21. Tanaman Liar

1.3K 65 0
                                    

"Tante?"

Larissa terkejut saat dirinya mendapatkan tamu di malam hari, apalagi tamu itu adalah Tante dari Suaminya.

Tanpa menanggapi Larissa, Tante Erlangga langsung masuk dan menatap sekeliling, seolah tengah mencari sesuatu. Sedangkan Larissa hanya bisa menghela napas lalu mengikuti wanita itu setelah menutup pintu kembali.

"Tumben Tante ke sini malem-malam begini," kata Larissa pada Tante Erlangga yang memutarkan bola matanya malas.

"Memang kenapa? Ini rumah Keponakan saya, terserah saya mau datang kapan saja," balasnya lalu mendudukkan dirinya di kursi tamu.

"Dimana Suamimu?" tanya Tante Erlangga saat Larissa juga ikut mendudukkan dirinya.

"Erlangga ada urusan kerjaan di luar kota," jawab Larissa membuat Tante Erlangga tersenyum miring. Entah apa arti senyuman tersebut, tapi Larissa merasa jika wanita di hadapannya tengah mengejeknya.

"Ya sesuatu yang didapatkan dengan cara merebut pasti tak akan bertahan lama, suatu saat pasti akan direbut kembali," sinis Tante Erlangga seketika membuat dada Larissa terasa sesak. Rasanya dia ingin mengusir wanita itu, tapi Larissa sadar jika wanita itu adalah Tante Suaminya.

Melihat raut wajah Larissa, Tante Erlangga mendecih lalu berdiri dari tempat duduknya. "Ya sudah, saya kembali saja jika tak ada Erlangga. Gak betah saya lama-lama di sini," kata Tante Erlangga.

Larissa mendongak lalu ikut berdiri. Bagaimanapun dirinya harus tetap bersikap sopan meskipun tak menyukainya. "Mau saya antar sampai depan?" tawar Larissa ditolak oleh Tante Erlangga.

"Tak perlu," ucapnya lalu berjalan, tapi langkahnya tiba-tiba terhenti lalu kembali berbalik menatap Larissa.

"Katanya saling mencintai, sudah empat bulan tapi kau belum hamil juga. Apa ada masalah pada tubuhmu?"

DEG...

Kata-kata Tante Erlangga sangat menyakitinya. Bagaimana bisa dirinya yang juga wanita mengucapkan hal sensitif seperti itu?

Larissa meneguk ludahnya lalu menarik nafas panjang sebelum menjawabnya. "Kenapa menegur saya Tante? Bukankah Cempaka juga tak hamil, bahkan sampai hampir dua tahun," ucapnya dengan santai.

"Jadi kau berpikir Erlangga yang bermasalah?!" marah Tante Erlangga merasa tersinggung dengan ucapan Larissa.

"Saya tak berkata seperti itu, Tante'lah yang mengatakannya," balas Larissa membuat Tante Erlangga berjalan menjauh dan pergi dari tempat tersebut.

Setelah kepergian Tante dari Suaminya itu, Larissa akhirnya bisa bernafas lega. Rasanya menyesakkan saat wanita itu ada di rumah.
....

Pagi ini Erlangga memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Ia berniat menyelesaikan semua pekerjaan kantornya secepat mungkin sebelum kembali ke tempat Cempaka dan menanti kelahiran anaknya.

Untuk saat ini Erlangga berniat tidak memberitahu Larissa terlebih dahulu mengenai keadaan Cempaka. Erlangga hanya takut jika Istrinya itu kecewa dan nanti justru melarangnya untuk menemui Cempaka ataupun anaknya.

Saat baru memasuki rumahnya, keadaan dalam rumah terlihat sepi. Mungkin para pekerja sedang ada di dapur, dan Larissa mengajar di sekolah. Itulah yang terpikirkan oleh Erlangga sebelum ia masuk ke dalam kamar dan mendapati Larissa tengah duduk terdiam di atas ranjang dengan tatapan kosong ke depan.

Erlangga mendekat dan mendudukkan dirinya di samping Larissa yang sepertinya belum menyadari keberadaannya.

"Apa yang membuatmu melamun hm?" tanyanya membuat Larissa sempat tersentak kaget lalu menoleh ke arahnya.

"Kapan kau pulang Er?" tanya Larissa pada Erlangga yang justru memberikannya senyuman lalu merapihkan rambutnya dengan jemarinya.

"Mandilah, kau harus mendinginkan kepalamu agar kembali segar. Kita mengobrol setelah sarapan," kata Erlangga tanpa membalas pertanyaan Larissa.

Tak lama setelah mengatakannya, Erlangga berdiri dari tempatnya lalu berjalan keluar kamar, berniat ke ruang kerjanya sebelum ke meja makan sambil menunggu Larissa menyelesaikan mandinya.
.....

Di dalam kamar, setelah Erlangga keluar dari kamar. Larissa belum juga beranjak dari tempat duduknya, wanita itu kini justru tengah meyakinkan dirinya untuk memeriksa ponsel milik Suaminya yang tertinggal di sampingnya.

Saat Erlangga duduk tadi ia meletakkan ponselnya dan meninggalkannya bersama Larissa.

"Maaf Er, tapi aku Istrimu. Aku berhak tau apa yang kau lakukan bersama Cempaka," gumam Larissa lalu mengambil ponsel tersebut dan membukanya setelah meyakinkan dirinya sendiri.

Larissa membuka aplikasi berwarna hijau yang selalu menjadi tempat Erlangga menghubungi orang lain. Tapi di sana tak ada pesan apapun, pria itu telah membersihkan pesan-pesannya. Hanya ada beberapa pesan yang tersisa. Pesan yang hanya membahas pekerjaan kantor.

Larissa mendecak kesal saat tak menemukan apapun diaplikasi chat itu. Hingga ia kepikiran untuk membuka galeri milik Erlangga.

DEG...

Jantungnya rasanya seperti berhenti berdetak saat melihat sebuah foto digaleri milik Suaminya.

Larissa merasa sesak yang amat menyakitkan dan perih yang membuatnya merasa kesulitan hanya untuk sekedar bernafas. Dijatuhkannya ponsel itu di samping tempat duduknya, sedangkan dirinya berusaha bernafas dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.

Larissa memukul-mukul dadanya saat rasa sesak itu tak kunjung hilang. Rasanya sangat menyakitkan. Ia tak mau bernasib sama dengan Ibunya. Tidak! Mereka berbeda. Ibunya mungkin memang perebut Suami orang, tapi dirinya hanya mempertahankan cinta yang memang sejak awal adalah miliknya.

Lantas kenapa sekarang ia merasa jika dirinyalah yang akan dibuang? Bukankah cinta itu sejak awal miliknya? Erlangga sejak awal menyukainya, dan Cempaka hanya tanaman liar yang menghambat pertumbuhan cinta mereka.

Bagaimana bisa sebuah tanaman liar berniat memiliki buah di saat tanaman yang ditanam dengan sepenuh hati sendiri saja belum berbuah? Apakah pada akhirnya tanaman yang sengaja ditanam itu akan disingkirkan karena tanaman liar yang tak diharapkan memberikan hasil yang lebih baik? Bukannya dicabut, tanaman liar itu mungkin akan dipelihara. Ini tak adil untuk tanaman yang sejak awal diberikan harapan tinggi untuk dijadikan tanaman yang akan dipelihara.

Larissa menggeleng pelan, ia menyeka air matanya lalu mengembalikan ponsel Erlangga seperti sebelum ia sentuh.

Untuk saat ini Larissa akan berusaha bersikap biasa saja, seolah tak tahu situasi apa yang telah dihadapi Suaminya. Larissa akan melihat apa yang akan dilakukan Erlangga, berusaha menunggu pria itu jujur dan memberikan solusi atas masalah ini.

Larissa tak ingin mengalah atau mundur begitu saja. Ia tak bisa menyerah pada cintanya. Mereka berdua saling mencintai, dan Cempaka hanyalah orang ketiga dihubungan mereka sejak awal. Tidak seperti dirinya yang memang sebelum Erlangga dan Cempaka menikah sudah menjadi pacar Erlangga serta orang yang dicintainya. Larissa yakin Erlangga akan memilihnya hingga akhir.

"Tak peduli kau mengandung anaknya. Nyatanya hati Erlangga adalah milikku Cempaka. Kita nantinya pasti akan bisa memiliki anak sendiri," gumam yakin Larissa.

.....
Cerita yang saya buat semata-mata hanya untuk menghibur dan tidak untuk menyinggung pihak manapun. Maaf jika ada salah yang tidak saya sengaja ataupun tidak saya ketahui.
......

☞ ☆ ☜

Tekan bintang di pojok bawah ya

Dua Tahun Tersulit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang