"Happy Reading"
°°°°°
"PERGI! PERGI KAMU PERGI!"
Rafly tersentak dari tidurnya, ia langsung terbangun dan menghampiri Nasya yang terlihat begitu ketakutan. Lelaki itu seperti mengalami dejavu ketika melihat gadis itu saat ini, ia seperti Nasya yang Rafly lihat ketika baru saja sampai di rumah sakit. Nasya yang begitu histeris ketika melihatnya.
"Nasya, kamu kenapa?" tanya Rafly, ia tadi sempat melirik jam dinding. Kini sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan tiba-tiba Nasya berteriak-teriak histeris.
Rafly memang menyuruh Tias agar pulang, ia tidak tega melihat mamanya harus tidur di sofa untuk menjaga Nasya sepanjang malam. Biarlah kini Rafly yang menjaga gadis itu, lagipula besok hari Minggu jadi ia bisa menemani Nasya tanpa khawatir harus tertinggal pelajaran.
"Pergi kamu pergi! Jangan sentuh aku, pergi!" Nasya masih saja menjerit, ia memeluk lututnya ketakutan.
"Sya, sadar! Aku Rafly! Sadar, Sya!" Mendengar itu, Nasya perlahan mulai tenang. Rafly berucap syukur dalam hati, ia senang akhirnya Nasya sudah sadar kembali. Namun faktanya ternyata salah besar, gadis itu memang sudah tidak berteriak-teriak lagi. Tetapi ia kini memandang Rafly dengan tatapan kosong yang membuat lelaki itu merinding.
Nasya seolah menjadi sosok yang berbeda saat ini, tidak seperti Nasya yang beberapa jam lalu ia temui. Rafly memilih untuk meraih tangan gadis itu, lalu memanggilnya pelan, "Nasya."
Awalnya Nasya tidak merespon panggilan Rafly, sehingga menciptakan suasana hening yang mencekam. Lalu perlahan kesadaran Nasya berangsur-angsur membaik, ia langsung memeluk Rafly dan mulai menangis lagi.
"Aku takut, kamu jangan pergi. Aku takut, Fi," rintihnya, bulir bening membasahi wajahnya. Tubuh gadis itu gemetaran ketika memeluk Rafly.
"Iyah, Sayang. Sudah ya, semua akan baik-baik aja. Aku di sini." Rafly mengelus rambut Nasya dengan lembut sambil mengucapkan hal tersebut. Nasya sungguh beruntung bisa mendapatkan lelaki sebaik Rafly, lelaki yang tidak pernah membiarkannya merasakan rasa sakit.
Nasya memang memiliki fobia yang sedikit aneh, ia mengidap agliophobia. Agliophobia adalah gangguan kecemasan, secara khusus itu terdiri dari salah satu dari banyak jenis fobia spesifik. Fobia spesifik, sekelompok gangguan yang ditandai dengan adanya kecemasan klinis yang signifikan dalam menanggapi paparan situasi tertentu atau objek yang ditakuti.
Dalam kasus agliophobia, unsur yang ditakuti adalah rasa sakit, sehingga gangguan ini didefinisikan sebagai ketakutan fobia terhadap unsur-unsur yang menyakitkan. Nasya selalu mencoba untuk menghindari segala kegiatan yang memungkinkan dirinya mengalami hal yang menyebabkan kesakitan.
Awalnya Rafly terkejut mendengar tentang phobia Nasya yang sangat jarang terjadi, apalagi gadis itu pun terlihat seperti baik-baik saja. Namun faktanya Nasya memiliki segala kesakitan yang selalu ia pendam sendiri.
Lelaki itu pun baru menyadari mengapa Nasya hanya memiliki teman Alana saja, rupanya gadis itu menghindari berkomunikasi dengan orang lain yang ditakutkan perkataan mereka akan menyakiti hatinya. Suatu keajaiban ketika Nasya menerima Rafly, bahkan dulu Alana sempat bertanya berkali-kali pada gadis itu untuk benar-benar meyakinkan apakah keputusan Nasya tersebut diambil dalam keadaan sadar.
Dan semenjak kedekatan mereka, phobia Nasya berangsur-angsur membaik. Ia sudah mulai berani bersosialisasi dengan banyak orang, Rafly sering mengatakan bahwa tidak semua orang akan menyakitinya. Namun semenjak kejadian malam itu, Rafly tidak yakin apakah Nasya masih bisa meyakini ucapan lelaki itu atau malah ia phobianya akan semakin memburuk.
Keheningan menghampiri ruangan itu, Rafly masih terus mengelus pelan rambut kekasihnya. Tubuh Nasya yang awalnya gemetaran hebat kini mulai tenang, bahkan kini suara dengkuran halus mulai terdengar yang artinya Nasya telah masuk ke alam mimpinya.
Perlahan Rafly mulai meletakkan kepala Nasya ke atas bantal yang sebelumnya telah ia tata senyaman mungkin. Lelaki itu kemudian memutuskan untuk naik di ranjang Nasya, membawa gadis itu di pelukannya.
Keduanya kini terlelap, dengan tangan Rafly yang melingkar di badan Nasya. Sedangkan gadis itu tampak begitu nyaman tidur di samping Rafly.
*****
Keesokan harinya Nasya terbangun, betapa kagetnya dia ketika matanya menangkap pemandangan yang sangat jarang ia lihat. Nasya merasakan napas Rafly yang menerpa wajahnya, aroma lelaki itu begitu khas. Wangi maskulin yang selalu menjadi favoritnya.
Samar-samar bibir itu tersenyum, Rafly memang begitu sempurna. Sampai-sampai rasanya Nasya tidak pantas bersama lelaki itu, sakit ketika melihat kenyataan bahwa sulit untuk keduanya bisa bersatu. Di satu sisi Nasya sangat ingin Rafly selalu di sampingnya, menjaga dan menjadi teman hidupnya. Namun di sisi lain, Nasya tidak mau egois sampai-sampai ingin merebut lelaki itu dari Tuhannya.
Saat asyik menikmati wajah tampan itu, tiba-tiba mata yang tadinya tertutup kini perlahan terbuka. Melihat itu refleks Nasya mengerjabkan matanya lalu menoleh ke arah lain.
"Aku ganteng, ya?" Nasya blushing, pipinya memerah layaknya sebuah tomat yang matang. Akibat dari ucapan sederhana yang keluar dari mulut Rafly. "Kok enggak di lihatin lagi?"
"Ihh, kamu apaan, sih!" ucap Nasya, ia yang awalnya hanya melihat ke arah lain kini memalingkan badannya. Membelakangi Rafly yang terkikik melihat tingkah kekasihnya itu.
"Sorry-sorry, udah jangan marah. Hadap sini lagi, dong," pinta lelaki itu, perlahan Nasya mulai membalikkan badannya. Kembali ke posisi semula yang menghadap Rafly, ketika kata mereka bertemu Nasya tersenyum. Lelaki ini terlalu baik untuk Nasya yang masih banyak kurangnya, Tuhan seolah terlalu pemurah memberikan seseorang seperti Rafly di hidup Nasya.
"Makasih, Fi. Udah mau nemanin aku." Mendengar itu Rafly semakin melebarkan senyumnya, seharusnya ia yang berterima kasih pada Nasya. Karena gadis itu sudah mau mengizinkan dirinya untuk masuk ke dalam dunia gadis itu.
"Aku yang seharusnya bilang kayak gitu," ujar Rafly, ia menyelipkan rambut-rambut kecil yang menutupi wajah gadis itu. Nasya memang tidak secantik gadis-gadis lain di luar sana, namun hanya Nasya yang bisa mengerti pada setiap keadaan yang Rafly rasakan. Gadis itu selalu bisa menjadi support sistem terbaik untuk Rafly ketika dirinya sedang berada di fase terbawah dalam hidupnya.
Nasya memeluk tubuh Rafly erat, lalu berkata, "Jangan tinggalin aku, Fi. Aku sayang sama kamu."
*****
Have a nice day ❣️
KAMU SEDANG MEMBACA
Agliophobia (Tamat)
Teen FictionMalam itu menjadi malam kelam, awal dari segala kehancuran yang menghampiri hidup Nasya. Awal dari masalah yang menjadi akar dari segala penderitaan yang tak berujung. °°°° "Lo kira dengan selingkuh sama Angga, gue bakal lepasin lo? Gak akan, camkan...