PROLOG

398 28 26
                                    

"Solidaritas adalah kunci utama dalam sebuah persahabatan"

-DEFENDERZEN

∆∆∆

Sepoi-sepoi angin menyapu wajah polos lima anak kecil yang berumur sekitar tujuh tahunan yang sedang bermain di sekitaran rumah pohon. Mereka terlihat bahagia tanpa beban, anak kecil yang tak mengerti apa itu sebuah dosa, hanya tau main, makan, dan selebihnya bercanda layaknya anak kecil.


"Sen, kamu janji ke aku kemarin katanya mau ngasih truk kamu kalo aku berhasil kalahin Ryan lomba mobil remot, nih sekarang aku udah menang! Aku tagih janji kamu Sen!" celetuk Aaron tiba tiba yg membuat ke empat temannya langsung menoleh.

"Hah apasih? Kapan aku ngomong gitu? Sampe ayam jantan bertelur pun aku gak pernah ngomong gitu Ron, ngarang kamu mah," sahut Arsen watados sambil tersenyum jahil.

Diantara mereka yang dewasa hanyalah Bryan dan Jay, mereka berdua pun sudah pasang badan jika nantinya ada perkelahian diantara tiga teman somplak-nya itu.

Aaron mendengus kesal, anak itu marah sampai mendorong pundak Arsen. "Sen, jangan bohong! Kita unfriend pokoknya kalo kamu bohong! Aaron ga bakal mau temenan sama Arsen lagi!"

"Heh! Jangan ribut kalian!"

Ryan yang tadinya sedang sibuk sendiri akhirnya langsung menyelonong ke tengah -tengah mereka, tangan kecilnya dia rentangkan lebar-lebar untuk memisahkan Arsen dan Aaron yang sudah siap baku hantam.

Dari kejauhan, Bryan dan Jay tersenyum speechless melihat Ryan yang tiba tiba dewasa tidak seperti biasanya.

"Tumben Ryan bisa nengahin, biasanya kita kan yang misahin mereka," ucap Bryan keheranan yang di angguki Jay.

"Kita liat aja, apa gak bakal malah ikut gelut," jawab Jay pasti karena dia sudah tau kebiasaan mereka bertiga.

"Maafan kalian! Arnen, kalo janji gak boleh bohong! Kamu juga Ron! Kalo misal dia gak mau ngasih gausah pake emosi juga dong, udah sekarang maafan. Kita itu sahabat harusnya akur bukan malah berantem kaya gini," oceh Ryan menengahi mereka berdua yang berhasil menerbitkan senyum simpul dari bibir Bryan dan Jay.

Biasanya Ryan jarang sekali bersikap seperti ini, karena pada dasarnya sama saja dengan Aaron dan Arsen.

" Lah yang salah siapa? Aku gak salah apa apa, harusnya Aaron lah yang minta maaf," bantah Arsen dengan melipat kedua tangannya di dada serta memalingkan muka.

"Diih yang salah siapa yang suruh maaf siapa, Arsen mah!" Aaron ikut membuang muka kesamping dan melipat tangan juga.

Akhirnya, Bryan serta Jay turun tangan. Takut terjadi hal yang tidak- tidak hingga membuat Ryan frustasi dan mereka bertiga berakhir bertengkar, karena anak itu juga kesabarannya sangat tipis.

"Cuman tinggal minta maaf aja susah amat, kita tuh masih kecil. Kita gak bakal tau nanti waktu kita udah besar kita masih bisa bersama atau engga," kata Bryan menengahi.

"Sen, Ron, denger tuh kata Bryan. Ya kali Tuhan nanti punya rencana buat misahin kita, ya kan kita gatau," timpal Jay dengan senyum tipisnya.

"Iya juga ya."

Ego kedua anak tersebut mulai luruh karena mendengar nasihat teman-temannya.

"Yaudah Ron, maaf, " ucap Arsen masih dengan posisi yang sama.

"Yaudah iya," sahut Aaron. Masih juga dengan posisi yang sama dan masih memasang muka cemberutnya.

"Gitu cara maafan-nya? Gini loh Sen, dan kamu Ron, kaya gini, nah terus kalian senyum! Pelukan juga!"

Amitié ÈternelleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang