21:20 CHAPTER 26

35 1 0
                                    

Sudah hampir lima hari Luna tidak memberinya kabar. Pesan dan telfon Sagara tidak ada satupun yang terjawab, bahkan saat Sagara datang ke kampus gadis itu, teman sekelasnya mengatakan bahwa Luna tidak datang ke kampus hampir seminggu lamanya.

TOK! TOK!

Suara langkah kaki perlahan terdengar mendekat. Tak lama pintu apartemen pun terbuka, menampilkan gadis dengan balutan baju tidur berwarna abu-abu dengan tubuh yang mengurus.

"Hei, boleh masuk?" Pinta Sagara. Luna mengabaikan pertanyaan laki-laki dihadapannya dan langsung masuk tanpa mengatakan sepatah kata apapun.

"Kamu udah sarapan belum? Nih, aku bawain bubur." Ucap Sagara menaruh plastik berisikan bubur dimeja ruang makan.

Dilihat sekeliling ruangan apartemen milik pacarnya. Tetap rapih dan wangi. Seperti tidak ada kekacauan yang diperbuat. Lalu mengapa hampir seminggu Ia tidak pergi ke kampus?

"Cewek kalo lagi kacau gak kayak cowok, ngancurin sana-sini. Cukup di dalam aja yang hancur." Tukas Luna tiba-tiba. Seakan tahu isi kepala Sagara.

"Kamu kenapa sih? Aku salah apa lagi?" Sagara

Luna membalikkan badannya menghadap Sagara. Dipandanginya cowok tinggi itu dengan tatapan matanya yang sayu, "gak kamu tanya aja sama diri kamu sendiri? Depan cermin kalo perlu." Ucap Luna

"Apa sih, maksud kamu?" Tanya Sagara heran.

"Kamu pernah mikir gak sih kamu itu punya aku? Tapi kamu selalu mentingin temen kamu all the time. Kayak, aku juga butuh kamu. Bahkan di titik terendahku, aku butuh dipeluk, aku butuh dimanja. Kamu bisa sama temen kamu setiap hari Sagara. Tapi waktu kamu sama aku cuma seperkian detik. Aku ngerasa gak adil. Kalau kamu mau have fun tanpa mikirin ada orang yang selalu nunggu kabar dari kamu, ayo putus." Ucap Luna dengan napas yang tak terkondisikan. Semua yang Ia rasakan tumpah begitusaja tanpa kurang.

"Kamu kenapa sih? Jangan kaya anak kecil bisa? Apa-apa marah, terus minta putus." Ujar Sagara sambil berdecak pinggang.

"Gimana caranya nyampein ke kamu yang aku butuh kamu?? Kamu selalu nyampingin aku dan lebih milih temen kamu daripada aku. Aku harus lakuin apalagi supaya kamu ada waktu buat aku? Aku udah coba sabar Sagara. Tapi maaf, aku gak bisa sabar lebih banyak lagi. Kita udahan ya." Kalimat terakhir terucap dengan lirih, Luna tidak bisa membendung

- 21 : 20 -

"Lo kenapa?" Tanya Aryo

"Salah gak sih gue ngabain cewek gue cuma karna terlalu asik main?" Tanya Sagara

"Ya nggak lah. Toh, lo juga punya urusan pribadi. Gak semua harus tentang cewek, bro. Kalaupun lo putus, cewek masih banyak yang lain. Lo mau gue kenalin gak? Gue ada kenalan banyak, nih." Aryo memperlihatkan ponselnya dimana banyak sekali nomor-nomor perempuan cantik dengan bikini dengan warna nyentrik. Sagara menggeleng. Bertanya pada teman yang tak mengerti posisinya adalah hal yang percuma.

"Lo kenapa sama Luna?" Tanya Kenzi. Ya, Sagara dan Kenzi tidak sengaja dipersatukan oleh kampus dan fakultas yang sama. Mereka pun menjadi dekat dan saling bertanya tugas satu sama lain.

"Gue putus." Ucap Sagara. Ia rasa sedikit bercerita pada Kenzi bisa membantunya.

Kenzi menghisap rokoknya sebelum kembali bertanya, "Karna?"

"Gue lebih banyak waktu sama temen daripada sama dia. Gak salah kan?"

"Kalo di bilang salah, nggak. Tapi kalo dibilang bener juga nggak. Pacaran itu hubungan dua orang. Kalo lo ngerasa diberatin karna dia, yaudah putusin. Bebas. Simple. Udah berapa lama lo putus dari dia?" Tanya Kenzi.

"Udah empat hari." Ucap Sagara lirih.

"Apa yang lo rasain selama putus?"

Helaan napas terdengar sebelum Ia membuka mulut, "Kosong aja. Yang biasanya gangguin gue kalo main tiba-tiba nggak ada lagi."

"Nyesel?" Tanya Kenzi lagi.

Sagara memejamkan matanya menahan jengkel dengan pertanyaan-pertanyaan singkat dari Kenzi, "Gak tau."

Kenzi menyesap rokok di sela-sela jarinya, "berarti lo gak tau orangtuanya Luna cerai?" Ucap Kenzi yang mampu membuat Sagara mengangkat kepalanya menatap Kenzi penuh tanya.

"Cerai?" Tanya Sagara

"Iya, tiga hari yang lalu. Gue yang anter dia pulang dari pengadilan ke Malang." Jelas Kenzi.

Sagara terdiam seribu bahasa. Di pikirannya penuh dengan beribu pertanyaan mengenai Luna. Gadis itu memang masih sulit di tebak bagi Sagara.

"Lo gak nyoba ngehubungin dia? Minta maaf atau bahkan minta balik kalo lo punya nyali." Sagara tertawa mengejek di ikuti Kenzi. Kemudian Sagara menyambar kotak rokok milik Kenzi, menyalakan dan menghisap rokok itu dalam-dalam.

Tongkrongan semakin ramai didatangi anak-anak membuat Sagara tidak dapat berpikir jernih. Terlalu berisik. Ia memutuskan untuk berpamitan dan pulang ke apartemennya. Menghabiskan dua bungkus rokok di balkon unitnya meratapi kekosongan yang Ia rasakan sekarang.

Tbc

21:20 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang