#55#

167 14 0
                                    

Enjoy!

Kalau diingat-ingat sedikit menyebalkan agaknya untuk Arion dan Zio kenang semua keputusasaan mereka karena cinta yang tidak terbalas di waktu-waktu kemarin.

Mereka yang sudah pasrah mau diapakan perasaan yang tidak bisa dibuang, merelakan diri menjadi orang yang kesepian seumur hidup semua itu apa artinya kalau mereka berakhir menikah sekarang?

Entah harus memaki atau bersyukur, nyatanya masih tertanam dalam pikiran kalau mereka terlalu tidak masuk akal untuk dijadikan masa depan.

Masih tak terbayangkan dalam kepalanya, dia, Arion akan berjalan sendiri menuju Altar Pernikahan. Mengucapkan janji suci, mengikat dia dan sahabatnya menjadi satu sepasang yang sakral.

Dengan tuxedo, dengan suasana hangat, dengan makanan kesukaan, dengan musik-musik indah, dengan kesukarelaan.

Apakah ia harus mengganti nama belakangnya sekarang?atau menambahkannya?atau tidak sama sekali? Apakah Zio juga akan melakukannya?

Pernikahan itu bukan apa yang terbayangkan dalam pikirannya, dengan siapa ia menikah juga hal yang tidak berani ia sangka. Sevan sampai rela menepuk pipinya berkali-kali guna menyadarkan rasa tidak percayanya.

"Ri, lu nikah sama manusia paling paling paling pengen gw getok di alam semesta ini. Karena sekarang lu jadi istr--- suaminya maka lu harus bantu gw wujudin keinginan itu."

Arion cuma bisa mengangguk kecil saat Sevan seperti memberikannya petuah. Ah.. andai pemuda itu tau ada beberapa hati yang belum berani merelakan.

Dan selama bertahun-tahun hidup bersama dengan sahabatnya, Arion tahu hari itu ia melihat sosok yang berbeda. Sosok yang tidak sama seperti hari biasanya, sosok itu menatapnya lekat dengan serius. Meminta kesungguhannya menjadi miliknya.

Ini efek samping dari pernikahan atau gimana ya? Jantungnya berdetak mengalirkan deras darahnya sampai mungkin orang-orang bisa melihat kemerahan di pipinya.

Ketika jari manisnya tersematkan sebuah cincin perak dengan dua inisial di dalamnya dan ketika ia menyematkan cincin itu.

Tepukan dan sorakan itu menggema bertabrakan dengan isi kepalanya. Begitu dia, sosok suaminya ini mulai mendekatinya dan menciumnya. Jelas ini bukan rasa pertama kali bibirnya dicium, tapi seseorang dihadapannya ini sekarang adalah suaminya.

Arion mulai membenci jantungnya.

Selepas itu semua menyantap hidangan yang disediakan. Orang-orang dari waktu perkenalan yang berbeda datang memberikannya ucapan selamat. Kali ini Arion harus merelakan kakinya yang berdiri selama berjam-jam.

Memulai percakapan antara lain sebagai tokoh utama malam ini.

"Hai.. selamat ya." Kalau kalian bertemu Bram apakah kalian harus tersenyum ketika berada di posisi Arion? Arion rasa.. ya, walau sedikit.

"Thank you."

"Senang sekali rasanya."

Kan emang ambigu nih orang kalau ngomong. Ya kalau nikah harus senang kan? Kecuali kalau lu nikah sama orang yang ga lu cinta sama sekali.

"Senang sekali rasanya menjadi bagian dari kehidupan lu Ar, walau bukan konteks kekasih tapi gw merasa bersyukur dalam waktu setahun pernah menjadi pasangan lu." Lanjutnya bicara.

"Mungkin itu akan menjadi bagian kisah gw sebagai remaja yang takkan gw lupakan. Makasih ya ar.. udah buat kehidupan SMA akhir gw menjadi penuh rasa bahagia."

Kalau saja Arion umur delapan belas tahu apa yang akan ia alami di umur dua puluh lima maka Arion remaja takkan pernah berani menyumpah serapahi seseorang yang berani berdamai dengan hatinya sendiri.

Sorry, BestfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang