Bab 25

3K 302 8
                                    

"Banyak juga yang mesti diretur, ya, Sa," celetuk Putra, ketika melihat lembar data yang dibeber Sasa di meja restoran.

Perempuan itu mengurut dahi, lalu menghembuskan napas keras-keras. "Mumet aku, Put."

Ia melirik ke ujung meja, tempat di mana Pak Erwin, Pak Dinar, dan tiga orang dari pihak aplikator proyek yang ditanganinya sedang sibuk mengobrol sembari menunggu makanan yang dipesan tiba. Sasa kemudian mendekat ke Putra, yang duduk di sebelahnya. "Para bos itu mumet juga, nggak kira-kira?"

Putra pun mendekatkan badannya kepada Sasa, lalu berbisik, "Kalau dari raut mukanya, mumetnya cuma 10%, Sa. 90% sisanya dilimpahin ke kroco-kroco kayak kita. Lihat itu, Pak Dinar saja ketawa-ketawa. Cuma kamu yang mumet lihat tabel kode-kode kaca."

Sasa memajukan kepala, lalu menoleh ke arah di mana bos-bosnya berada. Benar juga. Tidak ada obrolan soal pekerjaan yang barusan mereka rapatkan di kantor aplikator, malah mereka membicarakan soal pertandingan bola semalam. Bibir Sasa mencebik, lalu ditumpuknya lembaran-lembaran kertas yang ada di depannya. Setelah itu, dimasukkannya benda itu ke dalam tas laptopnya.

"Nah, gitu, dong. Enggak usah spaneng," celetuk Putra, sambil terkekeh. "Wong meeting-nya sudah selesai dari tadi, kok. Waktunya makan, ya, makan. Ngapain lihatin data terus."

Tak lama kemudian, pelayan restoran mulai menurunkan makanan yang mereka pesan. Sasa dan Putra pun menikmati makanan mereka sambil sesekali mengobrol soal kantor.

"Aku ke toilet sebentar, Put. Titip laptop," ucap Sasa begitu selesai menandaskan jus melonnya. Perempuan itu mencangklong tas, lalu beranjak keluar restoran.

Setelah meminta petunjuk arah letak toilet terdekat dari petugas kebersihan mal yang tadi berpapasan dengannya, Sasa melirik jam tangan yang melingkar di tangan kirinya, pukul dua belas lewat lima belas siang. Perempuan itu mengeluarkan ponsel, lalu membuka kolom percakapannya dengan Raga.

Namun, baru mengetikkan satu kata, perhatiannya teralih kepada seseorang yang ia kenali keluar dari sebuah toko mainan. Langkahnya memelan, tapi genggaman ponsel di tangannya mengerat. Hingga kemudian, pria yang sedari tadi diamatinya mengarahkan pandangan kepadanya.

"Sasa?" Timur menaikkan kacamata, lalu berjalan mendekat kepada Sasa. "Apa kabar?"

Sasa menelan ludahnya, lalu membuang muka. "Permisi."

"Sa, tunggu." Timur mencekal tangan Sasa ketika perempuan itu hendak melewatinya.

Sasa melepaskan tangannya dari tangan Timur, lalu menatap tajam pria itu.

"Sorry," ucap Timur. "Aku cuma pingin tahu kabar kamu. Kok di Surabaya? Ada proyek di sini?"

"Aku mau ke toilet." Sasa melanjutkan langkahnya, tidak peduli apakah Timur yang masih diam atau ikut pergi dari sana.

Setibanya di cubicle toilet, ia duduk di atas toilet. Ia menutup wajahnya. Mengesah. Menyadari ada amarah yang masih melingkupi.

"Astaga," desahnya. "Habis papasan sama istrinya, sekarang sama suaminya."

Sasa menghirup udara banyak-banyak, lalu menghembuskannya perlahan. Beberapa kali ia mengupayakan ketenangan, biar bisa tetap melanjutkan hari ini tanpa kekesalan konyol karena mantan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masa lalu. Setelah dirasa lebih tenang, ia keluar dari bilik toilet, lalu mencuci tangan dan memeriksa penampilannya di kaca wastafel. Ia menatap pintu, lalu berjalan keluar dari tempat itu.

Duh!

Timur rupanya berdiri bersandar di lorong menuju toilet. Ketika pandangan mereka berserobok, pria itu menegakkan posisinya.

Approve (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang