🍁 Chapter 2

98 15 0
                                    

Christopher Bang hanyalah salah satu dari banyaknya penyihir yang dididik di Hugostone Academy. Tapi, siapapun di tempat itu tentu tidak bisa menyangkal jika lelaki dengan manik abu-abu itu adalah satu yang paling populer di seluruh akademi itu.

Ia memang tidak setinggi Juyeon, tapi tubuh besar dan berototnya membuat siapapun yang melihatnya akan pusatkan seluruh perhatian padanya. Ia juga tidak punya sayap dengan warna paling indah seperti milik Eunwoo—peri charusmitadian yang setingkat dengannya—tapi hiasin unik yang ada secara alami di tubuhnya—seperti tatto bunga lotus di sepanjang lengan bawah tangan kirinya—mampu membuat siapa saja akan menghentikan aktivitas mereka untuk sekedar mengaguminya.

Ya. Siapa saja. Termasuk Hyunjae yang telah menghabiskan banyak tahun dengannya.

Lelaki Lee dengan manik kebiruan itu bahkan pernah dengan terang-terangan menyebut jika Chris adalah mahluk paling sempurna di Hugostone. Padahal di mata Chris, penyihir aquasera itulah yang terindah.

Juyeon bahkan pernah menghentikan langkah saat pertama kali melihatnya ketika mereka pertama kali masuk ke akademi.

Para peri—sudahlah, tidak perlu dijelaskan. Mereka tentu akan menatapnya dengan penuh puja tanpa syarat apapun.

Hanya sepasang mata yang akan mengabaikannya.

Ya, hanya sepasang.

Itu milik Lee Minho.

Satu-satunya axeldian yang tersisa itu tidak pernah sekalipun arahkan tatapannya pada Chris untuk waktu yang lama. Ketika manik keemasannya bertemu dengan manik Chris, penyihir bersayap itu hanya akan mengerjap sekali dan kembali pada apa yang harus ia lakukan. Semua yang ada di diri Chris seakan tidak menarik perhatiannya sama sekali.

Dan itu sudah biasa.

Chris juga tidak mempermasalahkan apapun ketika Minho hanya akan menggeleng atau mengangguk ketika ia ajak bicara dan berlalu pergi tanpa satu katapun. Mereka tidak dekat dan ia hanya mengenal axeldian itu karena mereka sama-sama ada di akademi itu. Dan Chrispun bukan tipe mahluk yang menginginkan semua perhatian untuknya.

Ia tidak akan peduli.

Hanya saja, Hyunjae kerap kali mempermasalahkan itu.

Chris tidak tahu apa alasan jelasnya. Tapi sahabatnya sejak kecil itu sering lemparkan tatapan tak senang setiap Minho lewat di depan mata mereka dan bersikap seperti tidak melihat apapun. Kalimat yang sering pemilik manik kebiruan itu katakan adalah bahwa bagaimana Minho yang adalah axeldian—mengindikasikan bahwa ia juga peri—bersikap tidak sopan begitu? Padahal seluruh dunia mengatakan jika peri adalah bentuk nyata dari kebaikan semesta.

Tapi untuk Chris sendiri—jika boleh jujur sejujur-jujurnya—ia tidak menyukai peri.

Semua senyum yang ia berikan setiap mereka berpapasan hanya bentuk sopan santun yang dimilikinya sebagai mahluk berotak dan berhati. Selebihnya, tidak ada rasa senang sama sekali ketika ia melihat mereka.

Alasannya?

Yang pertama ia tidak tahu pasti. Tapi rasa itu seperti sudah tertanam dalam dirinya sejak lama. Ia juga tidak paham mengapa. Tapi jauh sebelum ia bisa berinteraksi bebas dengan mahluk bersayap itu, ia sudah tidak menyukai mereka.

Yang kedua dan yang menambah rasa tidak sukanya pada mereka adalah sebuah kejadian rahasia. Tidak ada yang tahu dan ia tidak berencana untuk membukanya pada siapapun. Resikonya terlalu besar dan ia akan biarkan itu hingga nantinya akan terbongkar sendiri.

Sehingga tentang Minho, Chris jelas tidak peduli.

“Chris, hei?”

Pemilik manik abu-abu itu tiba-tiba tersentak saat namanya disebut seiring dengan sebuah pukulan panas yang terasa di punggung tangan kirinya. Pelakunya adalah Hyunjae yang kini duduk di sampingnya. Mereka sedang duduk bersama di bawah salah satu pohon yang tumbuh sepanjang jalan dari gedung utama akademi hingga ke taman botani. Jam makan siang baru selesai sehingga mereka duduk di situ sambil menunggu waktu untuk kelas sore.

DOMINUS AXELDIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang