"Happy Reading"°°°°
Tias merasakan sesak di dada melihat keadaan anaknya saat ini, feeling-nya mengatakan hal buruk telah terjadi. Bibirnya kembali bersuara, mencoba mengulik fakta. "Cerita sama Mama, Nak. Siapa yang buat kamu kayak gini?" Akhirnya bulir bening itu jatuh dari pelupuk matanya. "Mama enggak bisa lihat kamu kayak gini."
"Nasya takut, Ma." Akhirnya Nasya mulai mengatakan sesuatu, meskipun itu tidak menjawab pertanyaan yang ada di kepala Tias.
"Nasya enggak usah takut, ada mama di sini," jelas wanita paruh baya itu kepada anaknya, ia semakin mengeratkan pelukannya menyalurkan rasa aman pada Nasya.
"Orang itu jahat, Ma," ujar Nasya sambil terisak, jelas tergambar raut ketakutan di wajahnya. Tias menangis, ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi namun rasa sakit timbul di hatinya melihat keadaan anaknya yang begitu kacau.
"Siapa, sayangku? Siapa yang berani jahatin kamu, ayok cerita sama Mama," bujuknya agar Nasya mau menjelaskan kejadian sebenarnya.
"A-aku D-diperkosa, Ma," ucapnya terbata-bata.
Deg!
Mata Tias memburam, ucapan Nasya benar-benar membuat sesak setengah mati. Rasanya ia seperti dipukul palu tepat di dadanya, Tias berharap ia salah dengar namun netra hitam itu menyorot trauma yang mendalam saat mengatakan hal tersebut.
"SIAPA? SIAPA YANG PERKOSA KAMU, NAK? JAWAB MAMA!" desak Tias, ia mencengkram kuat pundak Nasya tanpa sebab. Mendesak agak gadis itu mengatakan pelakunya.
"Nasya enggak tau, Ma. Nasya enggak kenal dia," jelasnya semakin lirih.
Tias kembali memeluk tubuh ringkih anaknya, tak seharusnya ia membentak gadis itu. Nasya pasti sangat syok dengan apa yang ia alami, apalagi ini bukan sepenuhnya salah anaknya. Dirinya pasti tak pernah menyangka akan menjadi korban pemerkosaan oleh bajingan itu.
"Maafin Mama, nak. Mama enggak bisa jaga kamu, Mama gagal jadi pelindung kamu. Maafin Mama," tutur Tias, merasa bersalah telah membentak Nasya.
Gadis itu hanya diam, tak membalas ucapan mamanya. Lagi-lagi menangis menjadi cara Nasya menguak rasa kecewa dan sakit hatinya. Dalam diam Tias terus memeluk erat tubuh Nasya, mencoba memberi rasa aman dan nyaman.
Memang ada baiknya Tias tidak bersikap begitu pada anaknya, harusnya sejak awal Tias menyadari di sini Nasya lah yang menjadi korban dan harus menanggung beban pikiran yang terus bercabang. Gadis itu pasti masih sangat terkejut dengan apa yang ia alami, namun jujur saja hati Tias bersua sakit seolah merasakan apa yang dirasakan anaknya.
****
Sudah lima menit bel berlalu dan Alana masih berada di dalam angkot yang berjalan menuju sekolahnya, dalam hati ia benar-benar meruntuki kebodohannya. Sudah tahu hari ini jadwal Bu Rini, namun dengan santainya ia datang terlambat. "Ini angkot jalannya kenapa kayak siput, sih! Udah lewat lima menit, pasti dapat alpa lagi," batinnya misuh-misuh.
Beberapa kali gadis itu melirik jam tangannya, rasanya kini waktu berjalan begitu cepat namun angkot yang ia naiki justru berjalan begitu lambat. "Bang, bisa cepetan dikit? Udah telat banget, nih."
"Sabar atuh, Neng. Saya mah tetap mematuhi peraturan perangkotan, untuk tetap mengutamakan keselamatan penumpang," jelas supir angkot itu dengan logat sundanya.
"Tapi, Mang. Ini terlambat loh," protes Alana, ia mengangkat tangan lalu menunjuk jam tangan di lengannya.
"Ya udah deh, hari ini saya bakal ngikutin kata, Neng." Supir itu langsung menginjak pedal gas, Alana hampir saya terjungkal ke belakang untung saja tangannya cekatan mencari pegangan.
"Hati-hati dong, Mang!" tegur Alana, untung saja saat itu hanya dia dan supir yang ada di dalam angkot jadi rasa malu Alana tidak terlalu besar. Tak lama kemudian akhirnya Alana sampai di tempat ia menimba ilmu, gadis itu buru-buru merogoh kantong roknya untuk mengeluarkan uang bayaran.
"Lain kali berangkat pagi-pagi, Neng. Jadi besok-besok saya enggak usah ngelanggar aturan," ucap supir angkot itu sedikit ngegas, Alana hanya mengangguk seadanya dan tidak terlalu menanggapi ucapan orang itu. Ia saat ini harus buru-buru masuk ke kelas, dalam hati kecilnya ia berharap Bu Rini saat ini sedang mules-mules sehingga terlambat masuk ke kelas.
Baru saja masuk di depan gerbang, langkahnya dihentikan satpam sekolah. "Berhenti-berhenti!"
"Aduh, kenapa lagi sih, Pak. Saya udah telat banget, nih," jelas Alana.
"Sini-sini saya catat dulu nama kamu," ajak Satpam bernama Anto itu, ia mengajak Alana ke posnya untuk dicatat sebagai siswa terlambat.
"Janji cuman dicatat aja loh, Pak. Jangan dihukum juga," pinta Alana, gerak tubuhnya begitu gelisah saat ini.
"Iyah-iyah, cepet siapa nama kamu? Katanya tadi pengen cepet ke kelas."
"Alana Salsabila Putri, kelas dua belas MIPA satu," ucap gadis itu, ia hendak saja melenggang pergi sebelum ucapan satpam itu kembali menghentikan langkahnya.
"Hukumannya saya tunda, jadi jam istirahat pertama kamu kembali ke sini," suruh Pak Anto, Alana lagi-lagi hanya mengangguk dan berlari meninggalkan pria paruh baya itu yang hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah murid zaman sekarang.
"Bocah zaman saiki kakean polah (anak zaman sekarang banyak tingkahnya)," gumam Pak Anto dengan logat khasnya.
Setelah berlari-lari di sepanjang koridor akhirnya ia sampai di depan kelasnya, hawa dari luar tampak sangat mencekam. Tampaknya kini Bu Rini sudah ada di dalam, suasana di kelasnya seketika menjadi gelap dan horor. Alana memilih jalan aman saja, ia lebih baik tidak usah masuk saja daripada mendapat siraman rohani dari guru killer itu.
Gadis itu berjalan santai ke kantin, melewati kelas-kelas teman-temannya yang sedang belajar. Sampai di tempat tujuannya, Alana langsung mengeluarkan ponselnya. Ia berniat menghubungi Nasya yang sejak tadi malam belum ada kabarnya.
Nasyaakuhh🦖
Terakhir aktif kemarin pukul 21.45P
P
Nasya, kamu di mana?
Aku terlambat jam pelajarannya Bu Rini, daripada kena marah mending aku bolos di kantin.
Alana menunggu beberapa menit, namun tak kunjung mendapat balasan dari sahabatnya itu. Nasya terakhir aktif kemarin saat pulang dari rumahnya, setelah itu ia belum aktif sampai pagi ini. Tak seperti biasanya, Nasya adalah manusia-manusia yang harus on WhatsApp di pagi hari untuk membalas pesan-pesan dari para penggemarnya."Enggak biasanya Nasya enggak aktif, apa lagi ada masalah sama Rafly, makanya dia males aktif?" batin Alana, ia memilih memesan bubur ayam untuk mengisi perutnya yang sejak tadi keroncongan.
****
Have a nice day ❣️
KAMU SEDANG MEMBACA
Agliophobia (Tamat)
Teen FictionMalam itu menjadi malam kelam, awal dari segala kehancuran yang menghampiri hidup Nasya. Awal dari masalah yang menjadi akar dari segala penderitaan yang tak berujung. °°°° "Lo kira dengan selingkuh sama Angga, gue bakal lepasin lo? Gak akan, camkan...