VOYAGE ; 3.3

311 40 2
                                    

Napas menghembus dari hidung mereka masing-masing. Jarak yang dibentang oleh Nusa membuat mata Nora bisa menangkap tatapan yang diberikan pria itu. Bibir keduanya terbuka seiring dengan sisa gerakan bibir mereka. Saat ini tidak ada yang bisa melarang mereka untuk melakukan apa pun, tapi Nusa tak mau gegabah dan membuat Nora menjadi ketakutan. Ingatan perempuan itu tidak ada mengenai kedakatan yang pernah terjalin diantara mereka. Jadi, Nusa harus memastikan bahwa Nora menghendaki.

Ibu jari Nusa mengusap pipi perempuan itu dan mata Nora sontak saja memejam menikmati sentuhan yang didapatkannya. Respon semacam itulah yang sebenarnya membuat Nusa tidak tahan untuk mengekpresikan diri dalam bentuk seks. Namun, membawa gairah yang sama untuk Nora adalah hal yang agaknya berat. Perempuan itu pasti berpikir bahwa mereka belum pernah melakukannya. 

"Kata kamu ... dulu hubungan kita ... romantis?" ucap Nora dengan pelan.

Nusa agaknya lupa dengan ucapannya sendiri, tapi dia agak ingat bahwa dia mengatakan hal semacam itu pada Nora saat membawa perempuan itu menuju vila. Entah kapan tepatnya, tapi saat itu sepertinya Nusa sudah nekat untuk membuat Nora percaya hubungan mereka memang lebih dari sekadar sahabat semata. Pada kenyataannya memang mereka selalu berhubungan intim lebih rutin dari pada pasangan kekasih. Saat itu Nusa memang sedang menaruh hati pada Afi dan melampiaskan gairahnya pada Nora. 

Sekarang, Afi sudah memiliki kehidupannya sendiri dan dia harus membangun kehidupan yang baru bersama Nora. 

"Hm. Kenapa? Kamu mau menjalaninya denganku?" balas Nusa. 

"Apa yang akan terjadi kalo kita keluar dari status sahabat? Apa yang akan keluarga kamu pikirkan, Sa? Mereka udah baik banget sama aku. Kalo kamu bilang kita adalah pasangan ... mungkin mereka nggak akan setuju."

Nusa tertegun dengan kalimat Nora yang tepat sekali membaca situasi. Nusa hampir mengira bahwa perempuan itu mengingat kisah lama mereka karena menyimpulkan keluarga pria itu akan menentang. Namun, saat mencoba memahaminya lagi, Nusa mendapatkan kesimpulan bahwa Nora hanya memperkirakan reaksi keluarga Nusa yang stratanya lebih tinggi. 

"Kamu takut dengan reaksi keluargaku?" tanya Nusa tanpa menghentikan usapan tangannya pada pipi perempuan itu. 

"Ayahku tukang bikin masalah, Sa. Mereka mungkin bisa bersikap baik karena aku cuma teman buat kamu, tapi kalo mereka mengetahui bahwa kita saling suka, apa kita akan direstui?" 

Nusa menaikkan sebelah alisnya dengan bingung. Lalu, Nora buru-buru untuk merevisi kalimatnya. "Bukan restu semacam kita mau nikah atau gimana, maksudku adalah restu untuk jadi pasanngan kekasih. Aku nggak tahu apakah hubungan kita akan berhasil. Kalo hubungan ini nggak berhasil, gimana nantinya--"

"Aku mau menikah dengan kamu, Elnora."

Kali ini Nusa berhasil membuat perempuan itu tidak bisa berkata apa-apa selain menatap Nusa dengan mata melebar penuh rasa terkejut. 

"Mungkin bagi kamu ini terlalu cepat, tapi bagi aku nggak. Persahabatan yang kita bangun udah cukup lama. Aku nggak mau mati karena panik dengan kondisi kamu, Ra. Aku mau selalu menjaga kamu. Menjadi kekasih bagiku hanya membuang-buang waktu kita berdua aja. Kita udah kenal lama."

Nusa mengganti posisi dan sekarang tangannya menggenggam milik Nora. Perempuan itu belum bangun dari keterkejutannya. 

"Ra, please percaya sama aku. Kita bisa menjalani apa pun selama kita berdua."

"Wait ... ini sangat cepat, Sa. Bisa kita memulai dengan langkah yang pelan?" tanya Nora.

Aku nggak bisa lebih pelan lagi. Aku mau mengikat kamu sebelum kamu mengingat apa pun, lebih bagus untuk nggak mengingat apa pun. 

"Kamu mau kita pacaran dulu sebelum menikah?" tanya Nusa yang memang menginginkan perubahan segera terjadi dalam hubungan mereka. 

"Pacaran? Sekarang?" balas Nora. 

"Ya. Atau kamu ... mau menolak perasaanku?"

Untu beberapa saat mereka berdua hanya bisa saling terdiam. Nusa tidak berusaha untuk mengganggu perempuan itu untuk memikirkan apa yang memang ingin dipikirkan lebih dulu. 

"Aku suka kamu, tapi aku nggak mau melihat reaksi keluarga kamu yang mungkin akan menjadi berubah ke aku."

Nusa menggelengkan kepala meyakinkan Nora. "Nggak akan. Mereka akan menerima kamu dengan sangat baik, khususnya mamaku. Kamu nggak perlu mencemaskan hal yang nggak seharusnya kamu pusingkan. Pasangan yang aku pilih, itulah yang akan mereka terima, Ra."

Nusa masih bisa melihat keraguan yang tergambar jelas di wajah Nora. Pria itu membuat Nora menatapnya lagi dan kembali mencium bibirnya, kali ini lebih dalam dan menggunakan gerakan bibir yang lebih intens.

Nusa merasakan dadanya ditahan oleh Nora hingga bibir mereka terlepas. 

"Ini ketiga kalinya kamu cium aku," gumam Nora dengan pandangan yang mulai berkabut.

Nusa membiarkan dirinya sendiri mengamati semua yang dilakukan oleh Nora. pria itu mendapati gairah Nora yang mulai terpancing dengan ciuman itu. 

"Maybe I could do more," bisik Nusa yang membuat bulu kuduk Nora meremang.

Bibir pria itu lalu bersarang di leher Nora, melihat reaksi seperti apa yang akan diberikan perempuan itu lebih dulu sebelum benar-benar merealisasikan seks malam ini dengan Nora. 

Lalu, selama beberapa saat tidak ada penolakan yang diberikan oleh Nora. Saat itu juga Nusa meyakini bahwa dirinya mendapatkan lampu hijau dari perempuan itu. Sofa yang kini mereka duduk mungkin akan menjadi saksi kembalinya hubungan keduanya yang memanas. Setelah semua ini, Nusa akan memastikan perempuan itu tidak lepas darinya. Tak peduli mamanya mungkin akan menjauhkan mereka, jika Danusa mengikat Nora dengan pernikahan, bisa apa mamanya?

[Chapter 4 full sudah bisa kalian baca duluan di karyakarsa dengan username 'faiya'. Selamat membaca.]

Voyage#2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang