Delapanbelas

10.6K 611 35
                                    

"Dho... posisimu di mana?"

Zia langsung bertanya tanpa beruluk salam saat Ridho menerima telepon dari ibunya.

"Assalamu'alaikum, Mama. Awal dari segala hal harus didahului oleh salam," jawab Ridho mengingatkan ibunya.

"Wa'alaikumsalam. Sekarang kau berada di mana?"

Ridho mencebik lalu membuka pintu ruangan dan memasukinya. "Di kantor, Ma. Habis rapat bulanan sama pegawai. Tumben sih Mama begini, ada apa?"

"Pergilah ke Columbia Asia, sekarang!" suruh Zia tegas.

Ridho mengernyitkan dahi heran "Kenapa, Ma? Papa baik-baik saja, kan? Ah... atau Mama hamil lagi? Mama tahu saja Ridho ingin sekali punya adik dan langsung mewujudkannya," jawab Ridho santai mengabaikan suara ibunya yang terdengar serius.

"Ridho!"

"Baiklah, Ma. Tidak perlu berteriak. Ada apa?" beritahu Ridho masih santai.

"Gimana Mama bisa santai kalau Nada sekarang berada di Columbia Asia bersama calon suami dan juga wali dari calon suaminya yang merupakan ayahnya sendiri?" Mata Ridho membulat sempurna. "Apa, Ma? Baiklah, Ridho segera ke sana, Assalamu'alaikum,"

Tanpa menunggu jawaban dari ibunya, Ridho sudah mematikan teleponnya dan segera berlari kecil ke mejanya untuk mengambil kunci mobil dan berlari keluar kembali.

"Pak Ridh-

"Jangan ganggu saya sampai saya menghubungimu, Ratna. Saya ada urusan penting!" interupsi Ridho cepat pada sekretarisnya.Wanita dengan kerudung cokelatnya itu menganggukkan kepala, mengerti.

"B-baik, Pak!"Ridho menghilang dari hadapan Ratna, langsung menuju ke parkiran.

Ia masih tetap berlari walau beberapa pegawai sudah melirik ke arahnya, penasaran. Direktur utama mereka bukanlah orang yang mudah panik. Bahkan di saat suasana genting pun ia masih bisa mengatur segalanya dengan baik. Jadi, ketika saat ini mereka melihat atasannya berlari tergopoh-gopoh dengan raut wajah panik, mereka hanya mampu melongo dan menyimpan penasarannya dalam hati.

Ridho membuka pintu mobil, lalu segera masuk dan menghidupkannya. Tanpa babibu lagi Ridho segera menjalankan mobilnya menuju rumah sakit Columbia Asia. Ia melirik ke arlojinya, mengumpat pelan kala jarum jam menunjukkan pukul sebelas di mana kemacetan di kota Semarang akan dimulai.

"Baiklah, lewat pamularsih saja," Ridho memutar kemudinya ke arah tugu muda menuju jalan Sutomo yang berujung pada rumah sakit dr. Kariadi, Semarang.

Ia menglakson beberapa kali saat ada beberapa mobil yang berhenti sembarangan di depan sekolah katolik yang cukup terkenal di Semarang.

"Hei! Bisakah Anda menghentikan mobil di pinggir jalan? Membuat macet, saja!" sungut Ridho pada pengemudi mobil depan sembari membuka kaca mobilnya, tak sabar.Pengemudi itu menoleh ke arah Ridho dengan tatapan tajam, lalu mengalah untuk menepi. Ridho pun segera menekan gasnya secepat yang ia bisa di kondisi jalan yang macet.

Sungguh, terkadang ia juga sedih dengan kondisi lalu lintas di kota besar yang semakin menyedihkan di era sekarang ini. Terkadang ia hanya bisa merutuki dealer motor atau dealer mobil yang masih saja memberikan uang muka rendah untuk menarik konsumen. Dan inilah hasil dari otak mereka. Kemacetan dan polusi yang tak bisa lagi untuk dibayangkan.

Lima belas menit kemudian, hasil aksi kebut-kebutan di jam sibuk kota Semarang membuahkan hasil. Ridho berhasil memarkirkan mobilnya dengan sempurna. Ia mematikan mesin mobil dan segera turun untuk masuk ke dalam rumah sakit.

"Aish... sial! Kenapa aku tidak tanya Mama posisi Nada di mana? Terus, terus yang sakit siapa coba?" umpat Ridho merutuki kebodohannya sembari mengacak-acak rambutnya. Akhirnya ia memutuskan untuk masuk dulu ke dalam rumah sakit. Ia memulainya dari ruang tunggu IGD dan... ia bersyukur Allah masih memudahkannya.

Jodoh dari Surga-NyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang