Mencari bukti

654 24 2
                                    

"Happy Reading"

°°°°°

Selepas pulang sekolah, Rafly langsung menuju kafe Kenangan yang berada tidak jauh dari sekolahnya. Ia datang untuk menepati janji dengan Geva dan Damar yang telah direncanakan sejak kemarin. Hari ini adalah hari di mana ia akan mencari bukti-bukti mengenai korban Geva dan Rafly benar-benar tidak sabar.

"Sorry, Bang. Aku telat," ucap Rafly tidak enak setelah duduk berhadapan dengan dua orang itu.

"Sans, kita juga baru datang," balas Geva. "Jadi kita langsung aja nyari bukti di tempat terakhir lo nemuin gue," lanjut lelaki itu sambil menunjuk Damar.

"Gue terakhir nemuin lo itu di dekat Kompleks perumahan Pelita jaya dan cewek yang gue curigai itu jalan ke arah berlawanan, Jalan Pattimura," jelas Damar secara garis besar. Rafly terdiam ia mulai bergelung dengan pikirannya yang mulai berkecambuk, setahunya perumahan Pelita Jaya itu sangat dekat dengan rumah Alana.

"Ya udah kita langsung ke sana aja, sempat di sekitaran kompleks ada cctv yang bakal mempermudah kita nyari cewek itu." Geva memberi arahan, ia hendak berdiri namun perkataan Rafly menghentikan pergerakannya.

"Tunggu, Bang. Kamu masih ingat kapan kejadian itu?" tanya Rafly.

Geva mengangguk dan berkata,"Malam Senin tanggal dua puluh delapan Agustus lalu."

Damn!!

Rasanya seperti dijatuhi beban berat di kepalanya, Rafly merosot setelah mendengar jawaban Geva. Malam itu adalah malam di mana Nasya mengalami tindak pelecehan, malam yang membuat gadisnya harus merasakan trauma yang berat.

"Emang kenapa lo nanyain itu, Fi?" Geva bertanya balik, setelah melihat ekspresi Rafly yang tampak shock. "Lo tahu sesuatu?"

Rafly menggeleng cepat, ia berusaha menepis semua fakta yang menyatakan secara gamblang bahwa Geva lah pelaku pemerkosaan itu. Ia masih berpegang teguh bahwa cewek itu bukan Nasya, pasti bukan kekasihnya. "Enggak, Bang. Aku enggak tahu apa-apa."

"Ya sudah ayok kita berangkat," ajak Damar lalu ketiganya mengangguk dan menuju kendaraan masing-masing.

Mereka bertiga menaiki motor masing-masing, bak seperti tiga pangeran yang mencari keadilan untuk sang putri. Tujuan mereka memang tidak terlalu jauh dari kafe itu dan syukurlah jalanan yang biasanya penuh dengan kendaraan kini aman dan lenggang. Perjalanan mereka pun semakin cepat untuk menyingkap fakta yang akan merubah segalanya.

Kendaraan roda dua mereka berhenti di pinggir jalan tepat terakhir Damar menemukan Geva yang terbaring tidak berdaya dalam keadaan mabuk berat. Mereka turun dan mulai mengamati keadaan sekitar, mencoba mencari benda yang akan membantu niat baik mereka. Dan yah, di sana. Akhirnya Rafly menemukan benda itu yang menggantung di atasnya, ia dengan segera memberitahu Geva dan Damar.

"Bang Geva, Bang Damar! Aku nemu cctv-nya," pekik lelaki itu yang membuat dua orang di depannya sana langsung menoleh dan mendekat padanya.

"Kita harus hubungin pemilik ruko ini." Mereka mengangguk setuju dengan Damar, untungnya di sana tertempel poster tentang ruko ini yang akan segera dijual lengkap dengan nama dan nomor pemiliknya. Tanpa pikir panjang lagi, jari Geva langsung meluncur bebas mengetik beberapa angkat pada ponselnya.

Tutt ... Tutt ....

Dan akhirnya panggilan itu terhubung, Geva langsung saja menyapa orang di balik telepon, " Halo, selamat siang. Apa ini dengan Ibu Naya sendiri?"

"Iyah, selamat siang. Ini dengan siapa?" Suara perempuan terdengar merdu pada ponsel Geva yang sengaja ia speaker. Rafly dan Damar tampak hikmat mendengar suara itu, dalam hati mereka tidak sabar untuk melihat ulang siaran cctv Minggu lalu.

"Sebelumnya perkenalkan Bu, saya Geva. Saya ingin meminta konfirmasi apakah ruko warna biru tua di dekat komplek perumahan Pelita Jaya itu milik Ibu?"

"Iyah, betul. Ada apa ya?" tanya wanita itu dari seberang sana.

"Cctv yang terpasang di sana masih berfungsi, Bu?" Geva balik bertanya.

"Aduh, maaf, cctv itu sudah rusak dari bulan lalu." Jawaban itu seketika membuat ketiganya menghela napas kecewa, gugur sudah harapan mereka untuk mengungkap fakta yang terjadi. Geva yang awalnya fokus menatap ponselnya kini beralih pada dua orang di depannya, tepat ketika matanya bertemu pandang dengan Rafly. Terlihat lelaki itu menggeleng, tanda untuk Geva segera mematikan panggilan telepon itu, karena pada akhirnya mereka tidak mendapatkan apa-apa dari sana.

"Baik, terimakasih, Bu. Sebelumnya maaf karena telah mengganggu waktunya." Geva segera mematikan telepon itu setelah mendapat balasan dari seberang sana. Mereka akhirnya memilih untuk duduk di bangku panjang di depan ruko itu. Harapan mereka hancur karena hanya cctv itulah yang bisa membantu mereka. Dan sangat disayangkan di sekitar jalan itu hanya satu cctv yang terpasang dan naasnya benda itu telah rusak.

"Sebaiknya kita pulang dulu, besok kita nyari bukti lain lagi. Udah mendung banget, jangan sampe di jalan kita kehujanan," saran Damar.

"Iyah, Bang. Kita pulang dulu, besok kita nyari lagi," tambah Rafly, ia tahu Geva sangat kecewa. Terlihat dari raut wajahnya yang begitu murung setelah panggilan telepon itu terputus. Namun akhirnya lelaki itu setuju untuk pulang, karena sebesar  apapun niatnya ia tidak akan menemui apa-apa di sini.

"Siapapun lo, gue bener-bener minta maaf. Gue harap secepatnya bisa ketemu sama lo," batin Geva berharap, ia menatap bangku panjang itu yang bisa saja menjadi saksi bisu kejadian Minggu lalu.

Ketiganya lalu menaiki motor masing-masing dan menancap gas meninggalkan tempat mereka semula. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang melihat ketiganya meninggalkan ruko itu, ia tersenyum miring dalam hati tertawa keras. Menertawakan mereka yang mencoba mengungkap fakta yang telah ia tutupi dengan rapih.

"Lo kira semudah itu bisa dapetin bukti? Dasar bodoh! Gue heran Sya kenapa lo bisa suka sama cowok bodoh kayak Rafly," desisnya penuh kebencian. "Kalau gue enggak bisa dapetin lo, maka enggak juga dengan Rafly!"

Setelah mengatakan itu ia memasang kembali masker yang ada di tangannya, lalu menutup kupluk hoodienya dan berlalu meninggalkan kompleks itu dengan mobil Jazz hitamnya. Ia benar-benar puas membuat Rafly kelimpungan mencari fakta tentang Nasya, lelaki itu tertawa kecil mengingat bahwa ini semua belum berakhir dan bahkan ini baru awal permainan yang akan segera ia tunjukkan khusus untuk Rafly. Lelaki yang dengan berani merebut cinta pertamanya, Nasya.

  
*****

Have a nice day ❣️

Agliophobia (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang