Tiga anak kecil itu melangkah pelan-pelan memasuki kamar orang tua mereka. Tangan mereka sudah penuh dengan spidol berwarna merah, biru, kuning. Sip, udah jadi In*omaret.Di sana, ada seorang pria dengan surai coklat tengah tertidur pulas di jam delapan pagi, ini. Tak seperti biasanya memang. Tapi kali ini dia benar-benar lelah, apalagi tadi malam dirinya pulang sekitar jam sebelas sampai dua belas malam.
Tiga anak kecil itu menaiki ranjang orang tua mereka dari masing-masing sisi. Ada yang dari sisi kanan, ada yang dari sisi kiri, dan ada yang dari sisi depan.
Tutup spidol mereka buka, segera mereka mencoret-coret wajah pria itu; yang merupakan ayah mereka.
Ini ajaran dari salah satu paman mereka.
Gambar ayam, kuda, awan, padi, gunung, dan coret-coretan tak jelas lainnya sudah tergambar jelas di wajah sang ayah.
Tampak mereka puas dengan hasilnya.
Setelah selesai, mereka mencoba turun seperti cara sebelumnya, pelan-pelan.
Tapi, baru saja bergerak satu langkah, tiba-tiba pria yang habis dicoreti wajahnya terbangun dan mengejutkan mereka.
"BAAA!"
"UWAAAH! AYAH!"
Ingin mereka melarikan diri, namun, hal itu tak sempat. Ayah mereka sudah lebih dahulu menangkap ketiganya.
"Astaga ... kalian usil banget."
"Aaayaaah! Lepasin." Si anak kedua mencoba melepaskan diri dari pelukan erat ayahnya. Tapi hasilnya nihil, karena tenaga ayahnya lebih kuat daripada dirinya. Padahal ayahnya itu baru bangun tidur.
"Muka Ayah geli pas kalian coret, tau."
Rupanya si ayah sudah bangun daritadi, guys.
"Iiih, ini idenya Kak Nanat! Kita cuma ikut-ikutan Kak Nanat, lepasin dong, Yah. Harusnya yang Ayah ceramahin itu Kak Nanat!"
Si anak ketiga mencoba membela diri, sedangkan si anak pertama, mendelik pada kedua adiknya itu. Bisa-bisanya mereka tega mengorbankan dirinya.
"Ayah gak tanya siapa yang punya ide. Ayah mau tanyanya, kenapa kalian bisa kepikiran coret-coret muka Ayah?"
Kedua anak lelaki itu menunjuk si kakak perempuan mereka secara bersamaan.
"Bukan kita, tapi dia!"
Aduh, pagi-pagi sudah disuruh ngomelin anak.
"Nanat ...."
Perempuan kecil itu sedikit gelagapan, ia coba sekali lagi untuk lari dari ayahnya, namun si ayah malah semakin mengeratkan dekapannya.
"Aaayah! Nanat cuma ngabulin permintaan Om Aze sama Om Upan. Katanya dulu mereka pengen banget coret-coret muka Ayah, tapi gak kesampean. Akhirnya Nanat wujudin mimpi mereka itu."
Jika adiknya saja bisa mengorbankan dirinya, berarti dia bisa mengorbankan para pamannya, kan?
Natha nama aslinya. Tapi kebanyakan orang memanggil dirinya Nanat. Gara-gara Nata de Co*o. Kenapa ada 'Nat' nya? Ya, itu. Dari coconut, atau dibaca kokonat.
Bukan dari situ juga si, lebih dari Blaze yang bilang namanya mirip merk jeli kelapa. (?)
Gempa; si ayah, hanya menggelengkan kepalanya, dia melepaskan anak-anaknya dari pelukan eratnya, lalu segera berdiri untuk mandi dan bersiap ke bawah.
"Kalian berdua udah mandi?" tanya Gempa pada dua bocah laki-laki yang terlihat masih memakai piyama tidur. Tak seperti kakak mereka, sudah rapi, wangi lagi.
Dua bocah itu menggeleng, "kan ini hari minggu, gapapa dong kita mandinya siang."
"Siapa yang bilang gitu?"
"Bunda!"
Astaga ....
Gempa langsung menggandeng kedua anak laki-lakinya. Dia bawa ke dalam kamar mandi dan dia bantu untuk buka baju.
"Kak Nanat, tolong bawain handuknya adek-adekmu, ya."
"Siap, Yah!"
Setelahnya, Nanat langsung pergi ke bawah untuk mengambil dua handuk berwarna putih dan abu milih adiknya.
________
Semuanya sudah rapi, kini Gempa dan kedua anaknya turun ke bawah untuk memakan sarapan mereka. Tentu, buatan si bunda.
"Cuci tangan dulu, yuk? Biar pas makan tangannya bersih." Ajak Gempa.
"Gak mau, Yah. Bunda aja gak cuci tangan!"
Emang, ya, [Name].
[Name] yang dituduh seperti itu oleh ketiga anaknya langsung melotot, "Bunda cuci tangan, ya. Kalian aja yang gak liat!"
"Kata Om Solar, jangan percaya omongan Bunda."
Aduh, Solar lagi.
"Loh, kapan Om kalian ngomong gitu?"
Dari tiga anak itu, keduanya menggeleng,
"Om Solar bukan Om kita, tapi Om-nya dia!"
Nanat menunjuk si anak ketiga, sedangkan yang ditunjuk itu menampilkan ekspresi bingung dan bertanya,
"Loh, kok aku?"
"Kan kamu ngefans banget sama Om Solar."
"Memangnya kamu engga?"
"Enggak. Panutanku Om Aze."
"Ih, gak level. Panutanku, dong; Om Halin!"
Gak ada yang jadiin Gempa panutan, gitu? Itu orangnya udah mojok gara-gara anaknya lebih milih saudara-saudaranya dibanding dirinya yang merupakan ayah kandung mereka.
"Kalo Bunda, panutannya siapa?"
"Huh?"
Ketiga anak itu mengedipkan matanya, terlihat mereka sangat penasaran dengan jawaban bundanya itu.
"Eum ... sini, deketan."
Lantas, mereka dengan cepat mendekat ke arah sang bunda, bunda mereka juga ikut mendekatkan wajahnya pada kuping mereka.
"Panutan Bunda tuh, Ayah kalian. Ssht, jangan kasih tau Ayah." Bisiknya.
Ketiganya mengangguk paham, mereka langsung duduk di kursi meja makan sambil menatap ayah mereka yang masih mojok.
Tiba-tiba, ada yang nyeletuk.
"AYAAAH, KATA BUNDA, AYAH ITU PANUTAN BUNDAAA!"
"HEEEH KAMU, YA, NANAT! BUNDA KAN UDAH BILANG BUAT TUTUP MULUT."
Langsung, Gempa menjauh dari pojokan dan menghampiri istrinya.
"Emang cuma Bunda kalian doang yang sayang Ayah."
"Ih, alay, lebay."
Ini si anak kedua, kebanyakan gaul sama Halilintar jadi gini, nih.
_______
END.
HAHAHAA, anaknya gempa berbagai macam ya sifatnya 😔
Nanat apalagi, udah nakal, makin nakal karena panutannya itu Blaze.
Huhuu, makasi banyak kalian yang udah baca dari awal sampe akhir! Aku minta maaf kalo misal ada salah kata atau gimana, atau kalo ada yang gaje/gak jelas gitu.
Sekali lagi, makasih banyak! See u di book solar, ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
pengganti; b. gempa [√]
Fanfiction❛❛BoBoiBoy Gempa x Reader❜❜ 𝘚𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶, 𝘯𝘪𝘢𝘵 𝘎𝘦𝘮𝘱𝘢 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘪 𝘥𝘪 𝘮𝘢𝘴𝘫𝘪𝘥 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘶𝘴𝘵𝘢𝘥𝘻 𝘧𝘢𝘷𝘰𝘳𝘪𝘵𝘯𝘺𝘢. 𝘕𝘢𝘮𝘶𝘯, 𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢 𝘦𝘴𝘰𝘬 𝘩𝘢𝘳𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘩 𝘮𝘦�...