Kebencian seseorang akan tertanam sangat dalam apalagi jika mengenai masa lalu. Mungkin Elnora akan membenci setiap konsekuensi yang harus dirinya ambil jika saja ingatannya berada ditahun yang benar. Pasti banyak pertanyaan serta kata-kata kekecewaan yang Nora berikan untuk sahabatnya yang memberikan sosok keluarga untuknya.
Segala fasilitas yang didapatkannya saat ini adalah bonus. Benar-benar bonus setelah ingatannya mengulas bagaimana keluarga hancurnya membuat ulah.
"Ra," panggil Nusa.
Menoleh ke arah pintu ruangannya, Nora mengulas senyuman manis. Danusa mendadak lupa bahwa udara selalu ada di sekitarnya. Tidak akan pernah membuat siapapun menderita karena kekurangan. Namun, Nusa kini merasakan kurang. Senyuman Nora yang dia dapatkan kini sungguh luar biasa efeknya.
"Duh, yang sekarang romantis." Elnora tertawa. Jika saja perempuan itu tahu bahwa senyuman saja sudah membuat Danusa berdebar, sekarang malah diberikan suara tawa khas Nora yang sudah lama tidak Danusa dengar.
"Bunga untuk kamu. Secantik yang sekarang sedang berusaha sembuh." Kata Nusa sembari melangkahkan kakinya mendekati ranjang Nora.
"Sumpah, ya, Sa. Kayaknya aku tidur lama banget, ya? Kamu kayaknya berubah banget. Aku ngerasa nggak pantes dan biasa dapet perlakuan kamu yang begini."
Tertegun, Nusa memilih duduk di sisi ranjang perempuan yang sudah mengalami hal ini karenanya. Pandangannya menerawang pada perut Nora. Entah bagaimana, perasaan kehilangan itu meluap.
Tahu bahwa Danusa tidak fokus pada pembicaraan mereka, Nora mengambil cara dengan memajukan wajahnya hingga pria itu menahan napas karena tegang.
"Kamu kenapa, sih? Segitu harunya sampe masang muka begini, hm?"
Danusa kini beralih mengamati wajah Nora. Tiba-tiba keinginan untuk mengusap pipi perempuan itu menjadi tinggi.
Disaat begini, seandainya Nora mengingat segalanya, mungkin Nusa harus ekstra kuat untuk mendapatkan penolakan guna mendukung perempuan itu.
"Sa? Kamu---"
"Gimana rasanya bangun di situasi begini?" tanya Nusa seraya mengusapi pipi kiri Nora dengan ibu jarinya.
Sempat bingung, Nora akhirnya menjawab. "Akan selalu membingungkan, Sa. Bahkan kalo ini nggak terjadi... aku akan tetap bingung dengan segala yang terjadi."
Benar, dan Elnora akan sangat kebingungan karena kondisinya yang saat itu mengandung tanpa tahu persiapan apa-apa.
"Sorry, aku nggak bermaksud membuatmu begini. Salahku, ini semua salahku."
Kembali Nora dengar suara isak Danusa. Tidak paham apa yang terjadi di sini, Nora hanya bisa menepuk punggung Nusa dan memeluk tubuh pria itu perlahan. Sama sekali tidak tenang karena mendengar sahabatnya menangis begini. Nusa tidak biasanya muda sekali menunjukkan emosinya pada Nora.
"Aku nggak apa-apa, Sa. Jangan begini. Jangan nangis. Aku jadi bingung."
Bukannya berhenti, Nusa malah semakin mengeratkan diri dalam rengkuhan Elnora dan menghirup aroma perempuan itu sebanyak yang ia bisa.
Seandainya kamu tahu kebenarannya, kamu nggak akan sudi memelukku begini.
*
"Gue denger istri lo udah bangun? Gimana reaksinya? Minta pisah?" Roe menyambangi kakak keduanya di kantor. Suka untuk membagi cerita pada Nusa ketimbang pada Djati. "Eh, gue baru inget. Kalian, kan nikah siri doang. Nggak sah. Nggak akan ribet buat kalian pisah--"
"Diem lo, Roe!" hardik Nusa.
PH yang dulu sering disambangi oleh Nusa kini tidak lagi. Model androgini yang dulu sempat digilai oleh Nusa tidak lagi berada di Indonesia ditambah berita mengenai kehamilan tanpa suami mantan model tersebut, mungkin Nusa muak.
"Gue serius, Danusa. Kalian ini lagi jalanin hubungan apa? Secara... kalian sedang berkabung. Gue yakin Elnora nggak akan nerima lo sebagai suami lagi. Apalagi anak kalian udah pergi."
Tepat saat Roe mengucapkan kalimat anak kalian, Danusa merasa tonjokkan besar pada dadanya hingga menyesakkan diri Nusa untuk bernapas tanpa hambatan. Kakak dari Roemaga itu menumpukkan kening pada meja kerja dan memegangi dadanya yang berada di baliknya.
"Dia nggak ingat apa pun, Roe." Mulai Nusa.
Roemaga memandang aneh pada kakaknya itu. Cerita mengenai Elnora yang koma dan keguguran karena kecelakaan sudah mengejutkan keluarga mereka. Danusa sangat pengecut untuk bertanggung jawab atas anaknya, jadilah para keluarga memaksa Nusa untuk menikahi Nora. Sayang, semua rencana tidak berhasil memuaskan.
Rencana dalam pikiran Nusa merusak segalanya. Bukan hanya Roe, Djati bahkan sempat memukul Nusa di rumah sakit begitu mendengar kabar kecelakaan Nora. Calon cucu pertama keluarga Roedjati meninggal dalam keadaan kedua orangtuanya tidak dalam hubungan yang baik, terutama sikap sang ayah.
"Lupa ingatan?" tanya Roe.
"Dia cuma inget ingatan di lima tahun yang lalu. Dia nggak inget kalo ada anak yang harus hilang dan dia nggak pernah percaya ketika gue mudahnya meminta maaf."
Tidak ada komentar yang keluar dari mulut Roe. Dia tak mau mengikuti jejak bodoh kakaknya saja. Toh, mereka memiliki perbedaan karakter dalam bekerja serta mencari teman tidur.
"Mungkin lo harus bersyukur. Dengan nggak inget masalah kalian, itu memudakan jalan lo."

KAMU SEDANG MEMBACA
Voyage#2
Fiction généraleThey voyage to distant lands that we called;home. Roedjati Klan#2 Danusa Roedjati