Amitié Èternelle

22. Denial

"Perihal luka yang telah lalu, jangan pernah diingat lagi jika tak mau merasa sakit kembali,"

-ELENA

∆∆∆

Hening.

Sekarang, mereka bertiga sudah berada di lantai bawah, tepatnya di meja makan.

Dengan Zeline yang masih saja melayangkan tatapan tajam kepada abangnya sejak sepuluh menit yang lalu, ia masih bungkam seribu bahasa.

Bryan dan Rayya dalam keadaan posisi yang sama, keduanya menunduk dengan tangan dilipat di meja, atas dasar perintah Zeline.

"Jelasin," perintah Zeline serius.

"Zel, lo dengerin gue dulu ya? Abang lo yang sesat!"

"Zel, jangan dengerin dia. Kasih gue kesempatan bicara duluan,"

Rayya menyolot garang. "Dih, apa- apaan sih lo? Tadi lo yang mulai, sinting!"

"Gue ga akan kepancing, kalo lo ga bakal terus- terusan ngoceh,"

"Berati salah lo ba-"

Brak!

Zeline menggebrak meja, keduanya tentu langsung menciut.

"Bang, gue ga percaya sama manusia gengsi kaya lo. Jadi, gue bakal dengerin Rayya dulu."

Bryan memandang adiknya, Zeline sangat serius jika berhubungan dengan hal- hal seperti ini. Harusnya ia tau.

"Rayya?""

Rayya mengangkat pandangannya takut- takut, ia baru pernah melihat Zeline begitu serius seperti ini. Ternyata, gadis anggun juga bisa marah.

"First kiss lo diambil abang gue?"

Pertanyaan Zeline yang spontan itu membuat mata keduanya membelalak sejenak.

"Engga Zel, lo salah paham. Jadi gini..."

Rayya menjelaskan dari awal sampai akhir, Zeline yang mendengarkan dengan seksama tak henti- hentinya melayangkan pandangan tajam ke abangnya sendiri.

"Bang! Ga ada lagi yang harus lo jelasin!"

"Zel, please..." mohon Bryan

"Kalo gue ga dateng, lo pasti mau ambil first kiss Rayya kan?"

"Gue ga sebejat itu Zel, harusnya lo tau."

"I know right... Tapi, gue ga suka sama cara lo yang sok- sokan ga suka sama Rayya, tapi diem- diem hati lo menginginkan dia sampe bibirnya segala,"

Sungguh demi apapun, Bryan sangat malu. Adik kesayangannya itu benar- benar mengulitinya di depan Rayya. Tuhan, Bryan ingin menyembunyikan wajahnya yang sudah tak ada harganya lagi itu.