Hujan dan jeritan

5.2K 110 2
                                    

"Happy Reading"

°°°°

Seorang gadis dengan tergesa-gesa mengikat tali sepatunya, dengan asal ia menyatukan tali-tali itu tak peduli rapi atau tidak. Kini pikirannya hanya ingin cepat pulang dan bertemu dengan mamanya di rumah. "Yakin mau pulang sekarang, Sya?" Gadis itu menoleh ke belakang, setelah mendengar suara Alana-teman baiknya.

"Iyah, Na. Nanti Mama nyariin, soalnya tadi udah nelpon-nelpon terus," balas gadis bernama Nasya itu, kini ia telah selesai dan bersiap untuk pamit pulang.

"Tapi ini udah malam loh," ucap Alana lagi, mencoba memperingati teman baiknya. "Gak sekalian nginep di sini aja?" imbuhnya lagi, mencoba menahan gadis itu agar tak jadi pulang.

"Kasihan mama di rumah pasti nungguin aku, lagi pula besok kan hari Senin. Kalau aku nginep, besok pake baju apa dong buat ke sekolah?"

"Iyah juga, sih. Seragam aku juga cuman satu," balas Alana lesu, karena rencananya untuk menahan Nasya ternyata tak berhasil.

Gadis bernama Nasya itu tersenyum tipis, lalu meraih tangan Alana dan berkata, "Aku pamit dulu ya, Na. Salam sama ibu sama ayah, maaf gak sempat pamitan langsung. Takutnya nanti sampe rumah kemalaman."

Alana melirik jam di ponselnya, saat itu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sudah cukup larut untuk seorang gadis pulang sendirian, rasanya Alana sangat berat untuk membiarkan Nasya pulang sendirian. Apalagi gadis itu harus melewati gang sempit yang panjang untuk sampai di halte bus.

"Sya, beneran mau pulang?" Lagi-lagi Nasya tersenyum mendengar rengekan sahabatnya yang tetap menyuruhnya untuk menginap di sana. Namun, Nasya tidak bisa meninggalkan mamanya sendirian. Apalagi saat ini wanita paruh baya itu mengeluh sesak napas setiap malam, jadi Nasya tidak tega membiarkan mamanya kesakitan sendirian.

"Iyah, Na. Aku berani kok, ya udah aku jalan dulu nanti gak dapat bus." Namun Alana tak mengindahkan hal tersebut, ia masih saja memegang erat tangan Nasya.

"Rafly gak bisa jemput ya, Sya?" Nasya menggeleng pelan.

"Dia lagi temenin bunda di luar kota, jadi gak bisa nemenin aku," jawab Nasya. "Udah dong, aku mau pulang nih. Jangan di tahan-tahan terus."

"Iyah-iyah, sorry. Aku kan takut kamu kenapa-kenapa di jalan," ucap Alana, mengeluarkan segala kerisauan hatinya.

"Insyaallah, aku sampe rumah dengan selamat. Ya udah, bye, Alana," ucap Nasya sambil melambaikan tangannya ke arah Alana, gadis itu lalu berjalan pelan meninggalkan pekarangan rumah sahabatnya.

Suasana di sepanjang jalan sangat sepi, tak seperti biasanya yang ramai dengan bapak-bapak yang sering bermain kartu domino di pos ronda. Namun meskipun begitu Nasya sama sekali tak merasa ketakutan atau semacamnya, ia sudah terbiasa berjalan sendirian begini.

Angin berhembus pelan menerpa kulit berwarna kuning langsat itu, untung saja sweater hitam bertuliskan 'see' itu bisa menghangatkan tubuh kecil Nasya. Dalam hati ia meruntuki dirinya, mengapa tadi menggunakan rok bermotif kotak-kotak yang hanya selutut, padahal dirinya tahu akan pulang selarut ini.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Agliophobia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang