‣ l i m a

116 28 14
                                    

Chan tahu saat ini posisinya tidak aman. Perasaan khawatir yang Chan rasakan sekarang lebih ke bagaimana jika Lily bertindak semena-mena dan membuat keributan di asrama. Belum lagi Chan bingung harus bagaimana mengubah statement Lily tentang keluarganya. Ia tidak tahu harus berkata apa kalau Lily masih saja minta untuk bertanggung jawab.

Tubuh Chan bereaksi saat menyadari sesosok yang ia tunggu sedari tadi telah tiba. Ia spontan melambaikan tangan pada Lily.

Menyadari keberadaan Chan yang tengah duduk disebuah kios makanan cepat saji, Lily bergegas menghampiri Chan dan duduk didepan lelaki itu sambil melepas topi yang melekat dikepalanya. Sorot mata Lily langsung menajam menghunus manik mata Chan.

"Li-"

"Langsung ke poinnya aja" balas Lily dingin.

"Okay. Gue langsung ke inti dan lo harus tau apa yang sebenarnya terjadi 7 tahun yang lalu"

Lily menarik tatapannya dari Chan, ia berdecak hingga kembali menatap Chan dengan remeh.

"Dengan penjelasan yang sama? Chan, gue bukan anak kecil lagi, lo tau. 7 tahun waktu untuk gue bisa speak up masalah ini. Dan lo gak sadarkan selama ini gimana perasaan gue ngelihat lo pada yang masih punya bokap nyokap lengkap? Lo masih mau bilang kalau daddy meninggal itu karena serangan jantung? Lo gatau kan sebelumnya daddy itu dituduh nenek lo nyelundupin emas dia. Terlebih.. lo yang gue andelin malah pergi dari rumah itu tanpa ngejelasin apa-apa, mana janji lo Chan"

"Li, meninggalnya bokap lo sama masalah nenek itu hal yang berbeda. Dan gue 100% yakin nenek gak nuduh bokap lo"

Lily menggebrak meja, "Lo tau apa?! Lo nggak ngerti Chan, lo nggak ngerti karena lo nggak ada disana!! Dan lo sampai saat ini cuman ngebela diri lo dan keluarga lo dan berusaha sembunyi bahkan peduli lo aja nggak"

"Li, gue ta -"

"Bang Chan?"

Chan mengangkat kepala. Ia menghela nafas saat tau Yugyeom tengah berjalan mendekati meja mereka. Sama halnya dengan Lily, mendengar panggilan dari seseorang kenalan Chan, Lily segera mengangkat maskernya menutupi setengah wajah.

Sial banget Lily malah kepancing emosi. Bisa-bisa orang disekitar sini menganggap mereka ada apa-apa.

"Eyyy" Kehadiran Yugyeom benar-benar mengubah atmosfer.

Chan senyum terpaksa, "Ngapain lo?"

"Ngedate?" Tanya Yugyeom dari gerakan bibir mengabaikan pertanyaan Chan.

"Enggak, lo ngapain disini?"

"Ealaahh jangan gitu ah, gausah tegang gitu, santai. Lagian ini gue bentar lagi pergi kok, si doi lama banget bayar belanjaannya," jawab Yugyeom"Btw, anak mana bro?" lanjutnya yang masih tidak paham situasi.

"Kepo lo, sono ah pergi ganggu aja"

Yugyeom ketawa kecil, "yaudah, gue pergi ni, protect amat ama ayang"

Yugyeom akhirnya pergi sambil melambaikan tangan pada Chan. Seperginya Yugyeom dari sana, Lily menurunkan masker yang menutupi setengah wajahnya.

"Makanya nyari tempat itu jangan ditempat keramaian, dongo. Lo ya Chan, masih aja sama. Gegabah"

Chan diam aja.

"Gue bakal tetap disini sampai lo sadar dan ngebersihin nama keluarga gue." ujar Lily lalu pergi meninggalkan Chan tanpa menyentuh minuman yang sudah Chan pesan.

Kalau diperhatikan. Entah kenapa, Lily malah terlihat menggemaskan. Melihat tubuh gadis itu yang semakin menjauh Chan berpikir Lily itu adalah sosok remaja yang masih belum dewasa. Dia hanya teguh pada apa yang dia lihat dimasa lalu dan gadis itu terjebak bersama keamarahannya meskipun ia tau kebenaran yang sesungguhnya kalau keluarga Chan tidak bersalah atas kematian daddynya.

Saat ini Lily hanya butuh perhatian dan kasih sayang namun terlalu sulit untuk diungkapkan karena terlanjur sakit hati untuk kebohongan yang pernah tercipta dipikirannya. Mungkin saja Lily hanya sedang merindukan sosok itu dan datang menemui Chan untuk berkeluh kesah atau membutuhkannya untuk dipeluk seperti dahulu, tapi Lily gengsi dan Chan yang sulit untuk mengerti.

.

Pak Wonho yang sedang menyirami tanaman milik bu Dawon, tak sengaja melihat Yeji sedang menyapu pekarangan asrama mereka dengan balutan kaos abu-abu oversize dan celana jeans selutut. Dari jarak seperti ini, Pak Wonho bisa melihat betapa fokusnya Yeji menyabuti rumput-rumput didepannya, padahal Pak Wonho punya mata minus.

"Euy"

Yeji noleh ke sumber suara, perempuan itu membalas dengan senyum ramah pada pak Wonho, si bapak galak otw 2 anak.

"Kemarin gua ngeliat Lily, anak yang lagi ngekos di rumah gua, pulang malem-malem dianterin cowok"

"Loh iya pak?"

Yeji langsung tertarik, refleks ia berdiri dan menghampiri Pak Wonho. Ternyata hasrat menjadi wanita ghibah itu masih melekat pada Yeji. Dikasih wejangan ghibahan Yeji auto connect and excited. Tapi bakal jadi seru kalau informannya si pak Wonho yang katanya dulu waktu masih muda, ia adalah lelaki kekar dan sosok lelaki sejati.

"Gua kaga liat wajahnya. Cuman heran aja noh orang belum nyampe 1 minggu udah dapat gebetan aja"

Yeji berpikir sejenak, "Jangan suuzon dulu pak, kali kerabat yang lagi dia cari"

"Bukannya mo suuzon, lu tau kan kita tinggal di negeri kuat adat, meski gue orang perantauan disini tapi gua sangat menghargai yang namanya aturan di negeri ini. Gue agak kurang suka sama noh bocah, belum lagi gua masih bingung. Kalau diingat-ingat postur tubuhnya noh orang laki familier banget"

Pak Wonho benar. Dimana bumi kita berpijak, disana segala peraturan harus kita ikuti. Sebagai orang pendatang, kita harus jaga sikap, bukan? Namun, Yeji merasa ada yang aneh. Ia penasaran kalau sudah begini jadinya. Dan entah kenapa ia langsung keinget momen Lily datang ke rumah. Dia ngerasain ada sesuatu yang aneh antara gadis itu dan Chan.

"Wahh, lain kali ngintainya lebih jago lagi nih pak" pancing Yeji.

Pak Wonho berdecak, "yeee maunya elu"

Yeji ketawa.

"Ya udah deh. Ryujin mana, kaga kelihatan batang idungnye"

"Itu pak, katanya lagi ngurus surat aktif kuliah"

"Bukannya lagi libur?"

"Iya pak, kebetulan kating ada yang mau bantu"

"Wesss, keren juga yo"

Yeji cuman senyum.

"Kalau gitu, mari makan dulu"

"Oh iya pak, silahkan"

.

.

.

TBC

Yah gaje :(

[1] ATAP | Chan × Yeji ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang