Tujuh

8.8K 620 14
                                    

"Ustazah Nada, Anda boleh istirahat di rumah terlebih dahulu. Semoga cepat sembuh, ya?" tutur Dini sembari mengelus pundak bawahannya pelan.

Nada tersenyum tipis lalu mengangguk. "Terima kasih, Ustazah," jawabnya sopan.

Dini menepuk bahu Nada sekali lagi lalu pergi dari ruang kesehatan kala Ridho masuk dengan senyum hangatnya.

"Pulang?"

Nada mendengus pelan, tak menyangka pria ini datang hanya karena ia pingsan. Benar-benar tipikal teman yang setia kawan. "Tapi kan aku bawa motor," tolak Nada beralibi.

"Soal motor tak perlu dipikirkan. Ia akan aman di sini," Suara lain menimpalinya sembari menggendong bocah kecil yang tengah merengut.

"Seolah kau akan menjaganya sepanjang malam,"

"Aku akan melakukannya kalau perlu."

Nada meringis sembari membuang muka, tak suka dengan kalimat yang digunakan Wafa. Begitu terdengar posesif.

Wafa kali ini menoleh menatap Ridho, sedikit mengernyit kala pria dengan denim birunya itu mengawasi mereka sembari melipat dada, terlihat menilai. Bahkan pria itu tak segan mengerling beberapa kali ke arahnya, membuat Wafa bergidik ngeri. Ridho bukan salah seorang penyuka sesama jenis, kan?

"Ustazah cepat sehat, ya?" ujar Irfan dari dalam gendongan Wafa. Matanya begitu sayu melihat guru kesayangannya tergolek lemah sembari melipat selimut yang tadi dipakainya.

"Ustazah pasti cepat sehat kok, Sayang," jawab Nada bangun lalu mendekati Wafa dan mengelus pelan pipi kenyal bocah empat tahun itu.

"Ayah... antar ustazah Nada pulang, Yuk!"

Wafa dan Nada seketika membelalakkan mata kala mendengar ajakan polos dari Irfan. Sungguh, bocah manis itu tak tahu bahwa kedua orang itu sedang mengalami masa puber yang seharusnya sudah terlewat sejak belasan tahun yang lalu.

"Ayah kan harus kerja, Nak. Besok kan Irfan bisa ketemu Ustazah lagi," tolak Wafa membujuk Irfan yang sudah kembali merengut di gendongan Wafa.

"Ustazah janji, besok sudah bisa main lagi sama Irfan," timpal Nada sembari mengacungkan tangannya dan membentuk huruf V.

"Kasihan Irfan, Nad. Aku tak masalah kalau Wafa mau mengantarmu pulang," Kali ini Ridho membuka suara.

"Uhuk! Uhuk! Uhuk!" Tiba-tiba Nada tersedak dengan air liurnya sendiri hingga wajahnya merah padam membuat Ridho khawatir setengah mati dan langsung mengangsurkan air putih untuknya.

"Ini pelan-pelan diminum," beritahunya telaten.

"Ayah...," rengek Irfan sembari menarik-narik kemeja Wafa yang sudah tak terlindungi oleh jasnya.

"Tidak untuk kali ini, tapi Ayah janji lain kali."

Nada bungkam di tempatnya menanti respon dari muridnya itu. Nada sangat berharap muridnya bisa sedikit mengerti keadaannya walau ia tak begitu yakin. Yah, apa yang bisa kau harapkan dari bocah empat tahun yang masih suka merengek?

"Kita jalan-jalan sama ustazah Nada, ya?"

"Apa—

"Ya." Wafa memotong ucapan Nada cepat menyetujuinya.

"Janji?" Irfan menyodorkan kelingking kecilnya ke hadapan Wafa.

"Ayah janji," ujarnya sembari menautkan kelingkingnya juga ke jari mungil milik Irfan membuat Nada terduduk lemah di kursi.

"Ridho...," Nada berucap lirih, "Tolong antar aku pulang," lanjutnya tanpa tenaga yang langsung disambut Ridho dengan senyuman.

"Kami pamit, ya? Sekali lagi terima kasih karena telah mengabariku, Assalamu'alaikum," pamit Ridho pada Wafa dengan senyum penuh misterius.

Jodoh dari Surga-NyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang