23

284 9 0
                                    

SELAMAT MEMBACA...

***


[JAKARTA, 2012]


"Ngelamun aja, Mbak." Kata Dinda sambil duduk di samping Putri sambil membawa kopi hangatnya.

"Kepikiran sama Papa yang lebih sering diam dan ngurung diri di ruang kerjanya setiap kali di rumah. Kepikiran Mas juga." Cerita Putri.

Dinda jadi menghela napas.

"Aku udah dua kali ke dealer, tapi Mas sibuk di kantornya. Mbak Amelia bilang kalo Mas selalu pulang malam. Ada masalah serius di cabang Jakarta kayaknya." Ujar Dinda.

"Kasihan Mas. Nggak nikah-nikah juga. Ini tahunnya yang 32 tapi tetap aja nggak ada yang kasih perhatian. Mas selalu sendiri."

Dinda meletakan gelas kopinya.

"Mbak."

"Hmm."

"Ngomong-ngomong, Mbak Dihan apa kabar ya?"

Ada tambahan pikiran di otak Putri.

"Entah. Jadi kepikiran juga. Apa Mas nggak mau tanggung jawab? Takut kalo ada apa-apa sama Mbak Dihan terus..." kalimat Putri terhenti mengingat kejadian 12 tahun silam.

"Apa kita harus temui Mas lagi?" Dinda memberikan ide.

"Gimana sama Papa?" balas Putri.

Mereka berdua jadi saling tatap satu sama lain.


^^^


Haya mematung di tempatnya. Matanya memperhatikan Ranggadewa yang sedang bersiap pulang kerja sedang memakai jaketnya di dekat motor Ninjanya. Dia selalu mengikuti kegiatan Ranggadewa seminggu ini yang hanya sibuk di dealer mobil. Rasa bersalahnya semakin mendalam. Dia segera mengikuti Ranggadewa lagi.

Kali ini, Ranggadewa berhenti di pedagang nasi goreng pingir jalan.

Haya tidak ingin ragu lagi. Dia harus memperbaiki kesalahannya pada Ranggadewa. Setidaknya dia akan meninggalkan Ranggadewa tanpa rasa bersalah lagi. Dia segera keluar dari taksi lalu berjalan menuju tempat Ranggadewa. Tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat Ranggadewa menggamit pinggang seorang perempuan menuju gang sepi. Tanpa ingin melewatkan sedetik pun, Haya menyusul cepat.

Mata Haya melihat Ranggadewa mencium perempuan itu dengan penuh gairah. Menyadari sosok perempuan itu adalah Dihani, kecemburuannya timbul kembali ke permukaan. Kemarahan memburu tanpa memberi jeda.

"Dasar perempuan murahan," desis Haya sendirian.

Di waktu yang bersamaan, ada Nando datang membawa pergi Dihani. Ranggadewa membiarkan Dihani dibawa oleh Nando. Tanpa pikir panjang, Haya mengikuti Dihani dan Nando. Dia melupakan niat awalnya.

Nando mengantarkan Dihani kembali pulang.

"Kita udah pernah membahasnya, Di. Jangan ladenin si Hantara diluar pekerjaan lo. Dia cuma pelanggan lo." Nando mengingatkan.

Pelanggan?

Haya membatin sambil terus mencuri dengar.

"Gue tahu. Tadi..." kalimat Dihani terhenti. Dia tidak tahu harus melengkapinya dengan kalimat apa, karena tadi dia juga tidak ingin menolaknya.

CINTA PADA SEKS PERTAMA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang