Tidak menyerah

906 31 2
                                    

"Happy Reading"

°°°°°

Sudah seminggu ini Rafly terus-menerus datang ke rumah Nasya. Meskipun penolakan berulang kali terdengar namun seolah tuli dengan semua ini, lelaki itu mengabaikannya begitu saja. Seperti saat ini, ia sudah duduk di ruang tamu kediaman Nasya dengan keranjang buah di tangannya.

Rafly memberikan bawaannya itu pada Tias dan diterima dengan sedikit rasa tidak enak, bukannya menolak rezeki namun seminggu ini pula Rafly terus-menerus membawa buah dan makanan-makanan lain yang dulu menjadi favorit anaknya.

"Besok kamu enggak usah bawa-bawa begini lagi ya, Fi. Mama enggak enak sama kamu," ucap Tias, akhirnya kata-kata itu keluar dari mulutnya setelah satu minggu mencoba untuk mengatakannya.

"Enggak apa-apa, Ma. Rafly cuman pengen Nasya cepat sehat dan bisa kayak dulu lagi," jelas Rafly, senyum di wajah tidak pernah luntur selama seminggu ini. Tekadnya benar-benar besar, untuk mendapat maaf dari sang kekasih. Ya, Rafly masih menganggap Nasya sebagai kekasihnya karena ia ataupun Nasya belum memutuskan hubungan.

"Nasya udah enggak bisa kayak dulu lagi, Fi," ujar wanita itu lirih, kenyataan itu membuat Tias merasa sesak di dadanya. Kenyataan bahwa anaknya tidak mungkin kembali seperti dulu lagi, karena pada dasarnya semua yang telah berubah tidak akan kembali seperti dulu lagi.

"Aku mau jelasin semua, Ma." Kalimat yang seminggu ini selalu Rafly lontarkan, lelaki itu tidak bosan-bosannya datang dan menunggu Nasya.

Tias menggeleng pelan, sampai saat ini Nasya masih enggan bertemu dengan Rafly. Luka yang membekas di hatinya membuat ia susah untuk menerima kenyataan dan memaafkan, mungkin saja Nasya sudah memaafkan namun ia tidak ingin lagi berhubungan dengan sumber rasa sakit.

"Ya sudah, Ma. Rafly mau pulang dulu, besok Rafly datang lagi ke sini," ucap lelaki itu, lalu mulai berdiri dan melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan itu.

Tias hanya memandang gamang punggung Rafly yang semakin menjauh dari pandangannya, wanita itu merasa kasihan dengannya namun ia tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Semua keputusan ada di Nasya, Tias tidak bisa memaksa gadis itu untuk mau menerima penjelasan dari Rafly.

****

Geva tersenyum tipis ketika ditanya Damar tentang kedekatannya dengan Dita yang semakin mesra saja. Sejak kejadian itu Geva gencar mengejar gadis galak itu, Dita yang awalnya tampak acuh tak acuh kini mulai mencair.

"Lo beneran suka sama Dita?" Suara Damar terdengar nyaring di telinganya, Geva refleks saja mengangguk dan tersenyum simpul. "Terus Dita?" tanyanya lagi.

"Belum, tapi secepatnya," jawab lelaki itu optimis.

"Lo jadi kemarin pergi bareng dia?"

"Iyah, gue ketemu sama Nasya." Mendengar nama yang tidak asing baginya, Rafly yang baru saja datang langsung mendekat ke tempat mereka.

"Nasya?" Suara Rafly sukses membuat keduanya kaget bukan main, pasalnya lelaki itu tiba-tiba sudah duduk di samping mereka.

"Anjir lo!" umpat Damar.

"Lo ketemu Nasya, Bang?" Rafly menghiraukan umpatan Damar yang ditujukan untuknya, lelaki itu malah balik bertanya pada sang kakak.

"Lo kenal?"

"Kayak namanya pacar gue."

"Namanya Nasya enggak cuman satu di dunia, sempat ada Nasya-Nasya lain di sini," celetuk Damar membuat kakak beradik di depannya ini langsung menoleh padanya.

"Lo punya fotonya?" tanya Rafly tidak menyerah, hal tersebut pun membuat Geva sedikit curiga. Pasalnya untuk apa juga adiknya itu mengetahui sahabat Dita, tidak ada untungnya.

"Kepo banget lo." Lagi-lagi Damar bersuara.

"Halah, diem lo anjing!" Rafly hendak melayangkan pukulannya ke wajah Damar, namun dengan sigap Geva menahan niat adiknya ini.

"Lo kenapa sih, Fi!" bentak Geva, ia masih menahan tubuh Rafly yang hendak maju meninju Damar. Sedangkan calon korbannya hanya diam sambil menyeruput es kopi pesanannya, sama sekali tidak takut dengan ancaman Rafly.

"Maju lo bangsat! Lawan gue!" Rupanya Rafly masih terus mencari celah agar niatnya tersalurkan.

"Enggak ada untungnya gue ladenin lo." Damar dengan enteng menjawab umpatan Rafly sama sekali tidak terpancing emosinya.

Geva menarik paksa tubuh adiknya agar kembali terduduk di atas kursi, Rafly akhirnya menurut namun dadanya naik turun menahan emosi yang membuncah. Entahlah, ia jadi emosian sekali padahal biasanya hal tersebut tidak pernah membuat emosinya memuncak.

"Jadi gimana lo udah jelasin semuanya ke Mamanya?" tanya Damar.

"Gue ...." Geva menggantung ucapannya, ia kini ragu. Semenjak berkenalan dengan Dita ia kini melupakan semua janji yang pernah terlontar di mulutnya, termasuk soal minta maaf dan tanggung jawab. "Gue kayaknya bakal nyerah aja deh, mungkin sekarang dia udah lupa soal kejadian ini dan udah hidup normal lagi kayak dulu," lanjutnya kemudian setelah terdiam cukup lama.

Sebuah pukulan melayang mengenai wajah tampan Geva, lelaki itu refleks memegang wajahnya. Ia menatap sang pelaku dengan tatapan tidak percaya, mengapa tiba-tiba Rafly memukulnya tanpa alasan yang jelas. Geva hanya terdiam, ia shock dengan kejadian yang baru saja terjadi.

"Lo kenapa sih, anjing!" Akhirnya Damar mengumpat, padahal sejak tadi lelaki itulah yang tampak begitu santai. Kejadian ini pun tidak urung dari pandangan orang-orang yang ada di kafe itu, bahkan beberapa orang mengaktifkan ponselnya untuk menvideokan atau sekedar memotret kejadian ini untuk disebarkan ke penduduk desa yang kolot.

"Lo kira semudah itu ngelupain trauma! Lo udah buat hidupnya hancur dan sekarang dengan santainya lo bilang orang itu udah baik-baik saja? Kehidupannya sekarang harus berubah seratus delapan puluh derajat gara-gara orang bejad kayak lo!" jelas Rafly dengan emosi yang membuncah.

"Dia aja udah biasa aja, Fi! Kenapa sih lo emosian banget!" balas Geva balik membentak.

"Dia aja masih trauma, anjing!"

"Sok tahu lo! Emang lo udah tahu cewek itu?"

"Yang lo perkosa itu cewek gue, bangsat!" teriak Rafly, semua pengunjung kini menatap perkelahian mereka. Tidak ada yang berani memisah termasuk Damar yang akhirnya hanya mematung mendengar itu semua.

"Cewek lo?" cicit Geva, menatap tidak percaya pada adiknya. Sedangkan Rafly matanya berkaca-kaca setelah mengatakan itu semua, tangannya mengepal kuat menahan air matanya yang hendak meluruh.

Geva langsung meraih ponselnya, membuka aplikasi galeri dan menunjukkan foto Nasya, cewek yang telah menjadi korban pelecehan yang tidak sengaja ia perbuat. Tidak ada respon apapun dari Rafly setelah melihat foto itu dan keheningan menghampiri keduanya. "Ini enggak mungkin cewek lo, kan?"

Pertanyaan Geva hanya melayang di udara, lelaki itu kira Rafly mungkin telah salah paham padanya. Dan Nasya yang ia maksud berbeda dengan Nasya yang Rafly pikirkan. Namun di luar dugaan, diamnya Rafly ternyata menimbulkan petaka yang lebih besar. Lelaki itu langsung maju dan meraih ponsel di tangan Geva dan tanpa basa basi ia langsung melemparkan benda pintar itu ke tembok kafe.

"Anjing lo!"

*****

Have a nice day ❣️

Agliophobia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang