Pagi hari ini, Taehyung pergi tanpa berpamitan dengan Jimin. Dia mencari alamat yang wanita itu berikan malam tadi, dengan menunjukkan pada beberapa petugas bus yang Taehyung tumpangi.
Kini kakinya terhenti, pada sebuah rumah yang terbilang amat mewah. Pagar tinggi, luas halamannya yang bahkan membuat Taehyung pegal jika membayangkan hari-harinya berjalan di dalam sana.
Memastikannya beberapa kali, hingga seorang petugas keamanan rumah itu datang mendekat. Untuk memastikan keperluan, juga tujuan laki-laki itu datang kemari.
"Maaf, Tuan ada keperluan apa? Sudah membuat janji untuk bertemu?" Tanya keamanan rumah itu.
Taehyung bingung hendak menjawab apa. Dia belum membuat janji apapun, dan tidak tahu harus membuat janji itu melalui siapa.
"Belum, Pak."
"Maaf Tuan, anda tidak bisa masuk tanpa membuat janji lebih dulu."
"Tapi Pak, saya di berikan kartu nama ini oleh nyonya Monata. Beliau meminta saya untuk datang." Jelas Taehyung.
Petugas keamanan tadi menggeleng kecil. Dia takut, jika itu adalah modus terbaru untuk orang asing masuk ke dalam rumah ini. Hampir ratusan orang tiap weekend yang datang, bahkan dari jarak yang cukup jauh semata-mata untuk meminta tanda tangan majikannya.
"Maaf Tuan, tidak ada bukti anda membuat janji dengan nyonya Monata. Siapapun bisa mengarang kan? Silahkan kembali dan pergilah."
Taehyung terdiam. dia di usir? Ya memang tidak ada bukti apapun yang membawanya masuk ke dalam rumah itu. Apa mau di buat, Taehyung tidak mungkin membuat keributan di tempat ini kan?
"Baik, terimakasih Pak."
Sudah datang jauh-jauh kemari hingga hari menjelang siang, Taehyung tidak di terima. Dia memilih kembali, berjalan di tepian perkomplekan elit tersebut dengan wajah yang tertekuk lesu.
Terik matahari membuatnya silau. Suhu yang masih terasa dingin, membuat orang-orang memilih beraktivitas di dalam rumah.
Dengan sedikit rasa kecewa karena tidak bisa berjumpa, besar harapan laki-laki itu untuk bisa bekerja di dalam rumah besar tadi. Memang bukan bidang Taehyung, setidaknya dia tidak terus bergantung pada Jimin sahabatnya itu hingga saat ini.
Sampai di halte, Taehyung merapikan kabel headset yang sedikit kusut. Memakai benda itu, menyalakan musik yang dia suka seraya menunggu kedatangan bus.
Mengirimi pesan singkat pada Jimin, memastikan apakah sahabatnya itu sudah bangun atau belum. Tidak lupa mengingatkan Jimin untuk makan dan minum obat, Taehyung kini berdiri kala melihat bus yang dia maksud datang mendekat.
Memasuki kendaraan umum itu bersamaan penumpang yang lain, Taehyung memejamkan mata dan bersandar pada kursi yang dia dapat. Tidak tertidur, hanya berusaha menikmati alunan lagu dan meratapi nasibnya kini.
Senyum penuh kegetiran, sorot mata Taehyung tidak pernah lagi meneteskan air mata saat kedua orang tuanya tiada. Hanya saja arti kesedihan teramat dalam, yang mungkin tidak bisa terlihat oleh banyak orang.
Berbanding terbalik dengan Taehyung, di tempat lain seorang laki-laki tampan tengah berakting untuk menyelesaikan pekerjaannya. Di temani sang istri, Jungkook tampak luwes dan penuh percaya diri.
"Makanan mu, beristirahat lah sejenak sayang." Ucap Monata, kini memanggil sang suami.
Jungkook mendekat, melihat makanan yang sudah Monata bawakan. Beberapa potong buah, juga menu utama yang terbilang amat sederhana. Hanya telur mata sapi setengah matang, di temani dengan beberapa keping sosis panggang yang Monata beri.
Monata jarang memiliki waktu, jikapun ada dia tidak begitu pandai memasak selain sesuatu yang mudah. Inilah mengapa, tanpa atau dengan adanya Monata tidak begitu mempengaruhi waktu beraktivitas Jungkook sebagai seorang suami.
"Sayang, kau tahu? Beberapa waktu lalu, aku bertemu laki-laki yang sepertinya lebih tua dari mu sedikit. Aku menawarkannya untuk menjadi asisten rumah tangga, sepertinya dia orang yang jujur."
"Mmm, lalu?"
"Aku tidak tahu dia mau atau tidak, tapi aku rasa kebutuhan hidup di kota Pulo akan mendesaknya untuk datang."
Jungkook hanya mengangguk. Menyantap potongan buah yang ada, tidak lupa meneguk banyak air mineral untuk mensupport kegiatannya di luar ruangan seperti saat ini.
"Take 201?"
Pekik suara sutradara yang memanggil kembali laki-laki itu. Jungkook hanya mengacungkan jempolnya, bangkit dan mencium kening Monata untuk kembali melanjutkan pekerjaannya.
Monata melihat sang suami yang kini bekerja di depan matanya. Tersenyum kecil, mengingat rumah tangganya yang telah berjalan 5 tahun itu namun belum juga memiliki keturunan.
Bukan dia tak ingin, Monata hanya berpikir jika keduanya terlalu sibuk. Jungkook dengan karir keartisannya, Monata dengan karir sebagai seorang musisi. Tidak ada waktu lebih untuknya memikirkan seorang anak, meskipun terkadang Jungkook sempat sesekali menyinggung masalah itu.
Melupakan kisah rumah tangga Jungkook. Kini Taehyung yang baru saja turun dari bus, memilih singgah pada sebuah minimarket yang tidak jauh dari apartemen Jimin.
Membeli segelas kopi, laki-laki itu tampak duduk sejenak dengan menghangatkan suhu tubuhnya yang dingin karena berada di luar ruangan.
Meski tidak bersalju, saat musim dingin Pulo akan terasa begitu sejuk. Jawaban dari masalah yang Taehyung punya telah dia temukan, segelas kopi hitam tersedia di depannya yang kini tengah duduk pada halaman minimarket tersebut.
"Silahkan."
Ucap seseorang, meletakkan sebuah cemilan yang sebenarnya tidak Taehyung pesan. Menatap bingung, dia tidak memiliki uang lebih lagi untuk makanan ini. Karena itu, Taehyung memilih untuk menolaknya.
"Aku tidak memesannya." Ucap Taehyung.
Laki-laki itu mengangguk, dengan tetap meletakkan makanan tadi di hadapan Taehyung.
"Maaf, Pak tapi saya tidak memesannya." Timpal Taehyung lagi.
Laki-laki itu memilih duduk sejenak, tepat di samping Taehyung dengan menatap arah pandang yang sama.
"Aku baru datang kembali ke toko ini, setelah sempat mengalami kecelakaan beberapa waktu yang lalu. Anggap ini hadiah untuk mu, sebagai pelanggan baru di toko ku." Jelas laki-laki itu.
Taehyung tersenyum manis, dia mengangguk mengiyakan ucapan laki-laki itu. Tidakkah seharusnya dia menanyakan pekerjaan di toko ini saja? Tidak mungkin bagi Taehyung untuk kembali ke tempat yang gadis itu beri, masuk ke dalam rumahnya saja Taehyung harus membuat janji.
"Terimakasih banyak, kelak aku akan membalas jasa mu." ucap Taehyung, yang di jawab dengan senyuman hangat laki-laki itu.
"Aku Namjoon, siapa nama mu?" Tanya laki-laki itu, dengan mengulur kan tangannya juga diiringi senyuman yang manis.
TBC.
Bertemu esok, happy weekend✨💖🎉
KAMU SEDANG MEMBACA
Great Addiction.
Fanfictionmenjadi orang miskin memang tidaklah mudah. harkat martabat, juga kehormatan manusia seperti Taehyung memang selalu menjadi pertaruhan oleh orang-orang besar di atas sana. namun bisakah dia sebut ini sebuah candu yang hebat? bagaimana dia mewajarkan...