"Ayah!" Bocah kecil itu merengut di kaki ayahnya sambil menarik-narik jeans-nya.
"Irfan, Ayah sama Us—
"Irfan bisa memanggil Bunda, Mama," potong Nada menyela ibunya.
Bocah kecil itu tiba-tiba terdiam, ia mengerjapkan matanya beberapa kali lalu menoleh menatap Nada. Begitu polos dengan wajah bingungnya.
"Bunda?"Nada mengangguk cepat kemudian Wafa pun berinisiatif untuk berjongkok menatap anak kesayangannya itu.
"Irfan sekarang punya bunda, sama seperti teman-teman Irfan yang lain, Nak," beritahu Wafa lembut.
"Ustazah? Bunda?"
Nada tersenyum lembut, lalu ikut berjongkok dan mengelus pipi gembil bocah itu sayang. "Ustazah sekarang adalah orang tua Irfan. Jadi, Irfan bisa panggil Bunda. Sama halnya seperti Irfan memanggil Umi," jelas Nada berusaha mencari kalimat semudah mungkin.
Mata bulat bocah kecil itu melebar. Binar mata yang sebelumnya nampak layu karena kelelahan menguap tergantikan oleh cahaya penuh warna yang indah. Ia menatap Nada seolah gadis itu adalah sebuah anugerah yang luar biasa di hidupnya. Bahkan, ia mengabaikan Wafa dan memilih menatap Nada lekat-lekat.
"Bunda?" Kali ini Irfan memanggil Nada dengan mantap.
Nada mengangguk cepat.
Dan di detik selanjutnya bocah itu sudah menghambur ke pelukan gadis dengan gamis merah mudanya itu. "Irfan punya bunda! Irfan sekarang bisa pamer ke teman-teman kalau Irfan punya bunda!" serunya membuat hati Nada teriris ngeri.
"Irfan bisa melakukan itu kan, Yah?" Irfan melepas pelukannya dan beralih menatap Wafa.
Sedang pria itu hanya tersenyum haru sembari mengusap rambut anaknya sayang."Tentu saja!"
***
Nada terduduk di sudut ranjang sembari berusaha melepas kerudungnya. Sebenarnya acara resepsinya telah selesai sejak empat jam yang lalu. Sayangnya, tamu masih belum berhenti berdatangan hingga malam. Mereka yang tak bisa datang ke resepsi, meluangkan waktu untuk datang ke rumah Wafa untuk bertamu.
"Lelah?"
Nada tersentak kala tangan pria itu memijat pelan bahunya, membuat Wafa terkekeh geli.
"Kenapa? Belum terbiasa?" tanya Wafa lagi, masih betah memijat tubuh Nada yang terlihat loyo dan lelah.
Perlahan, Nada mengangguk lalu menunduk, menyembunyikan semburat kemerahan di pipinya.
Merasa gemas, Wafa memutar tubuh Nada lalu tersentak kala mata mereka bertumbukan. Wafa yang semula berusaha bergerak cepat dan berani pun langsung ciut kala menatap wajah itu lekat-lekat. Wajah lawan jenis yang akhirnya menjadi ladangnya mendapatkan pahala, serta halal. Ia tak perlu takut-takut lagi memikirkan dosa yang akan menghampirinya saat menatap lekat wajah berbingkai oval itu. Ia lega, akhirnya cinta menghampirinya dengan sejuta kenikmatan atas nama Allah. Walau bertahun-tahun takdir seolah mempermainkannya, nyatanya, ketika Allah menghendaki seseorang itu menjadi wanita halalmu, maka tak akan ada yang bisa menghalangi. Dan ia bersyukur, bisa menemukan seorang Nada Razani sebagai seseorang yang berasal dari surga-Nya.
"Bolehkah aku mengusap keringat di dahimu?"
Alih-alih mengangguk, Nada malah menunduk sembari terkekeh geli. Benar adanya, bahwa dua manusia lawan jenis akan bersikap konyol ketika mereka bersama. Tak peduli bahwa seseorang yang ada di hadapanmu ini adalah suamimu sendiri.
"Hei!" protes Wafa tak terima.
"Apa seorang suami masih perlu meminta izin kala ingin menyentuh istrinya, Kak?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh dari Surga-Nya
RomanceSeorang gadis berusia dua puluh enam tahun yang tak kunjung menikah. Sudah beberapa kali sang ibu menyodorkan pria yang menurutnya sesuai dengan selera anaknya tapi sayangnya, satu pun tak ada yang diliriknya. Bukan, ia bukan gadis yang menyukai se...