21:20 CHAPTER 22

38 3 0
                                    

Kamis adalah hari yang sangat disukai Luna. Karna selain Ia menyukai seragam sekolah di hari itu, Kamis juga merupakan hari kelahirannya.

Seperti Kamis ini, sekolah dipulangkan lebih cepat dari biasanya. Membuat semua orang merencanakan destinasi dadakan mereka. Luna adalah salah satu kaum tak punya tujuan hanya terpaku pada layar ponsel dan laptop di hadapannya. Ada Sagara yang menemani waktu luangnya hari ini dari seberang layar.

"Tau ah, gak temen," ucap Luna kesal karna terus-terusan dijahili oleh Sagara.

"Emang kita temen?" Tanya Sagara. Kedua alisnya terangkat sempurna

"Lah emang temen ko," jawab Luna cepat. Hening kemudian. Gadis itu menunduk memainkan kuku jarinya seraya memikirkan topik selanjutnya.

Kepala Luna terangkat kala mendengar suara teriakan setengah tertahan milik Sagara dari balik layar, "aaah, aku mau bahas ini tapi akunya belum siap." Katanya.

"Gue tunggu sampe lo siap," ucap Luna sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Auto gabisa tidur sih ini." Celetuk Sagara kemudian.

Raut wajah Luna menunjukan ekspresi bingung, "Kenapa?" Tanya Luna.

Helaan napas kasar terdengar jelas dari sambungan video call, "Ya ini, belum tuntas. Kayak ada yang ganjel aja." Ujar Sagara.

"Gue sih gimana lo nya aja. Lo siap buat ngomong, gue juga siap buat dengerin. Gak usah di paksa kalo emang privasi, chill aja, chill." Kata Luna sambil mengangkat kedua tangannya menenangkan Sagara.

"Besok free gak?" Tanya Sagara kemudian.

Gadis dengan rambut sebahu itu nampak berpikir dahulu sebelum mnjawab, "Free sih, kenapa?" Tanyanya.

Sagara tampak terdiam sebelum akhirnya kembali bersuara, "aku mau kerumah besok. Boleh gak?"

"Hah? Mau ngapain?" Tanya Luna sambil menegakkan posisi duduknya.

"Mau main. Boleh gak? Ya, kalo gak boleh ya gak apa-apa, sih." Ucap Sagara

Luna tersenyum geli, "Boleh, boleh. Jam berapa?"

"Besok di kabarin lagi." Di angguki oleh Luna dari seberang layar. Sore itu dihabiskan keduanya dengan video call. Semakin banyak waktu tuk bicara, semakin mereka paham kepribadian lawan bicaranya.

ooOoo


Luna pikir omongan Sagara saat video call kemarin hanya candaan belaka. Ternyata laki-laki dengan tinggi 185cm itu sungguh-sungguh datang.

"Gue kira lo bercanda, anjir." ucap Luna membuka pintu gerbang rumahnya, Sagara hanya diam sedikit menyunggingkan senyumnya, "masuk, gue ganti baju dulu." Sambungnya. Lalu ia masuk untuk berganti pakaian.

Sagara duduk di sofa halaman rumah Luna menunggu gadis itu kembali dari dalam. Ia barusaja kembali dari tempat Ia dan teman-teman kelasnya berfoto untuk Buku Tahunan Sekolah karna sebentar lagi sudah waktunya kelulusan.

"Capek ya? Kenapa gak istirahat malah kesini?" Tanya Luna menaruh beberapa camilan sebelum berdiri di hadapan Sagara.

Sagara yang masih tertunduk dalam tiba-tiba memeluk tubuh ramping Luna. Menaruh wajahnya tepat pada perut Luna. "Kenapa?" Tanya Luna sambil mengusap kepala Sagara lembut, "mau air hangat? Biar gue ambil dulu di dalem." Sagara menggeleng cepat membuat Luna menghela napasnya.

Tak ada percakapan diantara keduanya. Diam dalam pemikiran masing-masing. Sagara masih dengan posisi memeluk Luna dan Luna yang tetap mengusap puncak kepala Sagara.

"Hhh.. lo gak mau cerita lo kenapa-kenapanya?" Tanya Luna membuka percakapan, yang ditanya masih tak memberi jawaban.

Kegiatan mengusap kepala Sagara terhenti saat Luna melihat Sagara mengangkat wajahnya. Menatap lurus kedalam mata Luna. Yang ditatap hanya bisa salah tingkah karna ini bukan seperti Sagara yang tak mau diam.

"Aku takut kamu ngejauh begitu aku cerita ini ke kamu."

"Kamu pasti selalu tanya sama diri kamu sendiri kenapa aku sampai sekarang belum nembak kamu. Itu bukan karna aku gak mau, aku mau. Tapi tuh.." ucapannya mengambang, Sagara merutuki dirinya yang mendadak ciut. Ini seperti bukan dirinya, "kayak, kamu punya aku, aku punya kamu. Gitu." Lanjutnya dengan nada yang terdengar memelas.

Hening. Semuanya terhanyut pada pikiran masing-masing. Sagara yang tertunduk lesu dan Luna yang menatap kosong kearah tembok mencoba menelan baik-baik ucapan yang Sagara lontarkan beberapa detik yang lalu.

Luna mengangguk paham, "tepuk tangan dulu, ah. Gak semua orang berani ungkapin apa yang dirasa. Makasih ya karna udah mau jujur." Lanjutnya. Senyum pun turut hadir di wajah gadis itu. Berbeda dengan Sagara yang memasang raut wajah bingung.

"Aku takut kamu ngejauh abis ini." Ucap Sagara memelas. Kepalanya kembali dengan posisi tertunduk dalam.

Gadis itu mengangkat wajah Sagara perlahan agar kedua mata mereka bertemu, "Gue gak ngejauh. Karna gue paham sama yang udah lo jelasin barusan. Kalo sampe sekarang lo masih gak ngejelasin, bisa jadi gue malah pergi karna gak dikasih kepastian. Ya, memang gak semua cewek bisa terima hubungan kaya gini. Tapi jalanin dulu aja." Ucap Luna mencoba menyemangati.

"Kamu kecewa, ya?" Tanya Sagara.

"Hmm, dikit sih. Tap-" ucapannya terpotong kala Sagara tiba-tiba memutus perkataannya.

"Aaaah, mau nangis aja." Keluh Sagara.

Luna tertawa, memasang wajah gemas. Manis. Batinnya. Laki-laki di depannya ini bisa menjadi lucu, manis dan tampan dalam satu waktu.

Dirinya tidak expect jika akan bersama dengan laki-laki bernama Sagara ini. Laki-laki yang Ia temui sejak kecil, yang Ia pikir tidak akan ada hubungan lebih dari kata 'teman'. Dan ternyata sekarang Ia bersamanya. Mereka berdua resmi malam itu juga.

Tbc

yg kangen aku cung tangan!!

21:20 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang