"Happy Reading"°°°°°
Rafly mendorong pelan pintu rumahnya, ia memutuskan pulang sendiri karena Geva akan menginap di apartemennya. Sebenarnya ia bisa saja memilih untuk tinggal bersama Geva di sana, namun lelaki itu tidak ingin membiarkan bundanya terus bertengkar dengan ayahnya. Setidaknya jika Rafly di sini, ia bisa membantu ketika bundanya butuh bantuan.
Lelaki itu memasuki rumahnya dengan langkah yang bisa dibilang sangat pelan. Matanya langsung tertuju pada guci berwarna putih yang telah pecah tidak berbentuk, pasti orang tuanya baru saja bertengkar. Rafly berlari dan langsung menuju kamar bundanya.
"Bunda, Rafly masuk ya," ucapnya setelah mengetuk beberapa kali pintu kamar wanita itu.
"Iyah."
Rafly masuk dan mendapati bundanya tengah duduk di pinggir ranjangnya, ia mendekat dan langsung memeluk bundanya. "Rafly sayang sama bunda."
Destin mengusap pelan puncak kepala anak semata wayangnya, ia sedih karena terlambat menyadari bahwa anaknya ini kurang kasih sayang akibat dari sikap buruk suaminya yang selalu membeda-bedakan antara Rafly dan Geva.
Rafly melepas pelukannya dan memegang pergelangan tangan Destin yang terluka, ia bisa menebak luka sobek itu berada dari pecahan guci yang ada di bawah. Lelaki itu mencari kotak P3K untuk membalut luka dari sang bunda.
"Rafly obatin ya, Bun." Destin hanya mengangguk, membiarkan anaknya itu membungkus lukanya dengan perban.
"Abangmu belum pulang?" tanya Destin.
"Abang enggak pulang, Bun. Katanya mau nginep di apartemen aja," jelas Rafly, tangannya masih sibuk membalut luka bundanya.
Tidak membutuhkan waktu lama kini tangan Destin sudah terbalut rapi dengan perban, Rafly kemudian menjatuhkan tatapannya pada bundanya. "Bunda istirahat ya, Rafly mau mandi dulu."
"Iyah. Kamu sudah makan?" Rafly mengangguk.
"Sudah, Bun. Bunda?"
"Sudah. Ya sudah sana kamu mandi, udah sore loh," suruh wanita itu, Rafly tersenyum kecil dan mengangguk sebelum akhirnya meninggalkan kamar bundanya.
"Bunda harap kamu bahagia terus, Nak. Bunda sayang banget sama kamu."
****
Rafly memarkirkan motornya di parkiran sekolah, jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas masih ada lima belas menit lagi sebelum bel masuk berbunyi. Lelaki itu memutuskan untuk ke kantin, tadi pagi ia tidak sempat sarapan. Lebih tepatnya sih malas untuk semeja dengan ayahnya, Rafly memilih menghindari lelaki itu daripada harus bertengkar dan memperburuk keadaan.
"Mie ayam satu, Mba," ucap Rafly pada Mba Nunung, pemilik warung mie ayam paling enak di Smansa.
"Oke. Tunggu sebentar ya."
Rafly kemudian mencari tempat yang sedikit sepi, ia memilih menjauh dari keramaian. Rasanya malas jika harus bersosialisasi dengan banyak orang, hanya akan menghabiskan tenaganya saja. Tidak butuh waktu lama mie ayam pesanannya kini sudah siap dinikmati, mie ayam itu diantarkan langsung oleh pembuatnya. "Makasih, Mba."
KAMU SEDANG MEMBACA
Agliophobia (Tamat)
Teen FictionMalam itu menjadi malam kelam, awal dari segala kehancuran yang menghampiri hidup Nasya. Awal dari masalah yang menjadi akar dari segala penderitaan yang tak berujung. °°°° "Lo kira dengan selingkuh sama Angga, gue bakal lepasin lo? Gak akan, camkan...