"Terima kasih, Nada," ujar Ridho tulus sembari mengemudi.
"Terima kasih buat apa?"
"Buat semuanya. Aku berterima kasih karena kau memperbolehkanku masuk dalam kehidupanmu. Terima kasih juga karena kau tak menolak pertemuan pertama kita," jelas Ridho masih fokus dengan jalanan macet di wilayah Krapyak.
Nada tersenyum lalu mengangguk pelan. "Bukan masalah. Toh selalu ada awal dari segala hal, kan?"
Ridho mengangguk lagi, setelah perbincangan singkat itu mereka sama-sama bungkam, fokus dengan pikirannya masing-masing. Nada masih mengingat kilasan tentang hubungan Irfan dengan Wafa ditambah cerita-cerita aneh bin ajaib yang meluncur tanpa saringan dari mulut murid-muridnya di SMA Tere seolah mereka ingin memberitahu bahwa ada seseorang yang memerhatikannya sedetail itu yang bahkan tak pernah ia duga selama ini.
Tiga puluh lima menit kemudian Ridho membelokkan mobilnya ke sebuah perumahan di wilayah Ngaliyan. Ia pun segera mengantarkan Nada hingga depan rumah.
"Kau tahu rumahku?" tanya Nada mengernyit heran.
"Ibumu yang memberitahuku,"
Nada mengangguk paham. Ibunya berulah kembali dan berhasil membuat Ridho pulang ke rumah bersamanya. Benar-benar tipe seorang ibu yang gigih dan tak mudah putus asa.
"Assalamu'alaikum," sapa Nada sembari membuka pintu dan mencelos kaget kala ibunya sedang berbincang dengan wanita paruh baya yang sepertinya seumuran dengannya.
"Wa'alaikum salam. Eh... ini dia calon menantuku," jawab wanita itu sembari memeluk Nada erat membuatnya mengernyit pada ibunya meminta penjelasan.
"Mama?"
Ridho muncul dari depan pintu dan terkejut kala melihat ibunya berada di sana juga.
"Benar Rani, Nada sekarang sudah tumbuh menjadi gadis yang manis dan lembut," puji wanita itu mengabaikan sapaan dari Ridho.
"Ma... kenapa Mama tak memberitahu Ridho kalau Mama di sini? Andaikata Ridho tidak bertemu Nada gimana?"
Wanita itu menepuk pipi anaknya sayang lalu tersenyum kalem. "Yang penting kalian pulang bersama, kan? Yah... andaikata kau tak bertemu Nada, masih ada mang Udin dan taksi tentunya," jawab wanita berkerudung putih tulang itu sembari duduk kembali bersama Rani.
"Ke mana saja kalian, Nak? Sepertinya kalian sudah benar-benar dekat," tanya Rani sedikit menyindir kebersamaan Ridho dan Nada.
"Ini tidak seperti yang kau kira, Ma. Maaf... saya permisi," sanggah Nada kepalang emosi. Ia pun segera masuk ke dalam dan menuju kamarnya. Ia terduduk di kasur sembari memejamkan matanya lelah. Ia tak suka dikekang, ia juga tak suka diatur dan dipaksa seperti ini. Andaikata Ridho bisa mengambil hatinya, tentu saja itu nanti tidak secepat ini yang bahkan hatinya masih gundah seperti ini.
"Nada...." Ibunya mengetuk pintu pelan, membuatnya bangkit dan segera membuka kamar.
Rani menatap Nada yang kembali duduk di tepi kasur iba. Ia mendekati anaknya lalu memeluknya sayang.
"Kau tersinggung dengan ucapan Mama?" tanya Rani lembut.
Nada mendengus pelan lalu menatap ibunya dengan setumpuk luka di matanya. "Maaf, Ma. Aku harus mengatakannya. Mama boleh menjodohkanku dengan siapa pun, mempertemukanku dengan puluhan atau bahkan ratusan pria sekali pun. Tapi tolong, Ma... cinta itu tidak sesederhana itu. Semua butuh proses. Aku menerima Ridho bukan karena aku sudah memilihnya, tapi karena aku menghargainya. Mama paham?" Sebulir air mata jatuh dari mata Nada.
"Maafkan Mama, Nak," ucap Rani tulus.
"Dan aku akan memberitahu Mama satu hal. Aku bukan Nada yang mengalami trauma karena kisah cinta orang tuanya. Tidak, Ma. Aku masih sendiri karena aku sudah memiliki sebaris nama di hatiku. Aku mencintai orang lain, Ma," beritahu Nada akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh dari Surga-Nya
RomanceSeorang gadis berusia dua puluh enam tahun yang tak kunjung menikah. Sudah beberapa kali sang ibu menyodorkan pria yang menurutnya sesuai dengan selera anaknya tapi sayangnya, satu pun tak ada yang diliriknya. Bukan, ia bukan gadis yang menyukai se...