🍁 Chapter 15

58 12 0
                                    

Juyeon tetap mencari Minho. Sejak pembicaraannya dengan kedua sahabatnya bersama Chris dan seorang peri yang tak ia kenali dipotong oleh peri lainnya, ia pergi begitu saja tanpa peduli dengan apa yang mereka bicarakan. Walau sudah jelas telinganya menangkap namanya yang turut dibawa-bawa dalam percakapan mereka. Untuk Juyeon, Minho lebih penting saat ini. Ia harus menemukan saudara kembarnya itu secepatnya.

Tapi entah ke mana axeldian itu menghilang, Juyeon sama sekali tak menangkap keberadaan penyihir bersayap itu. Seluruh area akademi sudah ia susuri—bahkan hingga ke tempat yang tak pernah Minho singgahi. Ia juga sudah beberapa kali masuk keluar hutan, tapi Minho seperti hilang ditelan bumi.

Minho tidak ada di mana-mana. Juyeon tidak menemukannya di manapun.

Lalu saat hari sudah berganti, pencarian itu tidak berhenti. Juyeon masih melanjutkannya. Kali ini, pemilik manik sewarna langit malam itu memilih untuk tidak masuk kelas dan sudah menghilang sejak pagi buta dari menara. Ia juga sempat kembali menyambangi kamar Minho sedang saudara kembarnya itu lagi-lagi tak ada di sana. Penyihir aquasera itu juga mengkhawatirkan jika tidak adanya sang axeldian di akademi akan diketahui para pengajar dan kepala akademi. Karena jika mereka tahu, ia akan kesulitan membawa saudara kembarnya itu pulang seperti pesan ayah mereka.

Hari masih gelap saat Juyeon memasuki hutan melalui jalanan setapak di belakang menara. Jalanan itu ada di sisi si pohon ekaliptus. Saat melewati pohon itu, Juyeon sempat menatapnya dengan kening yang berkerut. Pohon itu kaku sekali dan membuatnya yakin jika Minho memang ada di dalam hutan sana.

Melangkah semakin jauh memasuki hutan, manik sewarna langit malam Juyeon berpendar sedikit kaget saat menabrak cahaya samar berwarna merah. Itu bukan Minho—Juyeon sangat tahu jika itu bukan saudara kembarnya. Axeldian identik dengan warna keemasan dan hijau yang berkilauan. Jadi cahaya merah itu sudah jelas bukan tanda keberadaan saudara kembarnya.

Tapi entah apa yang salah, kakinya justru menapak untuk melangkah ke arah di mana datangnya cahaya itu. Dan entah sudah sejauh apa ia melangkah, kaki-kakinya akhirnya berhenti melangkah ketika ia menyadari dari mana datangnya cahaya merah itu.

Seorang penyihir fuocosera yang menemuinya kemarin pagi di tengah akademi ada di sana. Cahaya merah itu datang dari bola api besar yang melayang tinggi di atas kepala penyihir itu. Dan saat mereka sudah berhadapan, Juyeon dapat menangkap manik penyihir itu yang juga berwarna kemerahan. Dan saat manik mereka bertemu, semua tujuan utamanya masuk ke hutan itu hilang begitu saja. Ia begitu fokus pada penyihir di depannya itu.

“Ikut denganku!”

Bagai tidak ada hal lain di dalam kepalanya, kedua kaki saudara kembar axeldian itu melangkah begitu saja ketika si penyihir fuocosera berbalik dan melangkah menjauh dari tempat itu. Mereka berjalan beriringan dengan cahaya bola api tadi sebagai sumber penerangan dan penunjuk jalan. Dan entah seberapa jauh mereka melangkah, penyihir itu akhirnya berhenti entah di mana. Juyeon juga ikut menghentikan langkahnya.

Kini, yang bersama si saudara kembar axeldian bukan hanya penyihir itu. Karena sudah ada dua mahluk lainnya. Juyeon belum sempat memastikan siapa mereka. Karena ketika ia berhenti melangkah, semuanya mendadak menjadi gelap.









-dominus axeldian-









“Jadi, kau sudah bertemu dengan Minho?”

Chris mendengus malas ketika pertanyaan yang ia ajukan untuk Hyunjae malah dibalas pertanyaan lain oleh sahabatnya itu. Mereka kini masih terpisah jarak, tapi Chris membuat kontak untuk menanyakan kabar penyihir edelweis itu. Tapi, bukannya menjawab pertanyaan Chris mengenai keadaannya, Hyunjae malah balik bertanya.

DOMINUS AXELDIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang