SESOSOK gadis berhijab, mengebut sampai membelah jalan raya.
Celaka! umpatnya. Tangan halus terus mencengkeram setir motor sampai putaran maksimal. Gadis berhijab merah jambu itu Rukya Ruhaji.
Ia melaju secepat pembalap. Di setiap detik, Rukya terus bergumam innalillahi tanpa henti. Dia tahu, hidupnya pasti berakhir setelah malam ini.
Gelap.
Warna hitam menyelimuti gedung-gedung tinggi, termasuk langit. Rembulan tak menampakkan diri malam ini. Hanya cahaya lampu jalan dan toko-toko menyinari jalanan lengang. Namun, itu tidak akan lama. Arloji digital di pergelangan gadis yang mengebut itu menunjukkan 12:05. Sudah tengah malam, dan penerangan yang menyoroti jalan raya tersebut akan segera padam.
Tinggal jalur lurus ini! gumam Rukya, ngeri.
Motor-motor tak lagi berhamburan memenuhi aspal, hanya sedikit, dan itu pun dikendarai oleh lelaki yang baru berangkat kerja malam atau wanita tua penjaja tengkulak. Bau lemak dan nasi yang mengepul dari kedai makan kian memudar. Ini adalah pertanda. Ibunda akan membunuhku!
Gadis yang tak bisa duduk tenang di atas motor itu memacu tunggangan sampai jarum spedometer menunjuk angka 100. Ia terus melongok ke kiri jalan. Ketika dia telah memasuki kawasan perumahan yang berpagar tinggi, matanya tak henti-henti mencari rumah megah di tepi trotoar.
Itu dia! Rukya mengembuskan napas lega. Bibirnya menyeringai, lalu ia bergegas mematikan mesin motor matic yang sedari tadi ia pacu.
Gadis yang baru pulang pada tengah malam itu bergegas turun. Meski rok tipisnya menyibak tanah berdebu, ia tak segera mengangkatnya. Kedua tangan halusnya mencengkeram kedua setir motor untuk menuntun. Sekali-kali, matanya menelisik jendela, berharap sang ibu tidak melihatnya.
Dia mengarahkan motor yang mengilat—baru dibeli—ke samping rumah, memasuki garasi. Ia melangkah berjinjit sebab tak mau ketahuan siapa pun. Syukurlah, aku selamat, ucapnya.
Dia merapikan kerudung. Setelah motor Vario merah metalik yang ia kendarai sudah berdiri diam di garasi, semua masalah hampir selesai. Ia tinggal masuk ke dapur melalui pintu samping, lalu—
Suara sakelar menjentik, kemudian deretan lampu LED berkop putih keemasan menyala serempak. Terlihatlah seisi dapur, termasuk gadis yang mengendap-endap memasuki rumah itu. Ketika seisi rumah berubah terang, sebuah teriakan tiba-tiba menggelegar,
"Rukya Ruhaji!"
Gadis yang merasa namanya dipanggil itu menghentikan langkah. Ia diam membeku. Dari intonasi yang tegas, Rukya tahu, teriakan tadi milik sang bunda, dan dia sudah tertangkap basah.
"Mengapa masih pulang?!" Sang bunda bersedekap. "Bunda kira, kamu sudah enggan tidur di rumah?!"
Wanita berkerudung putih panjang itu menyorotkan tatapan tajam. Kacamata berbingkai emas yang melingkari wajah, menambah seram amarah. Sesekali, jari-jari yang mengapit bagian atas lengan bergemeletuk. Bunda Rukya jelas berada di dalam kemurkaan, namun ia menanti alasan apa lagi yang akan sang putri lontarkan.
"Ah, tidak, Bunda, Rukya tadi terlambat sedikit—"
"Sedikit!?" Sang bunda menaikkan nada bicara. "Subhanallah! Pukul berapa sekarang?!"
Wanita berpakaian serba putih itu buru-buru menunjuk jam antik yang terpajang di pojok dapur. Alisnya ikut terangkat sebab amarah yang kian meradang. Dia ingin menghukum sang putri pada detik itu, namun terus mengulangi istighfar di dalam hati.
"Dua ... belas?" Rukya menyeringai berpura-pura naif.
"Dua belas!?" Sang bunda mendatangi Rukya. Kali ini, wanita yang berpakaian menjuntai itu tak dapat menahan diri. Ia ingin memberikan pelajaran. Satu pukulan di paha rasanya cukup. "Sekarang setengah satu malam, dan kamu baru pulang ke rumah?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Apel Mana Lagi
ChickLit[DAFTAR PENDEK WATTYS 2023] Terancam dinikahkan, Rukya Ruhaji---anak pendakwah kondang yang manja dan sok pintar---harus mengubah desa yang berisi preman untuk mendapatkan kembali kehidupan mewah. *** Sebagai anak tunggal, Rukya tak perlu bekerja ke...