"Happy Reading"°°°°°
Nasya berdiri menunggu ojek onlinenya, ia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu karena sang Mama telah menelpon dirinya. Sudah lima menit berlalu namun tukang ojek itu belum juga sampai di tempatnya, Dita sebenarnya tadi berniat untuk mengantarkannya namun karena tidak enak Nasya menolaknya dengan halus.
Gadis itu menatap ponselnya gelisah, mamanya tadi mengabari bahwa asmanya sedang kambuh. "Aduh, ojeknya mana, sih!"
Nasya memilih berjalan di pinggir jalan, ia berharap ada taksi yang bisa mengantarkannya pulang dengan segera. Perasaannya benar-benar tidak enak mengenai mamanya, ia harus segera kembali ke rumah. Matanya berbinar ketika melihat dari kejauhan sebuah taksi berjalan menuju tempatnya berdiri, gadis itu melambaikan tangannya isyarat agar supir taksi berhenti.
Taksi berhenti tempat di samping gadis itu berdiri, ia tersenyum dan hendak masuk. Namun tiba-tiba seseorang menyenggol lengannya dengan keras, sampai-sampai ia terdorong ke samping dan terjatuh. "Aduh, maaf, Mba," ucap lelaki itu.
"Iyah, Mas. Enggak apa-apa, kok." Nasya mengatakan hal tersebut dengan tulus, pandangannya terangkat dan sungguh terkejut gadis itu melihat lelaki di depannya.
Sontak saja matanya berkaca-kaca, tangannya gemetaran hebat dan gadis itu ketakutan luar biasa. Wajah lelaki ini tidak asing bagi Nasya, bahkan lelaki ini adalah sumber dari segala trauma yang ia dapat.
"PERGI!" Nasya menjerit histeris dengan tangisnya yang mulai banjir, hal tersebut tentunya membuat atensi beberapa orang mulai tertuju padanya, bahkan supir taksi tadi sampai keluar melihat apa yang telah terjadi pada penumpangnya itu.
"Kenapa, Mba?" tanya lelaki itu bingung. Ia hendak menyentuh lengan Nasya, mencoba membantu gadis itu untuk berdiri. Namun dengan segera Nasya menepis kasar tangan lelaki itu.
"PERGI! PERGI! PERGI!" Teriakan Nasya semakin menjadi, ia terduduk sambil menutup matanya. Orang-orang yang melihat itu bingung, apa yang telah diperbuat lelaki itu sampai membuat gadis di depannya menangis ketakutan.
"Mas, anak orang diapain?" tanya sang supir.
"Saya enggak sengaja nyenggol bahunya, Pak. Beneran saya enggak ngapain-ngapain dia," jelasnya pada sang supir.
Dita dan Zahrah yang tidak sengaja melihat sang sahabat menangis histeris langsung berlari ke arah gadis itu. Niat awalnya yang ingin menemani Zahrah membeli kuota terurung setelah melihat keadaan Nasya. "Sya, kamu kenapa?" tanya Dita, ia ikut berjongkok di depan gadis itu.
Zahrah benar-benar kaget melihat keadaan Nasya, selama berteman dengan gadis itu ia sama sekali belum pernah melihat Nasya sekacau ini. Nasya yang ramah dan menyenangkan seolah sirna diganti dengan Nasya yang menyeramkan.
"Lo apain temen gue bangsat!" Dita berdiri, menarik kerah lelaki di depannya, jujur saya hal tersebut membuat orang-orang di sekitar mereka terkejut. Dita memang lulusan taekwondo jadi melawan lelaki ini bukan perkara sulit baginya.
"Beneran gue enggak apa-apa dia," jelasnya menyangkal semua pemikiran orang-orang.
"Pokoknya lo harus tanggung jawab! Siapa nama lo!"
"Gue Geva! Gue bakal tanggung jawab, tapi kartu ATM gue di apartemen," ucap Geva ia memberikan kartu nama dan KTP-nya pada gadis di depannya ini. Geva akui gadis ini bermental baja, selain cantik ia juga pemberani dan anti mainstream tentunya.
Zahra membopong tubuh Nasya yang lemas dibantu dengan Bila dan Aura, keduanya datang ketika Dita sibuk beradu argumentasi dengan lelaki yang menjadi penyebab ini semua. Mereka bertiga membiarkan saja Dita melakukan hal itu, karena memang di antara mereka hanya Dita lah yang paling berani.
"KTP lo gue ambil! Ini sebagai jaminan, kalau sampe temen gue kenapa-kenapa gue enggak akan segan-segan bawa lo ke jalur hukum!" Dita mengatakan itu dengan lantang, setelahnya ia langsung masuk ke dalam taksi yang sudah siap membawa Nasya ke rumah sakit.
Di sepanjang perjalanan Nasya menangis, Bila tampak menenangkan gadis itu namun usahanya tampak sia-sia. "Dita, coba lo kabarin Tante Tias," suruh Aura seraya menyerahkan ponsel Nasya.
Dita langsung mengambil benda pipih itu, mengetik beberapa huruf dan langsung menemukan kontak Tias di sana. Ia tanpa menunggu lama-lama langsung memencet tombol hijau, menunggu orang di balik sana menjawab panggilan teleponnya.
"Halo, assalamualaikum, Tante. Ini Dita," ucap Dita ketika panggilan teleponnya terhubung.
"Walaikumussalam. Kenapa, Dit? Kok kamu nelpon pake handphonenya Nasya?"
"Tante, Nasya sakit. Ini aku lagi bawa dia ke rumah sakit," jelas gadis itu, nada suaranya terdengar gugup dan takut apalagi setelah melihat Nasya yang saat itu benar-benar kacau.
"Astagfirullah, sekarang gimana keadaannya? Kamu bawa Nasya di rumah sakit mana?" Di seberang sana Tias panik, Nasya tidak pernah sakit lagi setelah pindah sekolah dan ini adalah pertama kalinya.
"Rumah sakit bakti sejahtera, Tante. Soalnya itu rumah sakit paling dekat dari sini, aku lagi di taksi dikit lagi udah hampir sampai." Dita menoleh ke belakang, ia melihat ketika temannya yang tengah menenangkan Nasya yang masih terus-terusan menangis dan histeris. Ia memang duduk di depan, karena dirinya paling terakhir masuk ke mobil.
"Oke. Tante siap-siap dan langsung ke sana, nanti Tante telepon lagi kalau udah sampai di sana," ujar Tias.
"Iyah, hati-hati, Tante." Panggilan itu pun terputus dan tidak lama mereka telah sampai di rumah sakit yang Dita jelaskan tadi, ia dan supir taksi tadi langsung memanggil para medis untuk mengambil brankar dan membantu Nasya untuk dipindahkan di sana.
*****
"Geva lo ngapain bengong di situ?" tanya Damar.
"Hah? Enggak." Damar mengernyit, ia melihat teman baiknya ini dari atas sampai bawah.
"Lo kenapa dah?"
"Tadi ada cewek yang histeris lihat gue," jawab Geva.
"Kok bisa? Lu apain?"
"Gue enggak apa-apain, tapi tadi enggak sengaja kesenggol terus dia natap gue dan teriak-teriak sambil nangis," jelas lelaki itu, Damar mendengarkan penjelasan Geva dengan seksama. Entah mengapa tiba-tiba ia terpikirkan gadis yang mereka cari beberapa bulan ini.
"Jangan-jangan itu cewek yang sama." Geva menatap wajah Damar, mulanya ia hanya diam tidak mengerti namun lama-kelamaan ia mulai mengerti ucapan sahabatnya itu.
"Bisa jadi! Temennya pasti ngabarin, karena KTP gue diambil sebagai jaminan," ucap Geva.
"Kita tunggu info dulu, semoga dia cewek yang kita cari." Geva mengangguk setuju, semoga apa yang dikatakan Damar itu benar adanya. Ia sangat berharap bisa mendapat titik terang dari semua ini, Geva ingin meminta maaf dan bahkan ia akan bertanggung jawab pada gadis itu.
"Gue harap, lo orang yang gue cari selama ini."
*****
Have a nice day ❣️
KAMU SEDANG MEMBACA
Agliophobia (Tamat)
Teen FictionMalam itu menjadi malam kelam, awal dari segala kehancuran yang menghampiri hidup Nasya. Awal dari masalah yang menjadi akar dari segala penderitaan yang tak berujung. °°°° "Lo kira dengan selingkuh sama Angga, gue bakal lepasin lo? Gak akan, camkan...