Enam

8.6K 668 31
                                    

Pria dengan setelan jasnya itu sudah berkali-kali hanya mondar-mandir di depan pintu ruang kesehatan yang ada di taman kanak-kanak itu. Hatinya gelisah, tak menyangka kemunculannya akan berbuah petaka.

"Ayah... ustazah Nada sakit, ya? Apa karena Irfan?" Bocah lelaki dengan mimik sedihnya menarik-narik celana kain Wafa pelan, membuat pria itu mendesah dan berjongkok.

"Ustazah memang sakit, tapi bukan karenamu. Kau tenang saja, ya?" tutur Wafa menenangkan Irfan.

Sudah hampir setengah jam Nada berada di dalam bersama temannya. Ia tadi juga sempat menelepon dokter pribadinya untuk menyempatkan datang ke sini.

"Wafa," panggil seseorang sembari menepuk pundak pria itu pelan.

"Akhirnya kau datang juga. Bisakah kau membantunya? Ia pingsan setelah melihatku," tutur Wafa pada dokter pribadinya yang bernama Fandi yang juga salah seorang sahabatnya.

"Gadis itu?"

Wafa mengangguk lalu segera mengetuk ruang kesehatan cepat. Selang beberapa detik kemudian pintu terbuka menampilkan senyum seorang wanita yang notabene adalah rekan Nada, Risa.

"Iya, pak Wafa?"

"Saya memanggilkan seorang dokter, bolehkah Beliau masuk untuk memeriksa?" tanya Wafa demi kesopanan.

Risa tersenyum lalu mengangguk. "Silakan, Pak!"

Fandi pun segera masuk, berikut dengan Wafa yang begitu gelisah. Semoga gadis itu baik-baik saja, pikirnya.

Fandi memakai stetoskopnya, memeriksa kondisi Nada, berikut dengan nadi Nada yang sedikit melemah. Mungkin karena terlalu syok sehingga jantungnya tak mampu untuk menopang keterkejutannya. Fandi juga memeriksa tekanan darah Nada, mengernyit kala sistolik Nada berada di angka sembilan puluh sedang diastolik Nada berada di angka enam puluh.

"Gimana, Fan?" tanya Wafa cepat kala Fandi sudah selesai memeriksa Nada, membuat Risa mengernyitkan dahi heran.

"Dia mengalami syok, juga kelelahan. Ditambah lagi tekanan darah Nada berada di bawah normal," jelas Fandi semakin membuat Risa mengernyit lebih dalam.

"Na... da?" ucapnya spontan.

Kedua pria itu menoleh pada Risa, langsung salah tingkah saat tahu maksud dari ucapan Risa. Ya, baru saja Fandi menyebut Nada tanpa ada embel-embel saudari atau mbak atau embel-embel lainnya. Seolah Fandi dan Wafa begitu mengenal Nada sejak lama.

"Hmm... maaf, Ustazah. Ustazah Nada adalah adik kelas saya waktu menengah atas," jelas Wafa tanpa diminta.

Risa menganga, langsung paham siapa orang yang sedang berhadapan dengannya itu. Nada sempat bercerita soal Wafa, dan ia sama sekali tak ngeh dengan Wafa yang sering mengantar jemput Irfan, muridnya.

"Ustazah," panggil Wafa lagi saat tak ada respon dari Risa.

Wanita dengan kerudung hitamnya itu mengerjapkan matanya cepat lalu menatap pria berhidung mancung itu sembari tersenyum. "Saya tahu penyebab utama ustazah Nada pingsan. Saya pikir, Anda harus menjelaskannya secara rinci pada Beliau, Pak," beritahu Risa dengan senyum kalemnya.

Wafa mengernyit bingung. "Maksud Ustazah?"

Senyum belum hilang dari bibir Risa, ia pun malah semakin melebarkan bibirnya. "Anda tahu yang saya maksud, Pak. Saya permisi dulu. Saya harap nantinya ustazah Nada dapat menerima dengan baik penjelasan Anda. Assalamu'alaikum,"

"Wa-wa'alaikum salam," jawab Wafa dan Fandi kompak.

Wafa mendongak menatap Fandi, sedang dokter muda itu hanya menepuk bahu Wafa pelan. "Kau tahu jawabannya. Aku harus praktik di rumah sakit setengah jam lagi. Nanti akan kuhubungi," pamit Fandi pelan.

Jodoh dari Surga-NyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang