Elnora tak pernah merasa setenang sekaligus sebingung ini dengan Nusa yang membawanya entah menuju tempat yang berada dimana. Nora benar-benar kepayahan untuk mengingat jalan yang mobil itu lewati. Rasanya, hanya Danusa yang tahu mengenai tempat yang akan mereka tuju. Sepanjang jalan yang terlihat, Nora tidak bisa mendapatkan kesimpulan apa pun. Kepalanya tidak memproses ingatan kecil mengenai jalanan yang mereka lewati ini."Sa, apa kita pernah lewat jalan ini sebelumnya?" tanya Nora untuk tahu mengenai apa yang sedang Nusa lakukan dengan membawanya pergi.
Danusa menoleh singkat. Pasti ada perasaan yang tidak bisa diungkapkan oleh Nora hingga bertanya demikian. Pernah atau tidaknya mereka melewati jalanan itu tidaklah penting. Karena yang terpenting adalah kondisi mereka yang tengah dikejar-kejar keluarga Danusa sendiri.
"Sebagian perjalan tadi, kita pernah melewatinya. Yang sekarang ini, nggak. Sebelumnya kita nggak pernah lewat sini."
Tentu saja. Siapa yang akan pergi ke area hijau jika bukan orang yang ingin berlibur? Namun, sekarang mereka pergi ke daerah yang tenang serta terkesan sunyi itu untuk bersembunyi.
Sebelumnya juga, Danusa tidak pernah berpikir untuk membawa Nora berlibur. Bahkan saat Nora sibuk bertahan dengan kehamilannya, Nusa sama sekali tidak berniat membuat perempuan itu bahagia. Nusa terlalu sibuk untuk mengejar Afi yang sekarang pasti sudah baik-baik saja bersama Thunder.
"Kamu punya rumah di daerah ini?"
"Bukan rumah. Villa."
Roedjati mana yang tidak memiliki properti mereka sendiri? Roedjati selalu bisa menggunakan uang mereka dengan baik. Termasuk Danusa yang menggerakan bisnis untuk rumah produksi terkenalnya yang bersaing menelurkan karya dengan keuntungan tinggi.
Elnora mengganguk pelan. Wajahnya masih sedikit pucat. Danusa tak suka melihat wajah pucat Nora, apalagi dalam kondisi tak bisa menggerakan tubuhnya. Nusa merasa sangat bertanggung jawab atas kondisi Nora yang seperti ini. Anak mereka harus gugur, kondisi Nora harus menjadi selemah ini, dan ingatan perempuan itu hilang. Semua itu karena Danusa dan ambisi kacaunya.
Namun, sebagian dalam diri Nusa meyakini bahwa ini adalah kesempatan untuknya. Kesempatan yang akan membuat hubungan mereka membaik dan kembali menjadi pasangan. Kali ini Nusa akan melakukannya dengan baik.
"Kamu nggak suka aku membawa kamu seperti ini?" tanya Nusa mendapati wajah Nora yang tidak ceria.
Nora menggeleng pelan. "Bukan gitu." Nora mengusap wajahnya sebelum mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya. "Aku merasa aneh. Aku nggak ingat mengenai beberapa hal. Padahal aku masih ingat soal ayah yang ... begitu. Tapi kenapa aku merasa ada yang hilang? Apa ada sesuatu yang aku lewatkan, Sa?"
Ini tidak benar. Danusa tidak mau membuka cerita mengenai ingatan Nora yang mundur ke lima tahun silam. Jika selamanya Nora tak ingat, Nusa lebih memilih seperti itu. Karena dengan tak mengingat hingga akhir, mereka akan baik-baik saja selamanya juga.
Satu tangan Nusa yang terlepas menggenggam milik Nora. Mudah saja bagi Nusa melakukan ini sekarang, berbeda ketika dirinya sempat menyalahkan Nora atas anak yang tidak diinginkan kehadirannya. Bahkan anak itu sudah tiada keberadaannya dari perut Nora.
"Kamu nggak kehilangan apa pun."
Ya, itu yang Nusa katakan. Dia menyembunyikan segalanya sendiri, karena keluarganya tidak akan bisa melakukan apa-apa jika melihat Nora bahagia bersamanya. Namun, Nusa tidak tahu bahwa ada bekas yang tertinggal di perut bawah Nora. Sayatan kecil yang berbekas dan akan dipertanyakan setiap saat oleh Nora darimana asalnya.
*
Mereka benar-benar berada di vila. Suasana sepi menyergap keduanya, dan Elnora merasa semakin merasa ada yang hilang dalam dirinya. Apa, sih, yang sudah dia lewatkan dengan begitu banyak? Mengapa bersembunyi seperti ini saja sudah membuatnya hampa?
"Kamu melamun lagi," kata Nusa mengejutkan Elnora dengan menyentuh bahu perempuan itu.
Tersenyum pelan, Nora menurunkan tangan Nusa dari bahunya. Gerakan itu menyentak Nusa pada fakta bahwa Nora sedang membatasi sentuhan fisik diantara mereka. Mengingat apa yang pernah lakukan lebih dari nanti, Nusa merasa kehilangan. Nora sebelumnya tidak menolak sentuhan fisik diantara mereka. Kini, sepertinya Nora membatasi skinship mereka hanya sebatas menggenggam tangan. Itu juga ketika Nora mengizinkannya.
"Boleh kasih tahu di mana kamar yang bisa aku gunakan untuk istirahat?"
Nusa akan membawa kemana saja Nora mau. Bahkan meski harus mendorong kursi roda itu seumur hidupnya.
"Kamu mau tidur sendiri?" Pertanyaan Nusa membuat Elnora terkejut.
"Maksudnya? Memangnya kita ini apa, Sa? Pertanyaan kamu ... sedikit menakutkan."
Tersadar bahwa pernikahan siri itu hanya Nusa yang mengingatnya, pria itu langsung berdeham. "Maksudku, akan lebih mudah bagi aku untuk membantu kamu sewaktu malam kalau kita ... bersama."
"Nggak perlu, Sa. Tolong siapkan air di botol minum aja, supaya nggak ada kemungkinan pecah waktu aku ingin minum tengah malam."
Mendorong kursi roda Nora menuju kamar yang sudah ditata rapi sesuai dengan permintaan Nusa pada tukang bersih-bersih di sana, pria itu masih melanjutkan pertanyaan. "Gimana kalo kamu ingin buang air kecil?"
"Aku akan memanggil kamu, atau ... ada telepon di kamarnya, kan?"
Nusa harus menganggukan kepala. "Kamu bisa panggil aku, atau gunakan ini," pria itu memberikan ponsel keluaran terbaru. "aku sudah pastikan ada kontakku di dalamnya." Dan hanya kontakku yang kamu punya di sana.
![](https://img.wattpad.com/cover/215864709-288-k296676.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Voyage#2
Ficção GeralThey voyage to distant lands that we called;home. Roedjati Klan#2 Danusa Roedjati