Bab 11. Rumah Sakit

200 75 2
                                    

•••Happy Reading•••
📖📖📖

Setelah membawa Zura ke rumah sakit, Rival langsung pergi. Sesuai dengan janjinya dia tidak akan peduli lagi dengan gadis itu, sebelum pergi Rival memberikan sebuah amplop kepada salah satu suster di sana, cowok itu berpesan pada suster tersebut untuk memberikannya kepada Zura setelah dia sadar.

Beberapa menit kemudian, Galaksi, Laura dan Alina sampai di rumah sakit. Kekhwatiran dapat terlihat jelas di wajah tampan Galaksi. Setelah menemukan ruangan Zura, cowok itu langsung membuka pintu ruangan Zura dengan kasar, membuat beberapa suster di dalam sana tersentak kaget, namun di tengah-tengah pintu Galaksi di tahan beberapa suster. "Mohon kerjasamanya, kalian nggak boleh masuk. Silahkan tunggu di luar!" ujarnya kemudian menutup pintu itu kembali.

Galaksi mengacak rambutnya dengan kasar, cowok itu beralih menatap Laura yang sedang menangis, kemudian cowok itu mendekatinya. "Kelakuan lo udah kelewatan! Sebegitu bencinya lo sama Zura, sampai-sampai lo tega lakuin ini sama Zura, dia punya salah apa sama lo!" bentak Galaksi menatap tajam Laura.

Rahang cowok itu mengeras, kedua tangannya mengepal kuat. "Kalo lo bukan cewek, detik ini juga lo udah mati di tangan gue!"  lanjutnya.

"Ini bukan salah gue!" balas Laura dengan keras.

"Gue nggak percaya, siapa lagi kalo bukan lo! Udah jelas, yang dari tadi pagi ganggu Zura itu lo!" gertak cowok itu.

Laura menggelengkan kepalanya kuat. "Nggak! Ini bukan salah gue! Zura sendiri yang nolongin gue. Gue nggak salah!" tubuh gadis itu gemetar. Laura kembali meneteskan air matanya.

"Galaksi! Lo nggak usah bentak Laura kayak gitu! Emangnya lo siapa Zura? Teman bukan, pacar apalagi!" sahut Alina dengan emosi.

Galaksi tidak membalas perkataan Alina, ia hanya diam. Tak lama kemudian suara decitan pintu terdengar, dengan cepat mereka mengerubungi dokter yang baru saja menangani Zura. "Giman keadaan Zura, dok?" tanya Galaksi dengan tak sabaran.

"Alhamdulilah kondisinya sudah membaik, luka tusukan di perutnya juga tidak terlalu dalam, jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan, " jelas dokter.

Mereka bertiga menghembuskan napasnya dengan lega.

"Kalau begitu saya pamit, "

Setelah kepergian dokter itu, mereka membuka pintu ruangan Zura, pertama kali yang mereka lihat adalah sosok gadis yang makan beberapa buah dengan santai, di temani seorang suster yang duduk di sebelahnya. Tidak ada raut kesakitan sedikitpun yang terpancar di wajah cantik Zura.

"Ra, lo nggakpapa?" tanya Laura.

"Gimana kondisi lo?" giliran Galaksi yang bertanya.

Yang di tanya hanya menatap mereka dengan sekilas kemudian melanjutkan makannya. "Zura gue tanya, lo nggakpapa?" tanya Laura lagi dengan kesal.

"Lo nggak liat?" Zura menatap tajam Laura.

"Gue kira lo terluka parah. Soalnya tadi perut lo ketusuk pisau, " ungkap Laura yang merasa heran dengan kondisi Zura yang terlihat baik-baik saja.

"Ketusuk doang mah nggakpapa. Lagian ini bukan luka tusukan, ini hanya goresan pisau!" jawab Zura dengan malas. Sedangkan Galaksi dan Alina hanya menyimak obrolan Zura dan Laura.

Laura duduk di sebelah kiri Zura. "Sakit banget ya?" tanya Laura penasaran.

"Nggak, " balas Zura singkat. "Suster, Zura mau buah anggur. " lanjutnya, gadis itu menghiraukan ucapan Laura.

Merasa belum puas dengan jawaban Zura, gadis itu terus bertanya, "Terus kalau nggak sakit, kenapa lo pingsan?"

"Karena gue laper!" jawab Zura seadanya, suster yang tengah mengambil buah anggur untuk Zura hanya tertawa pelan melihat tingkah gadis itu.

"Mending lo semua keluar deh, sumpek gue ada kalian!" usir Zura.

Laura berdecak kesal. "Lo usir gue?"

"Hmm, "

Laura terdiam beberapa saat, ia benar-benar menyesal telah menyakiti hati banyak orang. "Makasih, " katanya yang membuat Zura menatapnya bingung. "Gue pamit, " lanjutnya. Zura masih menatap Laura dengan tatapan bingung. "Kenapa tuh bocah?" gumam Zura lirih.

Kini hanya tersisa Galaksi dan Zura, suster yang sedari tadi menemani gadis itu sudah keluar, sebelum suster itu keluar ia memberikan titipan yang di berikan Rival. "Mending lo keluar deh!" usir gadis itu menatap Galaksi dengan kesal.

Galaksi menatap wajah Zura sekilas, kemudian ia kembali fokus kepada kertas korannya. "Lo budeg?!" ucap Zura dengan nada tinggi.

Cowok itu merapikan seragamnya kemudian berdiri. "Gue nggak bisa ninggalin lo sendiri, kalo ada yang jahatin lo gimana?" balasnya.

"Lo kira gue bocah? Gue nggak butuh perlindungan lo. Mending sekarang lo keluar!" teriak Zura kesal.

"Keluar Galaksi!!"

Galaksi menatap wajah Zura dengan sedikit kesal, "Iya, gue keluar. " pasrah cowok itu.

Setelah di rasa kondisinya sudah aman, gadis itu mengambil amplop yang diberikan oleh suster, Zura membuka amplop tersebut. Gadis itu terdiam sebentar menatap dua amplop yang berbeda, yang satu berwarna merah, sedangkan yang satu berwarna hitam, "Kok ada dua?" bingungnya.

Zura mengambil salah satu amplop tersebut dengan asal, keningnya berkerut bingung membaca tulisan yang terpampang dengan jelas di  lipatan kertas pertama.

"Zura, nyawa lo dalam bahaya, lo harus waspada. Ada orang yang mengincar nyawa lo!" seperti itulah tulisannya. Kemudian Zura membuka kertas lipatan lain. "Lo nggak usah cari tau siapa gue, sekarang lo jangan mudah percaya sama orang yang menurut lo asing. Lo tenang aja gue akan selalu jagain lo dari jauh, "

Masih memikirkan isi amplop itu, gadis itu membuka amplop yang satunya berwarna hitam. "Ra, lo harus jadi Zura yang gue kenal! Kalo sampai lo ingkar, gue akan buat perhitungan sama lo! Rival, " gumam Zura membaca surat tersebut.

Zura meletakkan kedua amplop tersebut dengan kasar, gadis itu mengacak rambutnya frustasi. "Gue yakin yang amplop hitam ini dari Rival. Tapi dari mana amplop warna merah ini? Perasaan tadi hanya satu amplop deh, " gadis itu celingak-celinguk mencari keberadaan seseorang, namun nihil. Tidak ada orang lagi selain dirinya.




TBC

Beby ( Slow Update )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang