Bab 13

3.5K 349 7
                                    

Sepanjang perjalanan pulang dari Jakarta kemarin, hingga hari ini, bayangan interaksinya dengan Raga menyelundup ke pikirannya. Pembicaraannya soal keluarga, soal pernikahan orangtuanya, soal ayah kandungnya, ibarat benang merah yang akhirnya menalinya lagi pada sosok pria yang tidak mempercayai sebuah rasa.

Relung hatinya bilang, kalau bisa saja Raga berpikiran seperti waktu itu lantaran latar belakang keluarganya. Make sense. Namun, akal sehatnya tidak seirama. Mengharapkan apa dari manusia yang enggan memiliki komitmen dan tidak ada pernikahan di rancangan masa depannya?

Apalagi setelah peristiwa apartemen itu, mereka tidak banyak bicara. Tidak bertukar pesan. Tidak menanyakan kabar seperti sebelum semuanya terjadi.

Sasa mengusap wajahnya, lalu memukul-mukul dahi dengan ponsel yang digenggamnya. "Bodoh, bodoh, bodoh. Bodoh banget!"

Perempuan itu kemudian menyandarkan kepala ke ranjang. Mendongak, memandang langit-langit kamar, Sasa tidak bisa mengelak lagi kalau Raga berdaya membuatnya terlena. Peristiwa apartemen malam itu seperti membuka asa yang sebenarnya nihil ada.

Meski ia tidak tahu apa yang akan terjadi nanti setelah ini, Sasa memilih menyiapkan benteng di hatinya. Ia enggan terluka karena pria. Seketika itu pula, ia meneguhkan dirinya agar tidak mengingat apa yang berlalu waktu itu. Seperti merapal mantra, menolak abai kendati hasrat yang meluap-luap. Sasa memaksa logikanya bergerak lebih maju dibanding perasaan.

Lupakan, lupakan, lupakan. Raga pasti juga sudah melupakan peristiwa itu.

***

Begitu bel tanda berakhirnya jam kerja sudah berdering kencang. Semua staf STG bersiap menuju ke hotel tempat yang sudah dipesan untuk acara halalbihalal perusahaan. Sasa mengeluarkan parfum kecil dari pouch, kemudian menyemprotkan cairan itu di pergelangan tangan dan belakang telinga, sebelum berangkat ke lokasi acara.

Begitu memasuki ruangan besar di hotel, Sasa dan Kiki disambut dua meja panjang berjajar, yang berisi beraneka macam kudapan. Menjorok lebih ke dalam, kursi-kursi berselimut kain putih sudah berbaris rapi. Tampak orang-orang mulai duduk di bangku-bangku itu. Tanpa buang waktu, Kiki dan Sasa pun membaur dengan rekan kerja mereka.

"Panitianya orang akunting?" tanya Sasa kepada Kiki yang duduk di sebelahnya.

"Iya," jawab Kiki.

Setelah kursi-kursi mulai penuh ditempati, pembawa acara yang adalah salah satu staf departemen akunting, memulai acara halalbihalal. Perempuan di atas panggung itu membacakan susunan kegiatan, kemudian memimpin doa bersama.

Dalam ketenangan yang tercipta, Sasa mengedarkan pandangan ke area depan, di mana biasanya ditempati oleh orang-orang dengan jabatan yang lebih tinggi daripada ia.

"Arah jam dua," bisik Kiki, seraya melirik Sasa.

Mendengar ucapan sahabatnya, Sasa menoleh ke arah yang dibilang Kiki, lalu buang muka. Sontak, Kiki yang melihat tingkah Sasa mengatupkan bibir, menahan tawa.

"Abis makan langsung pulang, Ki," ucap Sasa.

"Ya, iyalah, Sa. Emangnya kamu mau cuci piring dulu?" celetuk Kiki, yang langsung dibalas cubitan di pahanya oleh Sasa.

Sambutan-sambutan dari direktur dan ketua panitia pun selesai juga. Sebelum mulai menyantap hidangan yang sudah disiapkan, upacara salam-salaman khas Hari Raya dimulai dari barisan depan. Para staf yang duduk di belakangnya menyalami lebih dulu, kemudian berbaris memanjang ke samping, guna semua staf bisa saling bersalaman.

Begitu tiba ia menjabat tangan Raga, Sasa hanya diam saja. Begitu pula dengan Raga. Pria itu hanya tersenyum sangat tipis, lalu segera melepaskan kaitan tangan mereka.

Approve (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang