VOYAGE ; 1.5

1.2K 190 26
                                    

Daniyara masih berusaha keras memaksa Danusa untuk melepaskan Nora. Semua kejadian sudah menjelaskan segalanya, mau apalagi yang dicari? Kesedihan lagi? Hingga kini Daniyara masih mengingat bagaimana putranya yang bodoh itu meminta Nora menggugurkan bayi tak bersalah, hingga pada akhirnya penolakan dan segala jenis kebodohan Nusa dibalas telak oleh waktu.

"Apa mama nggak bisa berhenti membahas semua ini? Aku juga perlu melakukan apa yang aku inginkan." Kata Nusa dengan lebih menggebu.

"Mama nggak melarangmu, terserah kamu ingin melakukan apa. Tapi jangan bawa Elnora dalam keinginan kamu itu."

Mendesah napas lelah, Nusa membalas sang ibu dengan ucapan yang mengejutkan. "Elnora masih istriku. Mama harus ingat, aku belum menceraikannya. Dia masih sah secara agama sebagai pasanganku."

Menggeleng tak percaya, Daniyara merasa kalah. Namun, serangannya masih ada. "Kamu nggak menikahinya secara hukum. Tidak ada bukti kalian menikah secara sah di mata negara. Sekarang, kamu mau apa? Karena Elnora nggak akan percaya begitu aja. Kamu mau jujur kalian menikah secara siri? Kamu pasti akan bingung cari alasan."

Danusa memang sudah picik dari awal. Memiliki Nora dan anak mereka, tapi masih sibuk mengejar perempuan yang berpenampilan seperti laki-laki. Lalu, ketika tidak ada harapan mendekati Afi dia justru berteman dengan Thunder dan bicara sembarangan hingga Nora mengalami kecelakaan.

Hidupnya kacau. Jika menjelaskannya pada Nora, perempuan itu pasti tak percaya. Sebab semenjak menjadi sahabat, Nusa tipikal yang hanya mau menggunakan kesempatan bercumbu dan bersetubuh saja. Danusa memanfaatkan kesediaan Nora karena mau sama mau, tapi tidak menerima fakta bahwa cara menangkalnya ketika berhubungan dengan sang sahabat bisa saja tak berhasil.

Lihatlah kini, Danusa seperti masuk dalam labirin dan tidak bisa keluar melalui jalan manapun.

Daniyara menyentuh tangan sang putra. "Sudah, cukup. Jangan memaksakan diri kamu lagi. Perasaan bersalah kamu hanya akan mengantar masalah lainnya. Jauhi Nora, dan biarkan dia bahagia dengan orang lain. Mama akan mengurusnya. Tempat tinggal, pekerjaan, semuanya untuk Nora akan lebih terjamin. Papamu juga meminta hal demikian."

"Terus kenapa papa nggak bicara langsung ke aku?"

"Karena dia begitu kecewa sama kamu. Apa yang kamu harapkan ketika salah satu anak yang dia banggakan bersikap pengecut?"

Melepaskan kaitan tangan ibunya, Danusa berdiri dan pergi dari rumah orangtuanya.

"Nusa, mau ke mana kamu?"

Tidak dijawab. Daniyara lelah mengurus putranya yang sudah begitu besar itu. Namun, tidak bisa mengurus dirinya sendiri.

*

Elnora diam dalam kebingungan. Dia merasa begitu aneh dengan semua sikap sahabatnya yang datang dan meminta ya bersedia ikut dengan pria itu.

"Sa, gimana sama terapiku?"

Sejujurnya Nora tidak enak hati bertanya demikian. Semua fasilitas sudah keluarga Nusa berikan, tapi sebagai yang dibantu Nora merasa harus memanfaatkannya dengan baik.

"Kamu tahu aku bisa memfasilitasi semua yang kamu butuh, kan?" tanya Nusa membalikkan.

"Maksudku bukan itu, Sa. Tapi mama kamu udah menanggung semua biaya--"

"Nggak akan rugi. Mama nggak akan mempermasalahkan hal itu. Yang terpenting sekarang adalah kamu harus aman lebih dulu." Teruslah berbohong Nusa!

"Apa ayahku masih berkeliaran? Dia lari, ya?"

Tentu saja ayah brengsek Elnora sudah bercampur dengan tanah. Karena lima tahun lalu, pria itu sudah dijebloskan ke penjara dan menurut polisi pria itu meninggal dalam percobaan bunuh diri. Entah pil yang dibawanya dari mana, tapi ayah Nora overdosis di dalam sel penjara.

"Itu nggak penting kita bahas sekarang, Ra. Kamu pokoknya harus aman." Dari keluargaku yang mencoba memisahkan kita.

Nora hanya bisa mengangguk. Dia sudah merepotkan banyak pihak dengan kondisinya selama tiga bulan, tak mau dirinya bersikap tak sopan lagi dengan meminta hal lain. Selama dia diberi, maka akan menerima.

"Udah semua. Kita berangkat."

Danusa sudah akan membawa tas berisi kebutuhan sementara Nora. Namun, perempuan itu segera menghentikan langkah Nusa.

"Sa, aku nggak bisa pindah ke kursi roda sendiri."

Danusa lupa. Bahwa Nora harus dibantu, mulai sekarang Nusa tidak bisa membiarkan perempuan itu melakukan segalanya sendiri.

"Aku lupa." Kata Nusa. "Sebentar, aku telepon sopirku dulu."

Selama mereka menunggu, Danusa duduk di tepian ranjang. Elnora dengan bebas memandangi wajah pria itu.

"Ada yang beda dari kamu." Tiba-tiba saja Nora berkata demikian.

"Hm? Beda apanya?"

Elnora mengendikkan bahunya. "Aku nggak tahu. Yang jelas kamu kelihatan tertekan. Biasanya kamu lepas banget melakukan apa pun yang kamu mau. Wajah kamu sama sekali nggak menunjukkan kalo kamu bahagia. Kamu kenapa? Apa gara-gara aku dan kelakuan ayahku?"

Nusa tidak bisa menatap Nora. Dia akan kelepasan jika mendalami tatapan itu. Tak mau membuat rencananya gagal.

"Mungkin aku lelah karena hubungan kita yang stuck sebatas sahabat."

Elnora tertegun. Dia seakan pernah menerakan kalimat itu dalam sendiri.

"Apa, Sa? Maksud kamu apa?"

"Maksudku---"

"Permisi, Pak. Mana yang harus saya bawa?"

Nusa merutuki dalam hati sopirnya yang datang tanpa tahu bahwa Nusa sedang berusaha.

Voyage#2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang