23. Satu-Satunya Harapan

1.5K 76 1
                                    

"Larissa?" gumam Cempaka memundurkan langkahnya saat mengetahui siapa tamu yang ia bukakan pintu itu.

Keadaan rumah sedang sepi karena Liam berada di kantor, sedangkan orang yang selalu bekerja di rumah belum datang. Membuat Cempaka ketakutan dengan kedatangan Larissa yang tiba-tiba.

Larissa melihat ke arah perut Cempaka yang membuncit, ia tersenyum miring.

Melihat senyuman Larissa yang menatap perut buncitnya membuat ketakutan Cempaka bertambah. Wanita itu memegangi perut buncitnya dengan kedua tangannya, seolah melindungi buah hatinya dari bahaya.

Melihat ketakutan Cempaka membuat Larissa menatap wanita itu dengan tatapan remeh dan merendahkan.

"Munafik," desisnya membuat dada Cempaka berdesir nyeri.

"Kau bilang tak menyukai Erlangga. Lalu bagaimana bisa sampai mengandung benihnya? Kau benar-benar munafik Cempaka. Bagaimana bisa kau mengharapkan Liam tapi mengandung benih orang lain?"

Cempaka menggeleng dengan air mata yang entah sejak kapan sudah membasahi pipinya. Ia terus melangkah mundur saat Larissa melangkah maju dan mengikis jarak diantara mereka.

"Apa yang kau inginkan Cempaka?" tanya Larissa dengan pelan, air matanya ikut menetes saat ia mengatakannya.

"Kau akan mengambil hidupku?" tanyanya lagi terus melangkah maju hingga tubuh Cempaka terpojok di dinding.

Cempaka menggeleng keras. "Tidak! Ini bukan keinginanku Larisaa!" teriaknya membuat senyum miring kembali muncul dibibir Larissa.

"Lalu keinginan siapa? Erlangga? Jadi di sini kau merasa dicintai dua pria. Kau berpikir bahwa dirimu adalah tokoh utama yang sedang diperebutkan. Lalu aku sebagai perebutnya?"

Cempaka menggeleng keras. Sungguh, setiap kata yang keluar dari mulut Larissa menyakitinya. Wanita itu memang tak mengatakannya dengan gamblang, tapi Cempaka tau jelas maksud ucapannya. Larissa mengatakan bahwa dirinya adalah wanita murahan yang ingin diperebutkan oleh dua pria.

"Itu tidak benar--" lirih Cempaka menatap sendu Larissa.

"Benarkah? Jadi kau tak menyukai Erlangga?" tanya Larissa diangguki Cempaka.

"Kalau begitu bisakah kau memberikan bayi itu setelah dia lahir? Dan bercerai dengan Erlangga. Dengan begitu kau bisa hidup bahagia dengan Liam"

Cempaka langsung diam, ia menggeleng tak setuju dengan permintaan gila Larissa. Mana mungkin Cempaka bisa menyerahkan anak yang dia perjuangkan begitu saja.

"KAU EGOIS CEMPAKA!" pekik Larissa membuat Cempaka tersentak kaget.

"Jika tidak menginginkan Erlangga seharusnya kau melepaskannya! Kenapa kau egois dan masih bertahan sampai sekarang?!"

Cempaka mengigit bibirnya saat merasakan nyeri di perutnya. Rasanya seperti kram, tapi lebih menyakitkan. Apalagi anaknya bergerak lincah di dalam, seolah merasakan kepanikan yang sama dengan yang Ibunya rasakan.

"JAWAB CEMPAKA!" tekan Larisaa tanpa memikirkan keadaan Cempaka.

Cempaka mendongak, menatap wajah Larissa dengan wajah pucatnya. "Aku akan bercerai. Aku janji, setelah anak ini lahir aku akan bercerai dengan Erlangga," lirihnya menahan ringisannya.

Larissa mendesis. "Lalu kau pikir Erlangga mau? Erlangga menyayangi anak itu. Jika kau tak memberikan anak itu padanya, tentu saja dia tak akan melepaskanmu"

"Katakan saja bahwa kau memang egois Cempaka. Kau ingin Erlangga tapi juga menginginkan Liam. Kau sengaja memanfaatkan Erlangga dengan anak itu bukan?"

Cempaka menggeleng, ia sudah tak bisa menjawab. Keningnya sudah mengeluarkan keringat dingin, kakinya terasa lemas hingga ia menjatuhnya dirinya dan terduduk di hadapan Larisaa yang terkejut.

Dua Tahun Tersulit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang