05. cahaya

3.3K 427 241
                                    


"Uncle GemGem!"

Gempa baru sampai di rumahnya, namun, kali ini bukan istrinya yang menyambut. Melainkan bocah lelaki berumur enam tahun dengan mata silvernya yang bulat.

"Eh, Cahaya. Mulai hari ini sampe minggu depan tinggal di sini, ya?"

Cahaya; bocah kecil itu mengangguk, ia menarik tangan Gempa masuk ke dalam rumah dengan semangat. Cahaya dititipkan ke Gempa selama seminggu.

Itu karena Solar, Taufan, dan Ice dinas membawa istri masing-masing. Tapi Solar tak bisa membawa Cahaya ikut, makanya, [Name] menawarkan diri untuk menjaga Cahaya selama seminggu.

"Ayaaa, mandi dulu, yuk?" [Name] menghampiri kedua laki-laki yang masih ada di depan pintu, sebelum benar-benar menggandeng tangan Cahaya, dirinya salim dulu pada sang suami, lalu menggendong Cahaya untuk pergi mandi.

Cahaya bilang, dia mau mandi kalo Gempa sudah pulang.

"Aya maunya mandi cendili, Aya nda mau dimandiin." Bocah berumur enam tahun itu sedikit memberontak di gendongan [Name], membuat [Name] kesusahan menjaga keseimbangan tubuhnya.

"Ets, ets! Cahaya, jangan gitu. Aunty nanti bisa jatuh, loh. Coba ngomong baik-baik sama Aunty [Name]."

Cahaya memanyunkan bibirnya, dia kembali tenang di gendongan [Name] setelah dinasihati pamannya itu. Matanya yang bulat menatap [Name],

"Auntiie! Boleh tolong tulunin Aya? Aya mau mandi cendili, Aya bica! Kata Papa, Aya halus beldikali."

Waduh, Solarr waduh.

Gempa sweatdrop mendengarnya.

Gempa kira saudara-saudaranya tak akan pakai kata menyebalkan itu untuk mendidik anak-anak mereka, nyatanya Solar masih pakai kata itu pada Cahaya.

Mungkin balas dendam, kali, ya?

"Yasudah, hati-hati ya. Lantai kamar mandi itu licin, Aya."

Cahaya mengangguk, dia mengambil handuk yang dia bawa dari rumahnya. Lalu segera masuk ke kamar mandi di dahului oleh kaki kanannya, oh, tak lupa dirinya membaca doa.

Melihat Cahaya sudah masuk kamar mandi, Gempa langsung memeluk istrinya. Memberi banyak kecupan padanya sembari mengelus perut yang saat ini terisi sebuah bayi kecil.

"Gempa, sambil nunggu Aya, kamu mau makan dulu aja, gak? Makan malem udah siap, kita bisa makan duluan, nanti aku suapin Aya di ruang tengah."

Suaminya itu mengangguk. Dia segera melepaskan pelukan mereka lalu pergi ke meja makan untuk menyantap makan malam.

Keduanya makan dengan tenang, sebelum akhirnya [Name] sadar jikalau Cahaya belum keluar dari kamar mandi. Padahal sudah setengah jam lebih waktu berlalu.

Akhirnya, [Name] pergi ke kamar mandi Cahaya, dia mengetuknya pelan sebelum masuk ke dalam kamar mandi Cahaya.

"Cahaya, Aunty masuk, ya—"

[Name] dikejutkan oleh Cahaya yang berjinjit di atas bathtub dengan wajah ingin menangis. Tangannya tak mampu meraih botol sabun yang ada di atas rak, karena raknya terlalu tinggi untuk Cahaya.

"A-Aunty ... Aya ndak bica ambil cabunnya, huwaaa!"

Astaga, ternyata lama-lama di kamar mandi karena tak bisa mengambil sabun. Eh, berarti dari tadi Cahaya belum mandi, dong?

[Name] menepuk jidatnya, dia mengambilkan sabun juga sampo yang ada di rak kamar mandi, lalu memberikannya pada Cahaya yang masih menahan tangisannya.

"Kenapa gak panggil Aunty dari tadi, Aya?"

pengganti; b. gempa [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang