END

4.9K 104 2
                                    

Liam mengulas senyumnya melihat Nev tertawa saat Cempaka memberikannya balon.

Keluarga kecil itu memutuskan liburan di taman yang tak terlalu jauh dari rumah, setelah mendapatkan kabar jika pria yang selalu datang ke rumah mereka kali ini tak akan datang berkunjung.

Di pangkuan Liam, bayi laki-laki itu mengayunkan tangannya meminta Mamanya untuk memberikan tali balon di tangan mungilnya.

"Ma... Ma... Ma" racau Nev tak jelas.

"Jangan nanti terbang," tolak Cempaka lalu mengecup pipi bulat putranya.

Cempaka beralih menatap Liam yang terlihat banyak pikiran.

"Papa kenapa?" tanyanya membuat Liam tersentak dan menoleh ke arahnya.

Liam tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya pelan.

"Nggapapa," balasnya tak dipercayai Cempaka begitu saja.

"Bohong"

Liam kembali tersenyum, nyatanya dirinya tak bisa berbohong di hadapan wanita satu ini.

"Aku ada usaha di Pelembang. Pengurus yang selama ini mengurus usahaku mengundurkan diri. Butuh waktu untuk mencari seseorang yang benar-benar bisa dipercaya. Aku pun tak mempercayai orang lain saat ini," kata Liam akhirnya jujur pada Cempaka.

"Lalu apa masalahnya? Sebelumnya juga kita tinggal di Pelembang"

"Apa Erlangga tak masalah jika kita membawa Nev jauh darinya?" tanya Liam kali ini membuat Cempaka diam.

Benar, pria itu tak ingin berjauhan dari putranya. Bahkan Erlangga langsung meminta Cempaka kembali ke Jakarta saat usia Nev baru tiga bulan.
......

"Tidak bisakah kalian tetap di Jakarta?" tanya Erlangga begitu mendengar bahwa Cempaka dan Liam akan membawa putranya ikut bersama mereka.

"Kau masih bisa menemui Nev, Er. Bagaimanapun Liam memiliki tanggung jawab di sana," kata Cempaka berusaha menjelaskan pada mantan Suaminya itu.

Erlangga meraup wajahnya frustasi, tatapannya jatuh pada bayi satu tahun bertubuh gempal yang tengah memejamkan matanya di pelukan sang Ibu.

Larissa yang ikut bersama Erlangga hanya diam. Jujur, jauh di lubuk hatinya ia sedikit merasa senang. Bukannya berniat menjauhkan bayi itu dengan Ayahnya, hanya saja dirinya juga butuh perhatian Erlangga.

Selama ini pria itu selalu mengabaikannya, bahkan jarang menghabiskan waktu di rumah.

Cempaka yang tengah menimang Nev diam-diam menatap Larissa. Sebagai sesama wanita Cempaka tahu apa yang dirasakan temannya itu. Dirinya pun akan sama jika berada diposisi Larissa.

Bagaimanapun pasti akan sulit menerima keadaan ini. Merasa punya kekurangan, pasti akan ada perasaan takut terbuang.

"Biarkan kami pergi Er. Kau juga tak bisa terus-terusan memikirkan Nev. Bagaimanapun kau memiliki Istri. Aku tak melarangmu menemui Nev kapan pun. Kau bisa menemuinya bersama Larissa saat kami berada di Palembang," lanjut Cempaka mendapatkan helaan napas pelan dari Erlangga.

Menatap Larissa, Erlangga bisa melihat Istrinya itu tengah menunduk saat mendengar perkataan Cempaka.

Benar yang dikatakan Cempaka. Selama ini dirinya terlalu egois. Bagaimanapun yang paling menderita di sini adalah Larissa. Tapi dirinya justru tak selalu berada di sisinya untuk mendukungnya.

Erlangga sibuk dengan Nev hingga lupa jika ia memiliki Istri yang selama ini memiliki begitu banyak ketakutan dalam dirinya.

"Setiap hari raya kami akan ke Jakarta," kata Liam kali ini membuka suara setelah tadi lebih banyak diam dan membiarkan Cempaka membujuk Erlangga.

"Eung mama..."

Keempat orang dewasa itu menoleh ke arah bayi di gendongan Cempaka yang tengah bergerak tak nyaman.

"Aku akan menidurkannya di kamar," kata Cempaka berdiri dan berjalan sambil membawa putranya dalam gendongannya.

Menatap kepergian Cempaka, Erlangga menghela napas pelan lalu menundukkan kepalanya.

"Baiklah," katanya menjawab Liam.

Tersenyum hangat, Liam berjalan menghampiri Erlangga lalu memberikan tepukan pelan di pundak pria itu.

"Thanks, Er"
......

Akhirnya tiba hari dimana Cempaka dan Liam akan pergi dari Jakarta.

Erlangga yang melepas kepergian mereka tak henti-hentinya memberikan kecupan pada sang buah hati meski bayi gembul itu sudah menggeliat risih dalam pelukannya.

"Udah Er!" tegur Cempaka melihat putranya yang sebentar lagi akan menangis

Memberikan Nev pada sang Ibu kembali, Erlangga tersenyum menatap dua sahabatnya itu.

"Jaga diri baik-baik. Meski gak sering, aku akan usahain ke sana kalau ada waktu," kata Erlangga diangguki oleh Liam.

"Ajak Larissa juga," peringat Cempaka mendapat kekehan pelan dari Erlangga yang langsung merangkul pinggang Istrinya.

"Pasti"

Larissa ikut tersenyum, tangannya yang berada di atas tangan Erlangga yang melingkar di pinggangnya terasa hangat dan menenangkan.

"Yaudah kami pamit," kata Liam diangguki oleh Erlangga yang ikut membantu membukakan pintu untuk Cempaka dan putranya.

"Kita pamit"

Larisaa mengangguk, wanita itu memberikan senyuman terbaiknya pada sang sahabat sebelum pergi dari pekarangan rumahnya bersama bagian berharga Suaminya.

Selepas kepergian pasutri itu, Erlangga menghadapkan Larissa ke hadapannya kemudian menggenggam tangan itu penuh cinta.

"Maaf"

"Untuk apa?"

"Aku terlalu abai sama kamu selama ini"

Larissa menggeleng. Menangkup wajah Suaminya, wanita itu menatap dalam mata yang penuh rasa bersalah itu.

"Aku ngerti. Tentu saja tak ada orang tua yang tak menyayangi anaknya, apalagi anak satu-satunya"

Erlangga mengangguk. "Mungkin ini yang terbaik. Selama ini aku telah menjadi laki-laki brengsek dengan menghancurkan persahabatan juga perasaanmu"

"Maaf tak bisa mengembalikan semuanya, tapi aku akan tetap meminta maaf atas kesalahanku"

.....
Cerita yang saya buat semata-mata hanya untuk menghibur dan tidak untuk menyinggung pihak manapun. Maaf jika ada salah yang tidak saya sengaja ataupun tidak saya ketahui.
......

Udah capek.
Bye...

Sampai jumpa lagi di cerita saya yang lain. Silahkan mampir, boleh banget kalau sekedar baca-baca awalan doang. Kalau ketagihan ya silahkan tinggalkan jejak ya sebagai bentuk dukungan.

Dua Tahun Tersulit [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang