Enambelas

10.4K 624 55
                                    

Enambelas

"Hari ini pulang jam berapa, Nak?" tanya Rani sembari menuang teh hangat ke gelas Nada.

"Ehm... mungkin Nada tidak bisa menemani Mama makan malam di rumah," beritahu Nada sedikit tidak yakin.

"Kenapa?"

Nada meringis, lalu menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba terasa gatal. "Anu, Ma. Kak Wafa mau memperkenalkan Nada ke walinya," beritahu Nada, kentara sekali malu dengan penjelasannya.

"Wali?"

"Hmm...," Gadis itu mengangguk lalu menyeruput pelan teh hangatnya. "Kak Wafa seorang yatim piatu, Ma. Seperti yang Mama tahu kemarin, Paman dan Bibi yang dimaksud kak Wafa kemarin itu wali kak Wafa sejak kecil," jelas Nada halus.

Rani mengangguk pelan, mengerti.

"Jadi, Wafa sudah menjadi yatim piatu sejak kecil?" Rani bertanya kembali.

Nada mengangguk. "Iya dan kebetulan bibinya sudah menganggap kak Wafa serta kakaknya seperti anak sendiri."

"Apa bibinya tidak punya anak?"

Nada menggedikkan bahu tak acuh. "Nada tidak tahu kalau soal itu, Ma,"

***

Nada memandangi luar jendela seperti biasa. Bahkan ini sudah nyaris setengah jam ia hanya mondar-mandir sembari menggigiti kukunya. Hatinya sedikit was-was, seperti ada sesuatu yang tidak beres. Lalu di detik selanjutnya, ponselnya berbunyi. Ia buru-buru mengambil ponselnya di atas meja, lalu mengangkatnya.

"Assalamu'alaikum,"

"W-wa'alaikumsalam, Nad." Suara Wafa terdengar serak dan seperti panik.

"Ada apa, Kak? Mengapa suaramu seperti itu?" tanya Nada, khawatir.

Terdengar hembusan napas patah-patah dari seberang telepon. Lalu pria itu seperti menggumamkan sesuatu.

"Kak... jangan membuatku takut," beritahu Nada semakin khawatir.

"Irfan, Nad. Irfan demam tinggi. Baru saja aku ukur, suhunya tiga puluh delapan."

"Astaghfirullah! Mengapa tidak kau bawa ke rumah sakit, Kak?" Kali ini Nada menggunakan suara sedikit tinggi, membuat beberapa rekan kerjanya menoleh ke arahnya, penasaran.

"Aku sudah membujuknya, tapi... tapi dari tadi pagi ia hanya memanggil-manggil namamu saja," beritahu Wafa masih dengan nafasnya yang memburu. Sangat terlihat bahwa pria itu sama-sama cemasnya dengan Nada.

"Beritahu alamatmu, aku akan ke sana, sekarang," jawab Nada memberi kesimpulan.

"Aku akan mengirimkannya padamu. Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam,"

Nada menutup teleponnya, lalu mengusap wajahnya kasar. Ia benar-benar khawatir sekarang.

"Ada apa, Nad?" Risa mendekati Nada, mencari tahu sumber kegelisahan Nada.

"Irfan, Ris. Dia... dia demam tinggi dan mengigau namaku sejak pagi. Aku khawatir," beritahu Nada dengan suara sedikit bergetar.

"Kau tenang, ok? Kau bisa pinjam motorku untuk ke rumahnya, sekarang," ucap Risa sembari memberikan kunci motor dan mengelus pundak Nada.

"Kau... serius?"

"Aku akan memberitahu bu Dini, nanti. Pergilah, bawa Irfan ke rumah sakit, segera."

Nada mengangguk, lalu tanpa banyak kata ia segera menarik tasnya beserta ponsel dan kunci motor Risa.

Jodoh dari Surga-NyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang