04. pasien

3.2K 416 82
                                    


Sudah tiga minggu sejak kejadian itu, kedekatan mereka juga bertambah. Tapi, [Name] tetap saja masih was-was kalau suaminya ini merebahkan diri di ranjang.

Gak bermaksud, cuman jaga-jaga aja, kok.

Hubungan mereka yang dulunya agak canggung juga sudah hilang, keduanya benar-benar menjadi pasutri pada umumnya. Awalnya memang mereka berpikir akan sulit untuk terbuka dan dekat, tapi syukur mereka bisa mengatasinya.

Saat ini, di rumah sakit, Gempa sedang bekerja, mengecek keadaan pasiennya yang memiliki keluhan sering muntah-muntah, tak enak badan, pusing.

"... kenapa Anda langsung ke rumah sakit, tidak bicara dengan suami Anda dahulu?"

"Maaf, Gem! Aku ragu mau ngasih tau kamu ... jadi aku ke rumah sakit diem-diem, tapi aku gak nyangka kalo yang ngecek itu kamu."

Gempa, Dokter yang sedang mengecek kondisi sang pasien; [Name], menghela napas panjang.

Rasanya aneh sekali, bertemu istrinya yang saat ini berposisi sebagai pasiennya.

Awikwok banget gitu gak, sih? 😔 istriku adalah pasienku.

"Kamu ini, lain kali kalo emang ngerasa gak enak badan atau gimana bilang aja."

Gempa menatap khawatir istrinya yang masih menundukkan wajah merasa bersalah, dia itu sebenarnya juga ikut merasa bersalah, loh. Karena akhir-akhir ini terlalu sibuk di rumah sakit sampai tak peka dengan kondisi [Name].

Mana Gempa yang katanya peka? /heh

"Maaf, Gem."

"Gapapa. Sekarang kita cek dulu aja, selain gak enak badan sama muntah-muntah kamu ngerasain apa lagi, dear?"

[Name] sedikit memerah mendengar panggilan dari Gempa, dia belum terbiasa dipanggil seperti itu, tahu!

"Punggungku sakit ... napsu makanku akhir-akhir ini gak ada, Gempa. Eum, atau mungkin aku nya aja kali ya yang males ngunyah? Tiap liat makanan, bawaannya mulut udah pegel aja gitu, kayak nolak buat ngunyah."

"Bisa gitu, ya." Gempa kembali mencatat, sebelum akhirnya ia menyuruh [Name] untuk berbaring di atas ranjang agar ia bisa mengecek kondisi sang istri.

"Kamu jauh-jauh ke rumah sakit, padahal kamu bisa dapet perawatan dan pengobatan khusus gratis langsung dari rumah." Ujarnya.

[Name] hanya tertawa kecil, kalau dipikir, betul juga apa kata Gempa. Aduh, dasar [Name].

Setelah selesai di cek, raut wajah Gempa berubah, dia nampak begitu tak tenang, dan ada rasa penasaran.

"[Name],"

"Ya?"

"Kita ambil darah, aja, ya? Kamu mau?"

[Name] mengerutkan keningnya, "buat apa?"

"Buat ngilangin rasa penasaranku"

"... huh? Memangnya apa yang bikin kamu penasaran?"

Gempa mengusap wajahnya, dia melirik istrinya yang masih kebingungan itu. Tingginya dia sejajarkan dengan sang istri,

"Aku pikir, kamu hamil, [Name]. Biar lebih akurat, kita ambil darah aja, ya? Atau kau mau pakai testpack?"

Sang istri mengerjapkan matanya, dia masih mencoba mencerna ucapan suaminya, sebelum akhirnya dia memerah sepenuhnya dan langsung mengalihkan pandangannya.

"K-KOK KAMU KEPIKIRAN KE SANA, SIH? AKU MAU GANTII DOKTER AJA, DEH!"

Gempa hanya terkikik, ia mengelus tangan istrinya yang selalu menjadi tangan favoritnya untuk ia genggam.

"Aku saranin sih tes darah kualitatif, hasilnya gak lama, tapi itu akurat."

"Gempaaaaaa!"

"Jangan gemes-gemes, masih di rumah sakit, loh, [Name]."

[Name] hanya memanyunkan bibirnya, yang mana langsung membuat Gempa mencubit pipinya pelan.

"Jadi, mau gimana [Name]?"

"Eumm ... haish! Aku ikut Gempa aja,"

_____________

Setelah melakukan cek, darahnya langsung diteliti, tak lama, saat hasilnya sudah keluar, perawat langsung memberikan hasilnya kepada Gempa untuk dibicarakan dengan [Name].

"Hasilnya gimana ... Gempa?"

Pria di depannya itu mengambil napas dalam, sebelum akhirnya ia angkat bicara tentang hasil tes darah [Name].

"Selamat, ya, Ibunda [Name]. Anda tengah mengandung, usia janin masih sembilan hari."

"... HEHH???"

[Name] menggelengkan kepalanya tak percaya, ia menatap Gempa sebelum akhirnya matanya tertuju pada hasil yang tak bisa ia pahami.

"GEMPAAA JANGAN BOHONG"

Sang Dokter, hanya tertawa geli. Ia bangkit dari duduknya; menuju kearah wanitanya lalu memeluknya erat dengan sebuah kecupan yang berkali-kali ia berikan di kepala [Name].

"Kamu hamil ... anak kita."

Senyumnya mengembang, ia semakin mengeratkan pelukannya pada sang istri, tak berniat melepaskannya sedikitpun.

Masabodo dimana mereka sekarang, yang penting Gempa bisa menyalurkan rasa bahagianya dengan sang istri.

Awalnya [Name] masih tak percaya, hingga dia ikut tertawa kecil dan membalas pelukan Gempa. "Iya Gempa, iyaaa. Kita bakal jadi orang tua!"

"[Name], aku mewek."

"Haish, meweknya ditunda dulu, ya, Pak Dokter kesayangan. Masih ada pasien yang perlu diobatin, tuh."

Gempa menggeleng, "aku mau pulang! Aku mau ikut kamu pulang ke rumah kita."

"Kerja dulu!"

Gempa memanyunkan bibirnya, ia akhirnya mengangguk lalu kembali duduk di tempatnya.

"Kamu pulang sama siapa? Nanti malem kamu gak usah masak, ya, [Name]. Biar aku aja yang masak, aku mau ngerayain ini pake masakanku."

"Aku pulang sendiri, naik goc*r. Astaga, iya-iya! Aku gak masak nanti malem, kok, Dokter Gempa. Aku tunggu menu makan malam hari ini dari Dokter Gempa."

Sang suami terkekeh, ia memberi kode untuk [Name] mendekat ke arahnya, lalu, dia kecup pelan bibir ranum yang menjadi candunya itu.

"Jangan panggil aku kayak gitu."

"Hum? Terus aku harus manggil gimana?"

"Sayang."

Setelahnya, [Name] langsung membalikkan badan dan memilih untuk segera keluar dari ruangan itu. "GEMPAAA, ISH!"

Iya, keluar dengan wajah penuh rona merah.

___________

Enak, ya jadi [Name]. Dapet perawatan gratis dari rumah langsung 😔✋

Aduh, mak, nikahin aku sama gempa sekarang cepett. AKUU BUTUH COWO SPRTI GEMPA SATU

See u besok, ya!



pengganti; b. gempa [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang