Bab 3

5.5K 457 7
                                    

"Makan siang berdua sama Pak Raga?"

Sasa menutup telinganya, saat pekikan Kiki menggelora di seisi kamar. "Kiki! Polusi udara, tahu?" protes Sasa.

"Kok bisa?" Kiki melepas mukenanya, kemudian duduk di sebelah Sasa yang mulai sibuk memilih film yang hendak ia tonton di layanan streaming berbayar di laptopnya.

"Jadi, kemarin itu aku, kan, mau makan siang, tapi ternyata padang yang di dekat kantor tutup, jadinya aku berdiri di depan gerbang sambil scrolling-scrolling cari inspirasi makanan lewat ojek online. Eh, ternyata Pak Raga nyamperin, terus ngajak makan bareng. Begitu ceritanya." Sasa menceritakan kejadian itu dengan tenang, tanpa mengalihkan matanya dari laptop.

"Makan apa? Terus, terus?"

"Bebek goreng di Jalan Ciliwung." Akhirnya Sasa menoleh ke sahabatnya yang tampak bersemangat itu. "Terus apanya? Kami makan, selesai, pulang ke kantor. Sudah."

"Enggak ngobrol apa, gitu?" desak Kiki, masih kurang puas dengan penjelasan Sasa.

"Ki, please, deh. Enggak ada. Sepertinya lebih baik kalau kita mulai lanjutin drakor kemarin daripada ngomongin orang."

Baru saja Sasa menutup mulutnya, ponsel di sebelah laptop menyala. Pemberitahuan masuk. Satu pesan dari nomor yang tidak ia kenal. Sasa melirik ke benda pipih itu, kemudian mengerutkan dahi.

"Siapa? Customer?" tanya Kiki, yang langsung dibalas Sasa dengan menaikkan bahu.

"Siapa? Customer?" tanya Kiki, yang langsung dibalas Sasa dengan menaikkan bahu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Membaca pesan itu, Sasa mendelik tak percaya. Ia menutup mulut dengan tangan bebasnya, kemudian menoleh ke Kiki. "Ki ...."

"Apa, sih? Kenapa?" Tak sabar, Kiki merebut ponsel dari tangan Sasa, kemudian setelah membaca pesan itu, mulutnya ikut terbuka.

"Buruan, ke depan!" Kiki menarik tangan Sasa, biar beranjak dari kasurnya.

"Tap-tapi−" Belum usai Sasa berbicara, Kiki sudah menyeretnya ke pintu.

"Cepetan. Ini sudah malam, keburu yang jaga kos datang, Sasa. Ntar dia gosipin kamu aneh-aneh, loh. Buruan." Kiki mendorong Sasa yang ragu untuk melangkah menuju gerbang. Meski ragu, akhirnya Sasa benar-benar melangkah maju.

Diambang ragu, Sasa sampai juga di depan pagar yang masih tertutup. Ia menilik baju. Meraba badannya, memastikan pakaiannya lengkap dan tidak memalukan. Piama satin lengan pendek warna biru tua dengan rambut yang dicepol sembarangan, rasanya masih cukup wajar menemui orang yang tiba-tiba datang pukul setengah sembilan malam.

Ia mengambil napas, kemudian membuka gerbang. Mobil Raga tidak berada di depan persis. Namun, kira-kira dua puluh meter di sisi kanan kos, di depan lahan kosong. Sasa berjalan menghampiri si tamu dadakan yang berdiri menyandar di depan mobil sembari merokok.

Ketika Sasa kian dekat, Raga mematikan rokoknya. Pandangan mereka bertemu, senyuman tampak di wajah polos Sasa. Wajah tanpa riasan.

"Pak Raga," sapa Sasa begitu berhenti di depan Raga.

Approve (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang