5

801 107 9
                                    

..

Chaeyoung menemukan Jennie di bangku terdekat, dia sedang duduk sendirian disana, dengan wajah yang sedih. Dia menendang beberapa kerikil di tanah dengan kakinya, dan bergumam seperti sedang memarahi seseorang.

Chaeyoung tengah berdiri menikmati pandangan itu, kemudian bibirnya tanpa sadar menggambarkan senyum.

Tapi dadanya kembali teriris.

Semakin dekat dirinya dengan Jennie semakin banyak pula kasih sayang yang terpupuk di hatinya.
Suatu saat nanti mungkin rasa itu akan meledak, tapi Chaeyoung kembali merasa takut oleh balasan rasa yang dia dapatkan oleh hati lainnya.
Dia sangat takut akan hari dimana dia tidak bisa hidup tanpa dicintai dan dicintai kembali olehnya.

Menutup pikiran yang mengembara itu, Chaeyoung berjalan ke arah Jennie dan duduk di sebelahnya.

Ketika Jennie melihatnya, dia langsung memalingkan wajahnya.

Dia masih marah pada putrinya yang berharga.

"Kenapa kamu duduk di sini? Apa kamu tidak melihat matahari sedang menyorotimu?"

Chaeyoung mengangkat tangannya untuk menutupi mata Jennie dari matahari. Biasanya, Jennie sangat tidak nyaman ketika cahaya langsung menyorot ke matanya.

'Pertanyaan bagus Chaeyoung, tapi bukankah seharusnya kamu menjelaskan terlebih dahulu apa yang terjadi sebelumnya? Karena itu sebabnya aku duduk di sini untuk menunggu seseorang datang dan menjelaskan.'

"Itu tidak ada hubungannya denganmu, pergi saja dan urus LaLisa-mu!"


'Aku benar-benar tidak bisa memahami putriku yang berharga lagi. Ada begitu banyak orang di dunia ini, mengapa dia harus memilih gadis yang menjengkelkan seperti Lalisa. Jika dia ingin mempercayakan seluruh hidupnya pada seseorang, seharusnya dia memilih seseorang yang sepertiku, seperti Ibunya, seperti Kim Jennie, yang baik hati dan imut, juga sangat mengerti dirinya.'

Jennie marah karena kriteria putrinya yang berharga dalam memilih kekasih terlalu buruk.

"Dia bukan pacarku." Chaeyoung menjelaskan.

"Jika dia bukan pacarmu, lalu mengapa kamu menciumnya?"

Jennie berbalik dengan wajah frustasi.

"Aku tidak menciumnya, dia hanya membuatnya terlihat seperti itu.. Dia hanya ingin menggodamu."

Melihat putrinya menjawab dengan jujur seperti itu, Jennie mulai merasa tenang.


'Benar juga, Lalisa itu suka sekali menggodaku, tidak terkecuali dalam mengarang cerita.. Juga tentu saja, Chaeyoung bukan tipe orang yang menyukai orang gila seperti itu, putriku yang berharga pasti jatuh cinta pada orang yang sangat luar biasa. Tapi jejak macam apa itu?'



"Kalo begitu tanda apa itu? Jika kamu tidak menciumnya, lalu siapa yang kamu cium?"

Semakin Jennie bertanya, semakin pula wajah Chaeyoung memerah, dia dengan canggung menggaruk kepalanya, mencoba mencari alasan yang bagus untuknya.

"Aku tidak mencium siapa pun. Aku hanya terjatuh ke tepi meja itu saja."

"Benarkah?"

Jennie mengerutkan kening, bertanya dengan serius.

"Iya hanya itu.."

"Awas saja jika kamu berani berbohong padaku!"

Jennie bangkit dan pergi tanpa memberi tahu Chaeyoung sepatah kata pun.

"Hei, kamu mau kemana?" Chaeyoung bangkit dan mengejarnya.

"Kalau mau pergi kembalilah ke makanan yang kamu pesan daripada pergi ke mana pun."

Panggil Aku Ibu!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang