*drt drt* deringan dari ponsel Mark, ketika mereka dirinya sedang makan bersama dengan mantan kekasihnya dan juga anaknya. Membuat ia harus menghentikan makannya. "Sebentar ya. Daddy harus mengangkat teleponnya dulu." Pamit Mark kepada mantannya dan juga anaknya yang tengah makan.
Anaknya dan mantan kekasihnya hanya mengangguk sebagai balasan. Sementara ia langsung pergi untuk mengangkat telepon masuk dari sang istri.
"Hallo, kenapa Yuna?" Tanya Mark, begitu jauh dari radar anak dan mantannya.
"Mark, kamu di mana? Yura menangis sedari tadi. Dia mencari dirimu. Katanya, kamu janji ingin main bersama dengannya." Ujar Yuna, dengan nada panik.
"Aku gak bisa sekarang, Yuna. Aku sedang bersama klien. Sedang membahas masalah tentang proyek kerja sama perusahaan aku dengan perusahaannya." Jelas Mark dengan nada yang amat menyesal.
Dia memang memberikan alasan kalau kliennya menelepon, sewaktu mereka tengah belanja bersama. Untungnya istrinya percaya, dan akhirnya dirinya memilih untuk pulang lebih dulu bersama dengan anaknya. Sementara ia langsung menemui anaknya yang lain, dan juga mantan kekasihnya.
"Aduh gimana ini. Anakmu tidak berhenti menangis. Aku takut dia sesak lagi kalau nangisnya tidak reda." Ujar Yuna, yang tidak tau harus melakukan apa.
Yura itu ada riwayat penyakit asma. Kalau di biarkan menangis secara larut, asma yang di miliki anaknya akan kambuh. Membuat anaknya sangat kesulitan bernafas.
Mark jadi bimbang. Dua-duanya adalah anak kandungnya. Sungchan dan Yura adalah anak kandungnya. Jadi dia bingung siapa yang harus di kalahkan.
"Mark... apakah kamu masih ada di sana?" Tanya Yuna, yang tidak kunjung mendapatkan balasan dari suaminya.
"Ah iya, Yuna. Aku akan ke sana sekarang. Jadi, tolong bilangin anakku untuk berhenti nangisnya." Ujar Mark, yang akhirnya lebih memilih anak perempuannya, karena riwayat penyakitnya.
"Baiklah, Mark. Terima kasih dan Maaf. Aku akan memberi tau anakmu. Hati-hati di jalan ya." Ucap Yuna, lalu memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.
Sementara Mark, ia langsung memasukkan teleponnya kembali ke dalam jas. Menghela nafasnya secara kasar, lalu kembali ke meja mereka, menemui mantan kekasihnya dan juga anaknya.
"Kamu kenapa?" Tanya Renjun, begitu melihat raut perubahaan yang ada di wajah mantannya.
"Aku harus kembali." Ujar Mark, di iringi helaan nafas kasar.
"Kembali ke mana? Rumah atau kantor?" Tanya Renjun, yang bingung akan maksud dari mantannya ini.
"Kantor, ada hal penting yang harus aku urus." Kalimat Dusta yang di lontarkan oleh Mark. Tidak mungkin kan dirinya menyebutkan kalau dia harus pulang, karena anak perempuannya merengek?! Bisa-bisa anak laki-laki iri dan membenci dirinya, dan ia tidak akan membiarkan itu terjadi.
"Daddy sudah mau pergi?" Tanya Sungchan dengan raut wajah yang sudah berubah sendu.
Mark langsung mendekati anaknya, dan memasukkan sang anak ke dalam pelukkannya. "Maafkan Daddy ya, sayang. Daddy harus segera pergi. Ada hal penting yang harus Daddy selesaikan. Daddy harus mencari uang demi kebutuhan kamu. Katanya kamu ingin membeli semua mobil hot wheels bukan?" Ujar Mark, memberikan kalimat penenag kepada sang anak.
"Aku gak butuh semua mobil hot wherls. Aku hanya butuh Daddy dan Mommy di sini." Ujar Sungchan, yang membuat hati ayahnya serta ibunya terenyuh.
Renjun yang sempat mendecak kesal karena ucapan mantannya, yang berkata kalau dia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Padahal sama sekali mantannya tidak pernah melakukan itu. Melakukan kewajiban seorang ayah akan anaknya.
Ia yang benar-benar menghidupi semua kebutuhan anaknya, dengan uangnya sendiri, tanpa campur tangan atau bantuan sang mantan.
Namun begitu mendengar kalimat anaknya, hati ia terenyuh. Ia langsung tersadar akan peran Mark yang sangat penting dalam kehidupan anaknya. Mau sebagaimana pun ia berusaha. Tetaplah saja berbeda! Ayah ya tetap ayah! Ibu ya tetap ibu! Walaupun Ibu bisa menggantikan peran Ayah ataupun sebaliknya. Tapi tetap saja akan terasa berbeda.
"Daddy tau, sayang. Tapi Daddy harus pergi. Kalau tidak--" Ucapan Mark berhenti, ketika anaknya melepaskan pelukannya.
Begitu pelukan Sungchan terlepas, ia langsung merogoh kantong celananya. Mengambil beberapa uang yang ada di kantong celananya, lalu memberikannya kepada ayahnya. "Apakah uang segini cukup, agar Daddy bisa menemani aku?" Tanya Sungchan dengan tatapan polosnya.
Lagi-lagi hati kecil Mark terasa di sentil begitu mendengar ucapan sang anak. Bukan hanya Mark, Renjun pun juga sama.
"Kata orang-orang, orang dewasa itu bekerja untuk menghasilkan uang. Aku sudah punya uang, jadi apakah Daddy bisa di sini bersama dengan aku?" Tanya Sungchan.
"Sayang, jangan seperti itu. Daddy harus tetap pergi, kalau tidak pergi? Daddy akan kehilangan pekerjaannya. Kamu tidak mau Daddy di pecat bukan?" Tanya Renjun, membantu mantannya.
Sungchan menggelengkan kepalanya. "Tidak Mommy." Balas Sungchan.
"Kalau begitu biarkan Daddy pergi. Daddy juga akan kembali menemui kamu kok." Ujar Renjun, memberikan pengertian lagi kepada sang anak, agar anaknya tidak sedih.
Dan benar saja. Raut wajah anaknya berubah, begitu mendengar kalimat terakhit yang di ucapkan sang ibu. "Benarkah Daddy?" Tanya Sungchan, dengan binar mata yang menatap ayahnya.
Mark tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Mengusap surai rambut anakny yang lumayan lebat. "Benar sayang. Daddy janji, setelah urusan ini selesai? Daddy akan menemui dirimu." Ujar Mark, memberhentikan usapan di kepala sang anak.
Lalu mengambil dompet yang ada di sakunya, membuka dompetnya dan mengambil satu buah kartu. Lalu di berikan kartu credit berwarna hitam, bertuliskan american express kepada anaknya.
"Pegang kartu ini untuk membelikan mainan yang kamu inginkan tadi. Ini sebagai jaminan bahwa Daddy akan kembali. Jadi pegang dan jaga kartu ini ya." Ujar Mark, seraya memberikan kartu miliknya kepada anaknya.
Sungchan pun mengambil kartu itu, dan langsung menyimpannya. "Janji, Daddy?" Tanya Sungchan, seraya memberikan jari kelingkingnya, guna membentuk pinky promise.
Madk terkekeh, dan langsung menautkan jari kelingkingnya kepada anaknya, membentuk pinky promise. "Janji." Ujar Mark.
"Mommy! Tolong fotoin ini." Pinta Sungchan, seraya menunjuk pinky promise yang sudah terbentuk.
Tanpa banyak bertanya, Renjun langsung mengambil ponselnya. Membuka kamera ponselnya, dan segera memfoto jari kelingking yang saling bertautan.
"Memangnya foto ini buat apa, Chan?" Tanya Maek.
"Sebagai bukti kalau Daddy sudah janji sama aku. Biar nantinya Daddy tidak banyak alasan ke aku, kalau Daddy mengingkari janji itu." Ujar Sungchan, dengan senyuman tipisnya.
Mark terkekeh mendengarnya, ia langsung mengecup kepala anaknya, di sertai usapan kecil. "Kalau begitu Daddy pergi ya! Ingat ya, Sungchan Lee, jangan nakal-nakal. Jangan membuat Mommynya kesusahan, dan selalu jaga Mommy, ketika Daddy tidak ada bersama dengannya. Apalagi kalau sampai ada pria yang mendekati Mommy." Peringat Mark kepada sang anak.
"Siap kapten!" Balas Sungchan.
Mark langsung beranjak dari kursinya. Mendekati mantan kekasihnya, dan langsung mencium bibir mantannya secara singkat. "Aku pergi dulu ya. Titip Sungchan ya, sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT OVER - MARKREN
FanfictionCERITA INI KHUSUS UNTUK MARKREN SHIPPER! APABILA KALIAN TIDAK MENYUKAI SHIPPER INI? DIHARAPKAN UNTUK TIDAK BACA CERITA INI! TAPI JIKA KALIAN MEMAKSA UNTUK MEMBACA CERITA INI? JANGAN BERKOMENTAR NEGATIVE DI KOLOM KOMENTAR / DI KEHIDUPAN PRIBADI PARA...