Bab 9. Rumit

236 80 4
                                    

Gimana kabar kalian hari ini?
Masih berharap sama cowok fiksi apa real nih?

Happy Reading••
(⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)⁠♡



Sepanjang perjalanan Rival terus menarik tangan Zura dengan kasar, cowok itu membawa Zura ke taman belakang sekolah. Rival yang merasa aneh dengan Zura yang sedari tadi diam tanpa melakukan perlawanan. "Zura kenapa ya? Gak biasanya dia kayak gini, " batin Rival.

Cowok itu menyentakkan tangan Zura dengan kasar. "Ra, lo kenapa sih? Gak biasanya lo kayak gini. Lo selalu melawan setiap Laura ngehina lo, mencaci-maki lo, tapi hari ini? Lo diam kayak orang bego! Lo bukan Zura yang gue kenal, Zura yang gue kenal itu gak suka di tindas, dia pasti akan melawan setiap ada orang yang menjatuhkan harga dirinya! Tapi hari ini, lo biarin Laura ngehina lo dan menjatuhkan harga diri lo gitu aja, lo diam tanpa melakukan perlawanan sama sekali!" geram Rival.

Gadis itu menatap Rival dengan datar, kemudian ia berucap, "Terus, gue harus gimana? Gue harus nangis gitu? Biar banyak yang simpati sama gue, gue harus mohon-mohon? Gue harus mencari perhatian, cari perlindungan gitu?"

Rival membalas tatapan Zura tanpa ekspresi, "Gue gak habis pikir sama lo, bisa-bisanya lo ngomong kayak gitu? Mana sikap lo yang dulu? Mana sikap Zura yang gue kenal? Lo itu kayak bukan Zura! Lo paham omongan gue gak sih?! Atau be-"

"Cukup Rival!" sela Zura. "Stop lo bicara tentang gue! Lo pikir lo gak berubah? Sadar diri, Val! Lo bilang sama gue waktu kita di rumah sakit, kalau kita itu musuh. Tapi setelah gue keluar dari rumah sakit, lo jadi peduli sama gue, lo selalu ikut campur urusan gue! Lo jadi sok tau tentang gue!" balas Zura, napasnya naik turun tak beraturan.

"Maksud gue bukan gitu Ra, gue cuman mau menebus kesalahan gue aja, gak ada alasan lain. Gue tulus mau berteman sama lo. Ya...., gue emang bodoh! Menyia-nyiakan orang sebaik lo! Kenapa gue baru sadar sekarang, kalau lo itu -"

"Stop! Gue gak mau dengar penjelasan dari lo!" potong Zura. "Kalau lo mau gue kembali ke sifat gue yang dulu, lo juga harus kembali ke sifat lo yang dulu! Sosok Rival yang membenci gue, bukan seperti Rival yang sekarang berdiri di depan gue!" lanjutnya.

Rival menatap Zura dengan tatapan tak percaya, lidahnya kelu untuk berbicara. "R-ra?" gumamnya lirih.

Gadis itu menatap Rival dengan remeh. "Kenapa? Lo gak bisa kan? Itu sama seperti gue Rival! Gue gak biasa merubah sifat gue lagi! Semua orang pasti juga akan berubah, dan sekarang lo harus terima kenyataan bahwa Zura yang lo kenal adalah, Zura yang berdiri di depan lo sekarang! Bukan-"

"Oke, kalau itu kemauan lo! Gue terima, gue akan kembali ke sifat gue yang dulu! Begitu juga dengan lo, lo harus kembali ke sifat lo yang dulu!" potong Rival. Kedua mata Zura terbelalak kaget mendengar ucapan cowok itu.

"Val, lo serius?" tanya gadis itu tak percaya. Rival mengangguk singkat. "Mulai sekarang, mulai detik ini juga gue nggak akan anggap lo sebagai teman lagi. Seperti yang lo mau, gue nggak akan peduli lagi sama lo! Di mata gue sekarang lo hanya musuh gue... nggak lebih"

"Kenapa? Lo nggak percaya?" tanya Rival yang melihat keraguan di wajah Zura. "Gue benci sama lo, Ra!" gadis itu terdiam saat mendengar bentakan dari Rival. Suara yang memancarkan luka, sakit, rapuh, frustasi gadis itu bisa merasakannya.

Tanpa Zura sangka Rival memeluk tubuhnya, tak lama suara isak tangis terdengar,  isak tangis yang sangat memilukan, "Gue mohon sebentar aja kayak gini Zur, " Gadis itu tidak memberontak ia malah membalas pelukan Rival.

Gadis itu mematung melihat Rival yang meneteskan air mata, entah kenapa hatinya teriris mendengar suara parau Rival. Gadis itu belum paham, sebenarnya apa yang terjadi kepada cowok itu. Mengapa dia begitu sulit untuk menjauh darinya? Pelukan Riva begitu nyaman, pelukan yang tidak pernah Zura rasakan. Sebelum melepaskan pelukannya, Rival menghapus buliran bening dari kedua sudut matanya. "Lo harus janji sama gue, lo akan akan melawan saat lo di tindas. Lo akan menjunjung tinggi harga diri lo!" ucap Rival. Zura hanya bisa mengangguk kepalanya, dirinya sangat bingung harus bersikap seperti apa.

"Gue pegang janji lo, jaga diri lo baik-baik jangan biarkan orang-orang melukai hati lo. Makasih atas pelukannya, " pesan cowok itu sebelum dirinya benar-benar menghilang dari hadapan Zura.

Jantung Zura seperti berhenti berdetak, buliran air mata turun berjatuhan, tak lama kemudian Zura tersadar. "Gue kenapa? Kenapa hati gue sakit banget liat Rival nangis? Sebenarnya ada hubungan apa pemilik tubuh ini dengan cowok tadi? Seperti ada perasaan yang mengganjal, tapi gue sendiri nggak paham perasaan apa ini, " ucap gadis itu seraya menghapus air matanya dengan kasar.

Tubuh Zura terduduk lemas. Gadis itu mendongak menatap langit biru tanpa ada penghalang awan, kemudian gadis itu membaringkan tubuhnya. Zura menatap langit yang berhasil membuat dirinya tenang, gadis itu menjadikan kedua tangannya menjadi bantal. "Sebelum Zura meninggal, Zura ada hubungan sama Rival? Sebenarnya ap hubungannya Rival dengan Galaksi? Mengapa mereka sangat mencurigakan? Gue harus cari tau layar belakang kehidupan Zura. Setelah gue tau siapa Zura gue akan cari tau  hubungan di antara Rival sama Zura, "ujar gadis itu.

Gadis itu kembali mengingat-ingat kejadian beberapa hari yang lalu, apakah ada pesan yang sempat Zura katakan? Kedua alis gadis itu saling bertautan ketika ia mengingat ucapan terakhir pemilik tubuh ini. "Kamu harus cari tau siapa pelakunya?" gumam gadis itu. Maksud Zura apa ya? Pelaku? Pelaku apa yang dia maksud?" gadis itu sibuk berkutat dengan pikirannya. Sekarang dirinya benar-benar seperti seorang detektif yang harus memecahkan beberapa kasus rumit.

Gadis itu kembali berfikir. "Mereka bilang Zura jatuh dari rooftop? Dan alasan yang gue dengar, dia bunuh diri?" Menolognya. "Kayaknya nggak mungkin deh kalau Zura bunuh diri, kalau emang benar ia bunuh diri karena kehidupannya, kenapa tidak dia lakukan dari dulu? Rival bilang, sebelum Zura bunuh diri, Zura nembak Galaksi. Apa semua ini ada sangkut pautnya dengan insiden yang menimpa Zura? Bisa saja ada orang yang tidak suka sama Zura, lalu orang itu mendorong Zura dari rooftop. Tapi siapa orang itu?" lanjutnya. Gadis itu memukul kepalanya sendiri dengan keras ketika pikirannya semakin tidak jelas.

"Anjir kenapa gue jadi bingung gini sih, tuhan itu adil ya, dulu waktu kecil gue pengen jadi detektif, nah sekarang gue  baru ngerasain jadi detektif mendadak, "Zura terkekeh pelan.

"Huftt, selamat menjadi detektif Beby! Tuhan telah mengabulkan keinginan lo!" gadis itu menghembuskan napas panjang.

Zura bangkit dari tidurnya ketika merasa perutnya berbunyi terus. "Laper banget, kantin di mana ya?" bingungnya. Zura  keluar dari kawasan taman sekolah, tujuannya sekarang mencari keberadaan surga kecil untuk mengisi perutnya.





Mari menjadi detektif bersama Beby.
Jangan lupa vote, komen and share link cerita ini dan ajak teman kalian menjadi detektif^^

TBC

Beby ( Slow Update )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang