#49#

160 19 3
                                    

Enjoy!

Hari ini Dimitri dan Aris beserta dengan para istri dan anak-anaknya pulang dan berkumpul di rumah orangtua mereka. Setelah menikah dan tinggal berpisah, setiap enam bulan sekali mungkin mereka akan berkumpul seharian.

Melihat kedua putranya telah memiliki kehidupan masing-masing, si mama jadi agak was-was untuk melepaskan putra bungsunya menikah tahun depan. Kegelisahan orangtua yang akan ditinggal anaknya menjalani kehidupan yang baru. Dimana mungkin nanti anaknya bukan miliknya sepenuhnya lagi.

"Mama mau nyobain?" Asha langsung tersadar begitu menantunya Adara menawarkannya sepiring kue brownies yang baru saja disajikan.

"Boleh." Asha mengambil dan mencicipinya, akhir-akhir ini ia mengajari Adara membuat kue untuk sekedar mengisi waktu luang.

"Arion..belum pulang?" Tanya Asha, tidak ada yang bisa wanita itu sembunyikan di wajahnya. Seperti sekarang rasanya sangat berbeda, Arion sering pulang malam sejak sekolah sampai bekerja.

Namun sekarang rasanya Asha selalu khawatir kalau Arion pulang terlambat.
"Tadi sih katanya lagi dijalan."

Asha menghela nafasnya kemudian bangun dari duduknya berjalan menuju ruang tengah. Dimana ada Dimitri dan Aris mengobrol bersama papa.

"Sini ma, gabung." Ajak Aris membagi satu ruang kosong di sofa yang berdekatan dengan papa. Mama pun ikut bergabung dan siapapun disana tahu bahwa wanita itu sedang khawatir.

"Mama..kenapa?" Tanya Aryanto pelan-pelan. Belum sempat Asha memuntahkan kekhawatirannya dari arah pintu depan terdengar suara yang datang. Yang sudah bisa ditebak itu adalah Arion.

Tidak menyapa apalagi salam, Arion langsung melangkah menuju kamarnya dengan aura yang tidak bersahabat. Evana yang baru turun dari tangga terheran-heran dengan adik iparnya itu.

"Pasti ada apa-apa, perasaan mama ga pernah meleset!"

Dimitri memutuskan dialah yang mengajak bicara adiknya. Dimitri paham, Arion bukanlah orang yang kekanakan jika punya masalah di umurnya sekarang ini. Jikalau hari ini anak itu pulang dengan perasaan marah, pastilah itu bukan masalah kecil.

Tadinya Dimitri mau mengetuk pintu tapi ia terkejut kecil mengetahui pintu itu tidak dikunci. Maka ia membukanya pelan-pelan dan mengintip dimana si pemilik kamar.

Dia melihat Arion yang membuka Vest rajutnya menyisakan kemeja putih panjangnya. Ada noda hitam disekitar lengan dan kerah putihnya.
"Ri.."

Arion menutup matanya mungkin berusaha untuk menenangkan dirinya. "Apa yang terjadi?mau cerita sama kakak?"
Kakak yang dulu selalu memukulnya jika ia salah dan nakal. Kini sebenarnya adalah sang kakak yang mengkhawatirkan kehidupan adiknya.



.

.

.

Siapa yang usianya udah dua puluh lima tapi masih ngantri jajan krepes lejat dan bergiji di depan SD?
Sevan jawabannya.

Gabut banget dia tuh, pulang kerja biasanya orang bakal lelah dan stress tapi beda sama nih anak satu. Dia gabut wankawan. Kangen masa sekolah.. pengen sekolah lagi.

Wajahnya senang banget gitu habisin banyak uang buat jajanan murah meriah ini. Tapi kesenangan itu cuma berlaku sebentar aja. Tatkala matanya melihat mata seseorang didepan sana yang baru saja turun dari mobil.

"Hai Sevan!"

Mampus gw..

"Oh, iya.. hai, Mason."

Ya kalian tau siapalah nama itu. Sevan kayaknya harus cerita deh bagaimana seorang Mason menawarkan pertemanan kepadanya beberapa tahun ini.

Siapa yang nolak diajak temenan sama Crush? Iya yang tadinya stranger eh malah jadi friendzone, hubungannya naik satu level.

Sorry, BestfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang