Jimin yang baru saja bangun, melirik ke arah sekitaran apartemen tempatnya tinggal. Mencari sosok Taehyung kesana kemari, Jimin tidak menemukan apapun juga petunjuk dimana keberadaan sahabatnya itu.
Meraih ponselnya, Jimin membaca beberapa pesan singkat yang telah Taehyung kirimkan. Kepalanya yang masih terasa sedikit pusing, begitu saja hilang setelah membaca kabar Taehyung. Dia pergi? Di kota ini, bahkan tanpa di temani Jimin?
"Astaga, Taehyung apa yang kau lakukan."
Dengan kekhawatiran yang ada, Jimin bergegas ke toilet untuk menyikat gigi. Membasuh wajahnya, berganti pakaian dan menuju ke toko Namjoon tanpa banyak basa-basi.
Bosnya mengirim beberapa pesan singkat, mengatakan jika dia memang bertemu dengan Taehyung dan membantu bocah itu. Dengan amat terburu-buru, Jimin bahkan lupa mengunci pintu apartemen miliknya.
"Kau ini, bagaimana jika di tipu orang jahat! Astaga, Taehyung." Racau Jimin, sepanjang jalan yang merutuki ulah sahabatnya itu.
Jimin tidak masalah jika benar Taehyung ingin mencari pekerjaan, setidaknya tunggulah Jimin membaik dan bisa pergi bersama-sama. Dia tidak tahu banyak soal lingkungan di ibu kota Pulo, Jimin hanya takut Taehyung di perlukan buruk oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Sekitar belasan menit menyebrangi banyak trotoar jalan, Jimin terus berjalan kesana kemari sampai berdiri tepat di depan toko yang dia maksud. Tempatnya bekerja, yang tidak lain adalah milik Namjoon.
Kedatangannya kemari hanya dengan baju santai dan mantel tebal. Jimin memang tidak berniat untuk masuk kerja, karena dia sudah meminta izin beberapa hari hingga tubuhnya benar-benar pulih.
"Permisi, Namjoon Hyung apa—"
"Hey, hey kau datang? Udara dingin di luar, sudah aku katakan biar aku yang mengunjungi mu." Potong Namjoon, yang kini melihat seseorang datang di pintu mini marketnya.
"Taehyung, dimana dia?"
"Tenanglah sebentar Jimin, bisakah kita membahasnya sembari duduk?"
Meski dengan pikiran yang tak tenang, mau tidak mau Jimin duduk dan mengikuti langkah bosnya itu. Jimin sangat dekat dengan Namjoon, bahkan di antaranya tidak ada panggilan yang menegaskan seorang pekerja dan pemilik toko.
Namjoon selalu meminta untuk di sebut sebagai Hyung, atau kakak yang bisa Jimin datangi saat dia butuh kapan saja. Begitulah, karena rasa segan Jimin juga kini mengikuti apa yang Namjoon pinta.
"Duduklah, biar aku buatkan coklat hangat agar kau tidak kedinginan."
"Hyung tidak perlu, aku hanya mencari keberadaan Taehyung saja."
Namjoon tetap pergi, dia mengambil setidaknya air putih hangat agar bisa menghangatkan tubuh Jimin. Kembali membawa gelas itu kehadapan karyawan yang sudah dia anggap adiknya sendiri, Namjoon kini memberikan itu tepat di atas meja sana.
"Tenanglah Jimin, teman mu itu aku antar untuk menemui pekerjaannya."
"Hyung, dia bahkan tidak bercerita padaku."
"Mungkin belum sempat, karena yang aku tahu dia mendapatkan tawaran itu malam tadi. Saat hendak membeli obat untuk mu, tanpa sengaja bertemu lalu seseorang menawarinya pekerjaan." Jelas Namjoon.
"Kau mengenal orang itu? Orang yang ingin memberikan sahabat ku pekerjaan?"
"Tentu, kami akrab karena wanita itu adalah teman kuliahku dulu."
Jimin sedikit membuang nafas lega. Meraih gelas air putih yang sudah Namjoon bawa, Jimin meminum itu sesaat hatinya sedikit merasa lebih lega.
Kini Namjoon berusaha menjelaskan semuanya, keduanya mengobrol dengan tenang di meja mini market yang Namjoon punya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Great Addiction.
Fanfictionmenjadi orang miskin memang tidaklah mudah. harkat martabat, juga kehormatan manusia seperti Taehyung memang selalu menjadi pertaruhan oleh orang-orang besar di atas sana. namun bisakah dia sebut ini sebuah candu yang hebat? bagaimana dia mewajarkan...