusan dengan orang yang paling menyebalkan, kenapa dia juga tertarik ke gadis ini?

"Menikahlah denganku, maka aku akan membawamu jauh dari keluarga busuk itu dan semua orang yang menghinamu dulu akan berbalik memujamu," jelas Jeannie membuat Yovela yang diam saja menjadi kaget.

"Jangan bercanda, kita sama-sama perempuan," balas Yovela dengan nada sedikit tinggi.

"Apa aku terlihat bercanda? Pikirkan baik-baik, ku tunggu jawabanmu 5 menit dari sekarang," kata Jeannie serius.

Yovela melihat keseriusan dan kejujuran di mata Jeannie, bukannya apa-apa hanya saja pernikahan buat dia itu sangat penting dan dia mendapat calon yang sejenis bukankah itu membuat dia bertambah pusing?

Kring!

Jeannie mengecek ponselnya, ternyata Ravael yang menelepon. Dia lupa kalau Kakaknya yang satu ini suka balik ke mansion walau sedang merayakan sesuatu, untuk mengecek dia jika sendiri di mansion.

Belum lama aku keluar, sudah dicari saja, batin Jeannie pasrah.

Jeannie terpaksa mengangkat panggilan Ravael, dia tidak peduli dengan Yovela yang belum menjawab pertanyaan dia.

Ravael lebih penting, jika dia tidak angkat bisa-bisa Ravael menelepon dia berkali-kali tidak peduli sampai ratusan panggilan.

"Hallo, Kak."

"Kamu di mana? Kenapa tidak bilang kalau mau pergi? Kalau kamu kenapa-kenapa gimana?"

"Tenanglah Kak, aku tidak pergi jauh. Aku baik-baik saja, kalau Kakak tidak percaya Kakak bisa tanya ke bodyguard yang mengawasi aku. Sebentar lagi aku pulang, bye Kak."

Jeannie memutuskan panggilannya, dia tahu Ravael kuatir bukan Ravael saja tapi semua Kakaknya. Dia juga salah tidak bilang dulu kalau dia ingin pergi, namanya juga bosan mana mikir telepon.

"Apa jawabanmu?" tanya Jeannie menatap Yovela.

"Pernikahan itu sakral dan tidak main-main, apalagi kita baru mengenal dan tidak jatuh cinta," balas Yovela menolak keputusan gila Jeannie.

"Aku tidak bermain-main, pernikahan hanya sekali. Soal cinta, aku bisa belajar mencintaimu jika kamu menerima tawaranku.

Kita masih muda, banyak waktu untuk mengenal dan mencintai satu sama lain. Kalau kamu tidak mau, kita bisa bertunangan dulu tapi kamu harus siap melakukan seks denganku," jelas Jeannie panjang lebar.

"Seks?" tanya Yovela kaget.

Yovela tidak peduli dengan kata-kata penjelasan yang Jeannie lontarkan, dia fokus ke kata seks. Bukankah itu berarti dia harus menyerahkan apa yang selama ini dia jaga bukankah hal ini konyol?

"Aku tahu ini konyol, tapi keluargaku yang membuat peraturan itu. Setelah bertunangan, kita akan menikah sesuai urutan," balas Jeannie santai seolah hal ini biasa.

Yovela masih berdiam diri, menurutnya ini salah. Jeannie tidak bisa berlama-lama di sini, dia segera berdiri dan menatap Yovela.

"Waktuku tidak banyak, Kakak-Kakakku sudah mencari. Jika kamu tidak bisa menjawab sekarang, kita bisa ketemu lagi besok di sini. Sampai jumpa," kata Jeannie lalu dia pergi.

Ada hal yang lebih penting dibanding Yovela yaitu Kakak-Kakaknya, Jeannie tidak mau mereka kuatir apalagi dia tahu kebiasaan Ravael.

Ravael pasti menelepon semua Kakaknya sebelum menelepon dirinya, dia bisa menjamin semua Kakaknya sedang kumpul di mansion.

Dia kembali ke mobil tempat dia parkir tadi, setelah itu dia melajukan mobilnya ke mansion. Setibanya di mansion, dia memarkirkan dulu mobilnya barulah dia masuk.

Benar saja mereka sudah berkumpul menunggu kehadirannya, dia merasa bersalah membuat mereka kembali ke sini.

Apalagi dia tahu, Kakak-Kakaknya yang sudah menikah pasti buru-buru ke sini saat tahu dia tidak di mansion.

"Kenapa baru pulang?"

"Kamu dari mana?"

"Kenapa pergi sendiri?"

"Hubungi salah satu dari kami jika pergi?"

"Kenapa tidak suruh supir?"

"Apa ada yang terluka?"

"Dari jam berapa kamu pergi?"

"Ketemu siapa?"

"Kami panik saat Ravael beritahu kamu belum pulang,"

Mereka yang melihat Jeannie, langsung memborong pertanyaan karena mereka kuatir. Dia tahu itu, tapi dia pusing juga dengan semua pertanyaan dari mereka.

"Kak tanya satu-satu, aku pusing jawabnya. Aku minta maaf buat kalian kuatir, tapi aku bisa jaga diri. Kalian lupa? Kalian yang kirim bodyguard ke mana pun aku pergi," jelas Jeannie panjang lebar, mereka merasa lega.

"Iya juga, kami lupa saking paniknya," balas Kenzie terkekeh, maklum saja mereka panik.

"Sekali lagi aku minta maaf," kata Jeannie tulus.

"Tidak apa, kamu sudah makan?" tanya Joeson lembut.

"Belum," balas Jeannie menggeleng kepala.

"Ganti baju dulu gih, biar Kakak dan Jo yang masak," suruh Jayden diangguki Jeannie.

Jeannie kembali ke kamar, dia mandi lalu ganti pakaian setelah itu barulah dia turun ke ruang makan. Jadi, mereka akan menunggu anggota lengkap dulu baru makan.

Kecuali, mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing yang mengharuskan mereka makan dulu, maka hal itu diperbolehkan. Mereka yang melihat Jeannie sudah di ruang makan, barulah mereka makan dengan tenang.

Sehabis makan, mereka ke ruang keluarga. Jeannie memanfaatkan waktu ini untuk bermanja dengan mereka, apalagi waktu kumpul lengkap sangat terbatas.

Mereka tidak masalah kalau Adik kesayangan mereka manja seperti ini, sejujurnya mereka ingin menghabiskan banyak waktu dengannya tapi mereka sadar kalau mereka masih ada keluarga yang harus mereka urus juga.

Selain itu, mereka juga tidak masalah jika dalam waktu dekat Jeannie memiliki pacar. Soal kerjaan, mereka tidak rela Adik mereka bekerja.

Selama mereka bisa kenapa Jeannie harus bekerja? Bahkan mereka tidak peduli jika mereka harus membiayai hidup dia dan keluarganya kelak, agar dia tidak kerja saja sudah cukup.

Sayangnya dia tidak mau merepotkan mereka, dia tetap bekerja walau dia tahu kalau dirinya akan diprotes mereka.

Setidaknya dia bisa menghidupi keluarganya kelak dengan hasil kerjanya sendiri, bukan biaya dari mereka.

Sehabis mengobrol dan bermanja-manja, dia pamit ke kamar untuk beristirahat karena dirinya sudah mengantuk.

Sebelum ke kamar, dirinya mengucapkan selamat malam ke mereka sambil mencium pipi setelah itu barulah dia ke kamar.

Pagi harinya, Jeannie yang sudah rapi dirinya segera ke ruang makan karena dia tidak mau Kakak-Kakaknya menunggu dirinya.

Setibanya di ruang makan, dirinya kaget melihat mereka di sini. Dia tidak tahu, kalau Kakak-Kakaknya yang sudah menikah menginap di mansion.

"Pagi, Kak," sapa Jeannie satu per satu ke mereka.

Jeannie menyapa dari Kakak tertua sampai Kakak paling muda, selain menyapa tentu saja dia mencium pipi mereka.

Mereka pun membalas ciuman ke pipi Jeannie, hal ini sudah biasa buat mereka karena mereka selalu melakukan hal tersebut setiap pagi dan malam.

Kalau malam, tergantung kondisi. Jika Kakak-Kakaknya ada sebelum dia tidur, dia melakukan rutinitas tersebut. Jika tidak, dia memilih ke kamar dan langsung tidur.

TBC...

27. HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang