SELAMAT MEMBACA...
***
[JAKARTA, 2012]
Dihani langsung masuk ke dalam ruangan Giri dengan napas yang terengah-engah kelelahan. Giri memicingkan mata keheranan.
"Ada apa?" tanya Giri.
"Gue butuh keluar malam ini," pinta Dihani.
"Lagi?" sambar Giri keheranan.
"Iya."
Giri merasa ada sesuatu.
"Ada apa sama lo? Lo kenapa?" selidik Giri.
"Gue butuh. Gue mohon."
"Lo baik-baik aja?"
"Nggak. Makanya gue butuh."
"Nggak pa-pa dipake lagi? Itu baru kemarin dipake." Giri melihat ke arah bawah.
"Iya. Nggak pa-pa."
"Lo yakin?"
"Iya."
"Oke. Sana bersiap."
Dihani segera berlalu.
Isi pikiran Dihani penuh dengan kejadian pemerkosaan dirinya malam itu. Melihat sosok yang telah melakukannya padanya membuatnya tersiksa. Dia harus melupakannya dengan melakukan seks dengan orang lain. Atau jika bisa dengan laki-laki yang biasanya pasti akan lebih baik, pikirnya. Dia sangat terganggu menahan gejolak perasaannya yang menyiksa batinnya.
^^^
Ranggadewa memenangkan balapannya lagi.
Entah dia beruntung, takdir, atau jodoh, dia mendapatkan gadisnya lagi. Koreksi, wanitanya. Itu karena Dihani tidak lagi seorang gadis. Akan tetapi, dia merasakan ada sesuatu yang aneh dengan Dihani malam ini. Dihani lebih banyak ikut andil dari pada biasanya. Itu membuat Ranggadewa kewalahan dengan gairahnya yang sangat menggila.
Mereka berakhir dengan tertidur lelap. Keesokan harinya Dihani merasa sangat ringan. Sesuatu yang menyilaukan membuat Dihani bangun dari tidur nyenyaknya. Merasakan ada tangan yang memeluknya, dia perlahan bergerak. Gerakannya itu membangunkan Ranggadewa.
Ranggadewa mengedipkan matanya lalu melihat Dihani yang belum membuka mata. Sinar matahari pagi memperlihatkan betapa indahnya makhluk ciptaan Tuhan di hadapannya. Perlahan Dihani membuka mata. Saat melihat wajah laki-laki yang selama ini bersetubuh dengannya adalah laki-laki yang sudah memperkosanya, refleks, dia mendorong dada Ranggadewa.
Dihani bergerak untuk turun dari kasur. Namun, Dihani meluruh jatuh ke lantai. Ranggadewa segera mengangkat tubuh Dihani ke kasur lagi. Melihat air mata membasahi mata dan pipi Dihani, Ranggadewa meraih kaos oblong lengan pendeknya yang berada tidak jauh lalu memakaikannya pada tubuh Dihani. Kemudian, dia memeluk Dihani.
"Maafkan aku," Ranggadewa berbisik lalu mencium pipi Dihani lembut.
Dihani menangis sesegukan.
Sial.
Ranggadewa mengumpat dalam hati menyalahkan dirinya sendiri.
Satu jam berlalu akhirnya Dihani berhenti menangis. Matanya yang bengkak dan sembab dikecup lembut oleh Ranggadewa.
"Kenapa kamu melakukannya?" Dihani mulai bicara dengan suara serak.
Ranggadewa membaringkan tubuh Dihani lalu dia ikut berbaring sambil memeluk tubuh Dihani. Ditatapnya Dihani yang selalu menghindari tatapannya.
"Aku terpaksa melakukannya. Maaf. Aku menyakitimu demi..."
Dihani mengangkat pandangannya tepat pada mata Ranggadewa. Dia bisa melihat jelas penyesalan di manik mata Ranggadewa.
"...mantan tunanganku." Ranggadewa melengkapi kalimatnya.
"Rihaya?" sebut Dihani.
Ranggadewa terkejut mendengarnya dari mulut Dihani.
"Dari mana kamu bisa tahu?"
"Mamamu yang menceritakannya."
Ranggadewa menganggukkan kepala paham.
Jantung Dihani dag-dig-dug semakin lama menatap wajah Ranggadewa. Dia kembali membuang pandangan ke samping. Ranggadewa mengecup pundak Dihani lembut. Dihani sangat ingin menolak tetapi lagi-lagi tubuhnya bertolak belakang dengan keinginannya. Alhasil, dia membiarkan Ranggadewa melakukannya. Saat dia merasa nyaman, dia ingat Nando.
"Nando. Aku harus pergi." Dihani bergerak duduk.
"Jangan khawatir. Aku sudah menelpon Giri untuk waktu extra. Nando akan datang nanti malam. Kamu bisa istirahat dulu. Lagian juga ini weekend." Ranggadewa merebahkan tubuh Dihani lagi.
Dihani menurut lalu mencoba memiringkan posisinya.
"Ini terlalu silau," kata Dihani.
Ranggadewa menekan tombol di samping tepian ranjang kasurnya. Seluruh tirai di dalam apartemennya langsung bergerak menutup. Kemudian, dia memeluk tubuh Dihani setelah menarik selimut. Dia mempererat pelukannya pada tubuh Dihani yang hanya memakai kaos miliknya.
"Aku akan bertanggung jawab. Jadilah milikku." Ranggadewa bersungguh-sungguh.
Dihani menegang di tempatnya.
"Tidak perlu," respon Dihani.
"Kenapa?"
"Mamamu berharap pernikahanmu dan Rihaya tidak pernah terjadi. Perempuan cantik dan baik seperti Rihaya aja ditolak Mamamu, bagaimana denganku? Aku hanya seorang pelacur..." kalimat Dihani terputus karena Ranggadewa membalikan tubuhnya dengan cepat lalu menciumnya.
***
SALAM SEHAT,
JINAAN00.
12/06/2022 - 10/09/2024
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA PADA SEKS PERTAMA [TAMAT]
Roman d'amourWARNING! 21+ SILAHKAN DI FOLLOW DULU BARU BACA, YA. JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT-NYA. TERIMA KASIH. *** "Itu artinya..." kalimat Dihani menggantung. "Lo mulai melayani seks." Lala melengkapi kalimat Dihani. Air mata menetes di kedua pipi Dihani. "Lo...