Empat

9.2K 689 22
                                    

Empat

Gadis berkerudung itu menapaki tangga terakhir dengan raut gelisah. Ya, untuk kesekian kalinya ia harus menuruti kemauan ibunya. Sesungguhnya, ia sudah lelah diperlakukan seperti ini sama ibunya. Tapi, ia mengingat satu hal, ibunya adalah satu-satunya orang yang begitu menyayanginya, mengingat ayahnya sudah pergi entah ke mana. Jadi, hanya dengan cara inilah ia menyenangkan hati ibunya. Syukur-syukur kalau ia bisa tertarik pada salah satu pria pilihan ibunya.

"Raza,"

Nada mengernyit, lalu menoleh ke sosok pria yang mengenakan kemeja hitam pas badan dan juga jeans-nya. Rambutnya tertata rapi dengan gaya anak muda biasanya, begitu fresh dan menyenangkan.

"Ridho?"

Pria itu mengangguk lalu mengulurkan tangannya. "Aku Ridho," sapanya dengan senyuman.

Nada mengangguk lalu menerima uluran tangan itu. "Aku Nada Razani, tapi tolong panggil aku Nada saja," jawab Nada menginterupsi.

Ridho tersenyum lalu mengajak Nada untuk segera masuk ke mobilnya. Ya, untuk penilaian pertama, Nada adalah sosok gadis yang begitu menarik. Hello Kitty berselimut salju.

Ridho menyalakan mesin mobilnya, lalu mulai menjalankan mobilnya untuk membelah pusat kota Semarang. Kali ini Ridho memasuki wilayah Simpang Lima, lalu segera masuk ke jalan Pahlawan untuk menuju ke Taman KB.

"Kau sudah makan?" tanya Ridho lembut.

Nada tersenyum lalu demi kesopanan ia mengangguk pelan. "Sudah, Mas."

Ridho terkekeh pelan, lalu berkata, "Mendengarmu memanggilku 'mas' seolah kita sudah menikah saja, Nad."

Nada menggigit bibirnya, lalu menatap ke arah jalanan. Mengernyit kala Ridho memarkirkan mobilnya di depan SMAN 1 Semarang.

"Kau bisa makan tahu gimbal, kan?"

Nada mengerjapkan matanya beberapa kali, berpikir. Bukan karena ia pilih-pilih makanan atau sok menjadi gadis matre, tidak. Tapi ia sungguh-sungguh tidak bisa makan udang dan bahkan yang berbentuk tahu gimbal.

"Kan aku sudah makan, Mas," tolak Nada tak enak.

"Aku yang lapar kok, Nad. Ayo!" tukas Ridho sembari menarik tangan Nada pelan menuju warung kaki lima yang berjejer rapi di sekeliling taman.

Nada mengekori Ridho dengan hati dongkol. Maksud hati menolak biar mereka bisa langsung pulang, eh malah Ridho punya alibi lain untuk mengajaknya makan tahu gimbal.

Mereka pun memilih salah satu kios untuk disinggahi, yang mungkin sudah dikenal oleh Ridho.

"Halo, mas Ridho! Sudah lama tak pernah ke sini, lupa ya sama tahu gimbal saya?" sapa sang penjual hangat.

"Hahaha, pak Edy bisa saja. Saya lagi ada proyek di luar kota beberapa hari yang lalu, Pak," balasnya riang, sembari mengajak duduk Nada di tikar yang sengaja digelar oleh pemiliknya.

"Tunggu sebentar ya, Pak!" lanjut Ridho yang langsung menoleh ke Nada, "Kau mau makan juga?"

"Eh... ehm... Maaf sebelumnya, Mas. Tapi aku tak bisa makan udang," tolak Nada halus.

Ridho tersenyum lalu. "Bukan masalah. Tapi es campur mau kan?"

Nada mengangguk lalu segera berkutat dengan ponselnya. Pokoknya ibunya harus diinterogasi setelah ini. Sepertinya Ridho bukan dari kalangan biasa kalau mendengar pembicaraan pria itu dengan penjual tahu gimbal.

"Nad...." Ridho memanggilnya pelan.

"Iya?"

"Maaf sebelumnya, tapi aku benar-benar penasaran," pinta Ridho sembari memperbaiki duduknya, "Apa kau mempunyai trauma cinta di masa lalu? Bertemu denganmu hari ini aku tak yakin bahwa para pria tidak tertarik denganmu."

Nada menghela napas keras, lalu tersenyum getir. "Apa aku seperti gadis yang mempunyai trauma seperti itu?"

Ridho menggeleng pelan.

"Jawabanku tidak, Mas. Ya... inilah aku. Trauma adalah presepsi dari ibuku karena masalah keluarga sepuluh tahun yang lalu. Tapi sungguh... aku sudah melupakan hal itu dari dulu," jelasnya cepat.

Entah mengapa Nada merasa Ridho cocok menjadi seseorang untuk bertukar pikiran. Bukan, bukan cinta. Hatinya masih sama, milik pria lain yang sekarang entah berstatus apa.

Ridho mengangguk paham, lalu diam sejenak. "Tapi... mungkinkah kau... maaf... suka sesama jenis?"

Nada tertawa keras mendengarnya. Yap, bahkan bukan sekali dua kali ia dianggap seperti itu karena tak pernah terlihat membawa seorang pun pria ke rumah atau pun disambangi ke rumah. "Alhamdulillah, Mas. Aku masih Nada yang waras,"

Ridho terenyuh melihat tawa Nada yang lepas, begitu memikat hati. Ya, andai saja gadis di depannya ini mau membuka hati, tentunya ia akan segera meminta orang tuanya untuk melamarnya.

"Lalu?"

"Lalu apa?"

"Lalu apa yang membuatmu masih sendiri hingga saat ini?" tanya Ridho penasaran.

Nada membenarkan posisi duduknya kala penjual datang membawa dua es campur dan juga sepiring tahu gimbal.

"Terima kasih, Pak,"

Ridho kembali ke Nada, menanti jawaban yang meluncur dari bibir tipisnya.

"Karena Allah belum mau menunjukkan jodoh dari surga-Nya, Mas," jawab Nada singkat dan jelas.

Ridho mengangguk paham. Mengerti bagaimana kondisi Nada saat ini. Gadis ini, bukan seseorang yang susah jodoh, tapi ia menanti seseorang yang telah menyematkan nama di hatinya datang. Ia tersenyum miris, bahkan di awal pertemuan mereka gadis itu sudah memberitahunya secara gamblang. Ya, cinta memang tidak bisa dipaksakan, begitu pula cinta Nada untuknya bagai bulan yang merindukan matahari.

Ridho menyuapkan satu sendok lontong ke mulutnya, membiarkan Nada menikmati es campurnya, lalu melemparkan pandangan ke arah lain. Mengernyit kala ia melihat sosok pria yang berdiri tak jauh dari mobilnya. Di belakang sebuah mobil Freed berwarna silver dengan kacamata minusnya mengawasi mereka. Ia melirik Nada, sepertinya gadis itu tak sadar bahwa ia sudah diikuti oleh seseorang. Lalu di detik yang sama hatinya mencelos kala sadar bahwa seseorang itu adalah pria yang sedang ditunggu Nada.

"Nad,"

"Iya, Mas?"

"Andaikata kita tidak bisa menikah, apa kau keberatan kalau aku memintamu untuk menjadi adikku?"

Nada tersenyum lega. "Tentu saja tidak, Mas."

Ya, hanya sebuah jawaban itu membuat hati Ridho lega. Paling tidak, ia masih bisa memasuki kehidupan seorang Nada. Selalu mendukung gadis itu untuk mewujudkan hal-hal yang belum terwujud. Mungkin salah satunya yaitu menyatukan pria berkacamata itu dengan Nada.

TBC

A/N :

Assalamu'alaikum... alhamdulillah banget aku bisa menyapa kalian lewat postingan hihihi.

Maaf nunggu lama untuk bab barunya, soalnya aku lagi ada kerjaan freelance untuk tenaga pengambil darah. Ditambah long weekend kemarin kakiku bengkak dan ngga bisa jalan karena ada peradangan di sela jari.

Sedikit sih, tapi semoga terpuaskan rindunya, ya?

Semoga kalian sehat selalu,

Wassalamu'alaikum,

Nurul Putri Wibowo

Jodoh dari Surga-NyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang