20. Bukan Milikmu

1.8K 89 1
                                    

Pagi-pagi sekali Larissa kedatangan tamu tak diundang di rumahnya. Niat hati ingin mencaritahu keberadaan Suaminya, tapi yang datang justru sosok yang paling tak ingin ia temui.

"Apakah sopan seorang anak membiarkan Ibunya berdiri di depan pintu tanpa menyuruhnya masuk?" Larissa menghela napas panjang sebelum menggeser tubuhnya agar wanita itu masuk.

Larissa berbalik dan berjalan mengikuti Ibunya yang duduk di kursi ruang tamu tanpa diminta, seolah ini adalah rumahnya.

"Aku sudah bilang jangan ke rumah Suamiku," kata Larissa mengingatkan Ibunya.

"Apa salah? Rumah Suami juga rumah Istri bukan? Lagipula kau adalah Istrinya," balas santai Ibunya membuat Larissa lagi-lagi menghela napas sebelum ikut duduk di depan wanita itu.

"Statusku memang Istrinya, tapi dia juga memiliki Istri lain yang belum diceraikan," kata Larissa mencoba mengatakan pada Ibunya mengenai situasinya saat ini.

"Makanya suruh Erlangga untuk cepat menceraikan Istri pertamanya, dan kalian harus segera memiliki anak agar mempererat hubungan. Jangan seperti Ibu yang menyesali semuanya setelah anak tiri tak tahu diri itu mengusir Ibu setelah Ayahnya meninggal," santai Ibunya digelengi tak percaya oleh Larissa.

"Tentu saja, Ibu hanyalah orang baru yang datang secara tiba-tiba dan merusak hubungan rumah tangga orang lain," balas Larissa membuat Ibunya protes tak terima.

"Jaga mulutmu! Kau juga sama seperti Ibu," bentaknya kali ini membuat Larissa bungkam. Nyatanya memang Larissa'lah orang ketiga dalam hubungan rumah tangga Erlangga dan Cempaka. Meskipun sebenarnya sebelumnya Erlangga  dan Larissa saling mencintai dan berniat menikah sebelum wasiat tersebut.

"Situasinya berbeda dengan Ibu," pelan Larissa membuat Ibunya mendecak pelan.

"Sama saja, bedanya kau lebih muda dan hadir dalam kehidupan mereka sebelum memiliki anak"
........

"Kau akan membuang Larissa?" tanya Liam tersenyum miring melihat ekspresi Erlangga.

"Kau tak bisa egois Er," lanjut Liam digelengi pelan oleh Erlangga.

"Aku menginginkan anak itu Liam," lirih Erlangga masih bisa didengar oleh Liam.

"Dan aku tak akan melepaskan Cempaka dan anak itu," dinginnya lalu bangkit dari tempat duduknya.

Liam kira Erlangga sudah mengambil keputusan karena memanggilnya ke cafe dekat tempat tinggalnya, tapi ternyata pria itu masih juga tak bisa memilih dan mau bersikap egois.

"Ketahuilah, aku tak akan pernah melepaskan Cempaka untuk kedua kalinya, dan Cempaka tak mungkin melepaskan anak yang dia sayangi," ucap Liam sebelum melangkah pergi meninggalkan tempat tersebut.

Sepeninggalan Liam, Erlangga mengusap kasar wajahnya. Cintanya pada Larissa sepertinya kini sudah terbagi untuk buah hatinya. Erlangga yang sebelumnya sudah putus asa, kini diberikan harapan besar melalui Cempaka. Anak yang sangat dirinya harapkan ternyata akan terlahir dari rahim Istri pertamanya yang ia nikahi hanya karena harta, dan harta yang dia dapatkan itu suatu saat juga akan dirinya berikan pada anaknya. Erlangga sangat menginginkan anak itu. Satu-satunya harapannya.

"Waktuku hanya tiga bulan sebelum dia lahir. Bagaimanapun aku harus mendapatkan hak asuhnya," gumam Erlangga meyakinkan dirinya.

Drrt... Drrt....

Erlangga yang sibuk dengan pikirannya sendiri tersentak saat mendengar ponselnya berdering. Erlangga mengambil ponselnya, melihat nama yang tertera di sana.

Itu Larissa, Istrinya yang belum sempat dipamiti olehnya. Erlangga pergi menemui Cempaka tanpa memberitahu atau meminta ijin pada Larissa, tentu saja wanita itu merasa kebingungan dan mencarinya.

"Hallo," kata Erlangga setelah menjawab panggilan. Wanita disebrang sana tak segera menjawab hingga membuatnya ingin kembali menegur, tapi tak terjadi saat wanita itu berbicara.

"Kau_"

"Dimana kau sekarang?"

Erlangga bisa mendengar keraguan pada pertanyaan yang diutarakan Larissa. "Maaf tidak sempat berpamitan denganmu, kemarin aku buru-buru. Ada kondisi mendesak," jelas Erlangga.

"Urusan apa?"

"Tentu saja urusan pekerjaan," kata Erlangga dengan santainya.

Wanita dibalik panggilan itu meremat kuat ujung bajunya saat mendengar jawaban Suaminya.

"Baiklah, semoga urusannya cepat selesai dan kau bisa kembali," kata Larissa sebelum memutuskan panggilannya.

Larissa menatap ke arah orang di belakangnya. Matanya yang memanas berusaha ia sembunyikan dari pria itu.

"Jangan beritahu Erlangga jika aku mengetahui dia menemui Cemaka," kata Larissa membuat pria itu menunduk lalu mengangguk pelan.

"Jika kau memberitahunya, kau juga akan dalam masalah karena membocorkannya," lanjutnya lalu beranjak pergi dari tempat tersebut.
.....

"Kau tak ingin mengetahui jenis kelaminnya?" tanya Liam yang baru saja mengantarkan Cempaka periksa kandungan. Di usia kandungan yang hampir tujuh bulan seharusnya mereka sudah bisa melihat jenis kelamin bayi, tapi Cempaka menolak dan meminta Dokter merahasiakannya.

Cempaka menggeleng pelan sambil tersenyum menatap foto usg di tangannya. "Tak masalah apapun jenis kelaminya, aku hanya ingin dia terlahir sehat," kata Cempaka membuat Liam ikut tersenyum.

"Baiklah," balas Liam ikut menatap foto usg tersebut.

Di perjalanan pulang Cempaka justru tertidur dimobil, dan Liam tak berniat membangunkan wanita itu. Biarlah Cempaka mengistirahatkan dirinya.

Sampainya di rumah Liam dengan hati-hati mencoba menggendong tubuh Cempaka yang ia akui lebih berat dari sebelum hamil. Tapi bukan berarti Liam merasa berat, tentu saja Liam tak akan menggendong Cempaka jika dirinya tak kuat. Liam tak akan membahayakan dua nyawa.

"Er--?" bingung Liam mendapati Erlangga yang sudah berdiri di depan pintu rumahnya.

"Cempaka kenap--"

"Sstt_ Dia sedang tidur, jangan berisik," potong Liam membuat Erlangga menutup mulutnya dan hanya mengikuti mereka dari belakang. Tapi Erlangga berhenti mengikuti saat Liam berjalan menuju ke kamar.

Erlangga berjongkok saat Cempaka yang sedang tertidur tak sengaja menjatuhkan barang digenggamannya.

Saat melihat lembaran kertas yang menunjukkan foto bayinya, hatinya menghangat. Bahkan tanpa sadar saat ini Erlangga sudah meneteskan air matanya.

"Ck, bawa sini," decak Liam yang langsung merebut foto usg itu dari tangan Erlangga.

Erlangga terlihat tak rela dan ingin mengambilnya kembali, tapi Liam lebih dulu memasukkannya ke dalam dompet miliknya.

"Kumohon ijinkan aku memilikinya," kata Erlangga membuat Liam menatapnya tajam.

"Tidak, ini milik Cempaka. Kau juga tak berhak memiliki foto ini," balas Liam dengan santainya.

Erlangga mengepalkan tangannya kuat, dia merasa tak terima saat Liam mengatakan jika dirinya tak berhak atas anaknya sendiri.

"Aku Ayahnya, yang tak berhak di sini itu kau!"

Liam terkekeh dan menatap remeh Erlangga. "Ayah? Kau hanya menyumbangkan spermamu tanpa ada tanggung jawab. Kau bahkan sudah membuang Ibu bayi itu sebelum dia dilahirkan," kata Liam menatap Erlangga tanpa rasa takut.

"Liam!!"

"Sst... Berhentilah berteriak. Cempaka sedang tidur, jangan mengganggunya. Jangan membuat keributan di rumahku," peringat Liam pada Erlangga.

"Baiklah, aku akan memberikanmu izin untuk melihatnya tapi tidak untuk memilkinya," kata Liam membuat Erlangga menatapnya bingung.

Liam mengeluarkan foto usg itu kembali dan memberikannya pada Erlangga.

"Fotolah, seharusnya kau sudah cukup puas untuk melihatnya. Jangan berpikir untuk memilikinya"

........
Cerita yang saya buat semata-mata hanya untuk menghibur dan tidak untuk menyinggung pihak manapun. Maaf jika ada salah yang tidak saya sengaja ataupun tidak saya ketahui.
......

Lanjut?
Votenya jangan dilupain

Dua Tahun Tersulit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang